Ilmu Tauhid

Sikap Umat Islam atas Pertikaian Sahabat Rasulullah SAW

Selasa, 6 November 2018 | 14:45 WIB

Pertikaian di kalangan sahabat Rasulullah SAW terjadi untuk pertama kali ketika Rasul wafat. Pertikaian terjadi ketika mereka membahas siapa yang berhak mengambil tongkat estafet kepemimpinan setelah Rasulullah SAW wafat.

Guru besar Ahlussunnah wal Jamaah Syekh Abul Hasan Al-Asy‘ari menyebut pertikaian pertama yang terjadi di tengah umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW. Pertikaian ini dipicu oleh persoalan politik.

واول ما حدث من الاختلاف بين المسلمين بعد نبيهم صلى الله عليه و سلم اختلافهم في الإمامة وذلك أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لما قبضه الله عز و جل ونقله إلى جنته ودار كرامته

Artinya, “Pertikaian pertama yang terjadi di kalangan umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW adalah pertikaian mereka perihal kepemimpinan (politik). Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah SAW wafat dan beralih ke sisi-Nya yang mulia,” (Lihat Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, Maqalatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Mushallin, [Beirut, Al-Maktabah Al-Ashriyah: 1990 M/1411 H], juz I, halaman 39).

Pertikaian yang melibatkan massa besar beberapa tahun kemudian juga terjadi, yaitu antara Sayyidina Ali RA dan Muawiyah RA. Di sini para sahabat terbelah menjadi tiga blok. Satu blok di pihak Sayyidina Ali RA. Blok lainnya membela Muawiyah RA. Sementara sekelompok sahabat mengambil sikap nonblok.

وقد تشاجر بين علي ومعاوية رضي الله تعالى وقد افترقت الصحابة ثلاث فرق فرقة اجتهدت فظهر لها أن الحق مع علي  فقاتلت معه و فرقة اجتهدت فظهر لها أن الحق مع معاوية فقاتلت معه وفرقة وقفت

Artinya, “Pertikaian terjadi antara Sayyidina Ali RA dan Muawiyah RA. Para sahabat terbelah menjadi tiga. Sekelompok berijtihad dan hasilnya mengatakan bahwa kebenaran berada di pihak Sayyidina Ali RA, lalu mereka berdiri di barisan Sayyidina Ali RA. Sekelompok lagi berijtihad dan hasilnya mengatakan bahwa kebenaran berada di pihak Muawiyah RA, lalu mereka berdiri di blok Muawiyah RA. Sedangkan kelompok lainnya mengambil sikap nonblok,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun] halaman 88-89).

Atas pertikaian ini, ulama ahlussunnah wal jamaah menyatakan bahwa tiga sikap politik sahabat ini didasarkan pada ijtihad. Mereka semua adalah ahli ijtihad dan mendapat penyaksian keadilan dari Allah dan rasul-Nya.

Umat Islam yang datang kemudian, dalam pandangan ulama ahlussunnah wal jamaah, perlu mencari penafsiran yang moderat agar tidak terjebak pada bela-membela dan tuding-menuding yang melewati batas.

وقد قال العلماء المصيب بأجرين والمخطئ بأجر وقد شهد الله ورسوله لهم بالعدالة والمراد من تأزيل ذلك أن يصرف إلى محمل حسن لتحسين الظن بهم فلم يخرج واحد منهم عن العدالة بما وقع بينهم لأنهم مجتهدون

Artinya, “Para ulama mengatakan bahwa pihak yang benar mendapatkan dua pahala. Sedangkan pihak yang salah mendapatkan satu pahala. Allah dan rasul-Nya bersaksi atas keadilan mereka. Yang dimaksud dengan takwil di sini adalah memalingkan pandangan pada kemungkinan baik agar menjaga baik sangka terhadap para sahabat Rasulullah karena tiada satu pun dari mereka yang keluar dari sikap adil atas apa yang mereka alami. Mereka adalah para mujtahid,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun] halaman 89).

Para ulama ahlussunnah wal jamaah menganjurkan umat Islam sepeninggal peristiwa berdarah itu untuk mengabaikan perbincangan berlarut-larut perihal pertikaian tersebut. Kalau pun terlanjur membahas, umat Islam sesudahnya perlu menjauhi sikap dengki dalam membincangkan peristiwa itu.

وأول التشاجر الذي ورد إن خضت فيه واجتنب داء الحسد

Artinya, “Awal pertikaian di antara mereka adalah apa yang tersebut. Jika kau tenggelam di dalamnya, jauhilah penyakit dengki,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Laqqani, Jauharatut Tauhid pada Hamisy Tuhfatul Murid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun] halaman 89).

Penyakit dengki yang dimaksud di sini adalah sikap pemihakan berlebihan yang tidak diridhai oleh Allah dan rasul-Nya. Pasalnya, banyak orang terjebak pada sikap ekstrem di satu pihak dan menyalahkan pihak lain ketika membicarakan masalah ini.

والمراد داء الحسد الحامل على الميل مع أحد الطرفين على وجه غير مرضي وقد قال صلى الله عليه وسلم الله الله في أصحابي لا تتخذوهم غرضا من بعدي من آذاهم فقد آذاني ومن آذاني فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه

Artinya, “Yang dimaksud dengan penyakit dengki adalah membawa penfsiran cenderung pada salah satu pihak atau blok yang bertikai secara berlebihan yang tak diridhai. Rasulullah SAW bersabda, ‘(Takutlah) kepada Allah. (Takutlah) kepada Allah perihal sahabatku. Jangan jadikan mereka bulan-bulanan sepeninggalku. Siapa saja yang menyakiti mereka, maka ia menyakitiku. Siapa saja yang menyakitiku, maka ia ‘menyakiti’ Allah. Siapa saja yang ‘menyakiti’ Allah, maka ia cukup dekat dengan siksa-Nya,’” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun] halaman 89).

Ulama ahlussunnah wal jamaah kemudian menyimpulkan bahwa umat Islam harus berhati-hati atas konflik atau perbedaan yang melibatkan umat Islam termasuk dalam hal politik.

Ulama ahlussunnah wal jamaah telah mengambil banyak pelajaran dari sejarah dan mengingatkan umat Islam sesudahnya untuk bersikap wajar dalam bersikap, tidak fanatik menyikapi perbedaan pilihan di kalangan umat Islam agar tidak melahirkan keretakan di tengah umat Islam bahkan ekstremnya saling mengafirkan atau menafikan keimanan muslim lainnya.

Bagi ulama ahlussunnah wal jamaah, pembahasan kembali pertikaian politik di masa lalu, dan termasuk juga di masa kini yang berlarut-larut dan melahirkan sikap fanatik dengan penyakit dengki merupakan tindakan berlebihan yang tidak produktif. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)


Terkait

ADVERTISEMENT BY OPTAD