Nasional

Kementerian HAM Dinilai Tak Tegas Hadapi Kasus Perusakan Rumah Ibadah di Cidahu

Rabu, 9 Juli 2025 | 10:30 WIB

Kementerian HAM Dinilai Tak Tegas Hadapi Kasus Perusakan Rumah Ibadah di Cidahu

Gambar ini hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online
Pernyataan Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta yang menyebut bahwa Kementerian HAM siap mengajukan penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka perusakan rumah ibadah di Cidahu, Kabupaten Sukabumi, menuai kritik keras.


Kementerian HAM dinilai lamban dan tidak tegas, karena hingga kini belum ada sikap atau kebijakan resmi untuk menghadapi kasus perusakan rumah ibadah di Cidahu itu. Amnesty International Indonesia menilai sikap tersebut menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi kelompok minoritas.


Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, rencana penangguhan penahanan yang dilontarkan Stafsus Menteri HAM itu sangat tidak sensitif dan bertentangan dengan kewajiban negara menjamin kebebasan beragama.


"Ini adalah pernyataan yang tidak sensitif dan bertentangan dengan kewajiban negara dalam melindungi hak menjalankan agama dan kepercayaan sesuai keyakinan warga," kata Usman dalam pernyataan tertulis yang diterima NU Online pada Rabu (9/7/2025).


Ia menegaskan, langkah tersebut justru memberikan sinyal bahwa negara menoleransi kekerasan berbasis kebencian agama.


"Apa yang terjadi di Cidahu adalah contoh kekerasan berbasis kebencian agama. Alih-alih mengutuk, Kementerian HAM justru berdiri di samping para pelaku. Ini sangat ironis dan menyakiti perasaan korban," lanjutnya.


Usman juga mengecam wacana penyelesaian kasus ini melalui mekanisme restorative justice.


"Bagaimana mungkin kasus seserius itu tidak dibawa ke meja hijau? Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di luar mekanisme hukum yang benar dan adil hanya memperkuat budaya impunitas," tegas Usman.


Amnesty mendesak Kementerian HAM membatalkan rencana penangguhan dan memastikan para pelaku diadili sesuai hukum.


"Kementerian HAM harus mendorong penyelesaian hukum kasus ini untuk menghadirkan keadilan bagi korban," pungkasnya.


Beda suara di internal Kementerian HAM

Sebelumnya, Thomas Harming Suwarta menyatakan bahwa kementeriannya tengah mengusulkan agar tujuh tersangka diberikan penangguhan penahanan, serta mendorong penyelesaian damai antarwarga.


"Kami berpendapat dan mengusulkan bahwa jalan terbaik yang sebaiknya ditempuh adalah jalan rekonsiliasi dan perdamaian melalui restorative justice, yang tentu saja harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Thomas saat hadir langsung ke Cidahu, beberapa hari setelah kejadian.


Thomas juga mengatakan bahwa Kemenham siap menjadi penjamin dalam proses penangguhan penahanan tersebut karena menilai kasus ini terjadi akibat adanya miskomunikasi di masyarakat.


Menanggapi polemik ini, Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan bahwa pernyataan Stafsusnya itu merupakan pandangan pribadi yang tidak mewakili sikap resmi kementerian.


"Sebagai Menteri HAM RI saya tidak akan menindaklanjuti usulan spontanitas Thomas S Suwarta, Staf Khusus Menteri HAM. Karena itu mencederai perasaan ketidakadilan bagi pihak korban. Tindakan yang bertentangan dengan hukum adalah perbuatan dari individu/personal yang bertentangan dengan Pancasila," kata Pigai dikutip dari akun pribadi X-nya.


Ia menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan resmi dari kementerian karena pihaknya masih menunggu laporan dari Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat.


"Sampai saat ini kami belum mengeluarkan surat atau sikap resmi dari kementerian karena sedang menunggu laporan dari Kantor Wilayah Jawa Barat. Demikian untuk menjadi perhatian," terangnya.