Ilmu Tauhid

Saat Kufur dan Syirik Terbersit di Hati Seorang Mukmin

Rabu, 11 April 2018 | 14:15 WIB

Benih-benih kekufuran dan kemusyrikan sesekali menyembul tiba-tiba di benak orang yang beriman. Bisikan kemusyrikan atau kekufuran yang sekejap melintas dan terbersit begitu saja. Hal ini tentu saja menjadi perhatian para ulama.

Tiba-tiba saja terbayang dalam benak kita sesuatu yang tidak layak atau terlarang dalam akidah keimanan kita. Benih-benih pikiran yang terbersit di dalam hati ini muncul begitu saja di luar kuasa manusia. Hanya saja bibit-bibit kemusyrikan dan kekufuruan yang masih dalam angan-angan ini tidak dihitung oleh Allah SWT.
 

فأما الخواطر، وحديث النفس، إذا لم يستقر ويستمر عليه صاحبه فمعفو عنه باتفاق العلماء، لانه لا اختيار له في وقوعه، ولا طريق له إلى الانفكاك عنه وهذا هو المراد بما ثبت في الصحيح عن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) أنه قال: إن الله تجاوز لامتي ما حدثت به أنفسها ما لم تتكلم به أو تعمل.


Artinya, “Adapun angan-angan yang lewat di benak seseorang dan bisikan di dalam hati bila tidak tetap atau tidak ditetapkan oleh yang bersangkutan maka itu dimaaf berdasarkan kesepakatan ulama. Pasalnya, lalu lalang angan-angan (khawatir) itu bukan pilihan kita. Tiada jalan untuk melepaskan diri. Ini yang dimaksud dalam sabda Rasulullah SAW, ‘Sungguh, Allah memaafkan umatku atas ucapan yang terbersit di dalam dirinya selagi tidak diutarakan atau diamalkan,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 296).

Ulama membahas lebih lanjut sabda Rasulullah SAW tersebut. Menurut ulama, kekufuran dan kemusyrikan yang melintas dalam benak seseorang tidak lantas membuatnya keluar dari keimanan sebagai keterangan Imam An-Nawawi berikut ini:

 

قال العلماء: المراد به الخواطر التي لا تستقر. قالوا: وسواء كان ذلك الخاطر غيبة أو كفرا أو غيره، فمن خطر له الكفر مجرد خطر من غير تعمد لتحصيله، ثم صرفه في الحال، فليس بكافر، ولا شئ عليه.


Artinya, “Ulama mengatakan, maksud dalam hadits itu adalah angan-angan yang tidak langgeng. Mereka mengatakan, semua itu sama saja apakah bisikan yang terbersit baik ghibah, kekufuran, maupun pikiran tak layak lainnya. Seseorang yang terbersit di dalam hatinya bibit kekufuran tanpa sengaja, lalu ia menyingkirkan angan itu seketika, maka tidak kafir. Angan-angan seperti itu tidak bermakna apapun,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 296).

Angan-angan kemusyrikan dan kekufuran bukan sesuatu yang bermakna. Oleh karenanya, Allah memaafkan lintasan pikiran sekeji apapun yang memang di luar kuasa manusia. Tetapi lintasan pikiran semacam ini mesti segera ditepis dengan mengalihkan perhatian batin kita kepada hal lain sebagai keterangan berikut ini:

 

 

 

وسبب العفو ما ذكرناه من تعذر اجتنابه، وإنما الممكن اجتناب الاستمرار عليه فلهذا كان الاستمرار وعقد القلب حراما ومهما عرض لك هذا الخاطر بالغيبة وغيرها من المعاصي، وجب عليك دفعه بالاعراض عنه وذكر التأويلات الصارفة له عن ظاهره


Artinya, “Sebab pemaafan atas apa yang kami uraikan adalah karena tidak mungkin menghindari angan-angan yang terbersit. Yang mungkin dilakukan adalah menghindari kelanggengannya dan menghindari pembenaran oleh hati. Ketika ghibah dan maksiat lain terbersit di benakmu, maka kamu wajib menolaknya dengan cara berpaling atau memaknainya dengan tafsiran yang berseberangan dari harfiyahnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 296).

Benih-benih kemusyrikan dan kekufuran ini tumbuh di hati orang beriman. “Pikiran-pikiran” terlarang itu mencoba mengganggu keyakinan orang yang beriman. Pikiran yang terbersit itu memang menggoda anak manusia karena semata keimanan yang tertanam di hati mereka sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini:

 

 

 

وحكي أن رجلا شكا إلى النبي صلى الله عليه وسلم وسوسة الشيطان فقال إن الشيطان لا يدخل بيتا ليس فيه شيئ، فذلك من محض الإيمان.


Artinya, “Diceritakan bahwa seorang sahabat mengadu kepada Nabi SAW perihal was-was yang diembuskan setan. Rasulullah SAW mengatakan, ‘Setan tidak masuk rumah di mana tak ada apapun di dalamnya.’ Itu semata-mata karena iman,” (Lihat Syekh Said M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 H/1433-1434 M], juz I, halaman 246).

Syekh Ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj mengajarkan sebuah doa agar Allah SWT menyelamatkan kita dari kemusyrikan dan gangguan pikiran yang dapat membawa kekufuran. Doa ini disarankan dibaca sebagai tambahan doa duduk di antara dua sujud.

 

 

 

رَبِّ هَبْ لِي قَلْبًا تَقِيًّا نَقِيًّا مِنْ الشِّرْكِ بَرِّيًّا لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا وَارْفَعْنِي وَارْحَمْنِي


Rabbi hab lî qalban taqiyyâ, naqiyyan minas syirki bariyya, lâ kâfiraw walâ syaqiyyâ, warfa‘nî warhamnî.

Artinya, “Tuhanku, berikan untukku anugerah hati yang takwa, suci-bebas dari syirik, tidak kufur, dan tidak celaka. Tuhanku, angkatlah derajatku dan turunkan rahmat-Mu bagiku.”

Semoga Allah SWT melindungi akidah kita dari dosa kemusyrikan dan kekufuran. Di samping itu, kita juga dianjurkan untuk menguatkan kembali akidah melalui kajian sifat dua puluh atau akidah 50 dalam pengertian Ahlussunah wal Jamaah. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

 

 


Terkait

ADVERTISEMENT BY OPTAD