Adapun shalat rawatib dalam sehari berjumlah 20 rakaat sebagaimana disebutkan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibary (987 H) dalam kitab Fathul Muin:
Artinya, “Disunnahkan shalat sunah 4 rakaat sebelum shalat ashar, 4 rakaat sebelum dzuhur dan setelahnya, 2 rakaat setelah maghrib dan disunahkan menyambung 2 rakaat ba’diyah maghrib dengan shalat fardhu, dan tidak hilang keutamaan menyambung 2 rakaat ba’diyah maghrib sebab melakukan zikir ma’tsur setelah shalat fardhu, kemudian setelah isya 2 rakaat yang ringan, begitu juga 2 rakaat sebelum shalat isya jika tidak sibuk menjawab azan. Apabila di antara azan dan iqamat ada waktu luang untuk mengerjakan 2 rakaat sebelum isya, maka dapat dikerjakan. Jika tidak, maka diakhirkan (setelah shalat isya), dan dua rakaat setelah subuh. (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibary, Fathul Muin Syarh Qurrotil ‘Ain bi Muhimmatid Din [Dar Ibni Hazm] halaman 158-159).
Adapun di antara shalat itu yang lebih muakkad ada sepuluh sebagaimana disebutkan Syekh Zainuddin Al-Malibary:
Artinya, “Shalat-shalat rawatib yang muakkad ada 10 rakaat: 2 rakaat sebelum subuh, 2 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat setelah dzuhur, 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat setelah isya,” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibary, Fathul Muin Syarh Qurrotil ‘Ain bi Muhimmatid Din [Dar Ibni Hazm] halaman 159).
Amalan sunah muakkad sebagaimana yang diterangkan dalam ilmu ushul fiqih adalah:
Artinya, “Yaitu adalah Sunnah yang dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan kewajiban agama seperti azan, iqamat, dan shalat fardhu berjamaah.”
Artinya, “Masuk juga dalam sunah muakkad, perkara yang dilestarikan oleh Nabi dan tidak ditinggalkan kecuali sekali dua kali untuk menunjukan bahwa amalan itu tidak wajib. Contohnya seperti kumur-kumur ketika berwudhu, menghirup air ketika wudhu, dan shalat dua rakaat sebelum subuh. Sunah ini dinamakan sunah muakkadah atau sunatul huda.”
Artinya, “Sunah yang tidak muakkad adalah amalan yang nabi tidak selalu nabi laksanakan tiap saat, namun kadang-kadang melaksanakannya, kadang-kadang juga meninggalkannya. Contohnya shalat qabliyyah isya empat rakaat, puasa senin Kamis di setiap minggunya dan lain-lain,” (Lihat Tsuroya Mahmud Abdul Fattah [Muhadharat fi Ushulil Fiqih], halaman 82-83).
Nabi SAW selalu menjaga sepuluh rakaat salah sunah rawatib yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari di bab 2 rakaat sebelum dzuhur:
Artinya, “Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, ‘Aku menghapal dari Nabi SAW 10 rakaat yaitu: dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shubuh.”
Tidak ada kebaikan yang tidak berat untuk dilaksanakan, begitu juga dengan shalat sunah rawatib. Semoga kita dapat menjaga penyempurna shalat wajib ini, sekaligus menjalankannya secara istiqamah dengan izin-Nya. Wallahu a’lam. (Amien Nurhakim)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND