Ada sebuah pertanyaan menarik dari Charles Tilly, salah seorang yang dikenal sebagai teoritikus demokrasi terkemuka. Pertanyaan tersebut kurang lebihnya begini: โMeskipun kita merasa seperti layaknya dirampok oleh pemerintah dengan berbagai alasan yang kita sendiri tidak tahu maksudnya, namun mengapa kita dan para leluhur kita masih tetap harus membayar pajak?โ (Charles Tilly, Foreword, dalam Isaac W. Martin, Ajay K. Mehrotra dan Monica Prasad, The New Fiscal Sociology: Taxation in Comparative and Historical Perspective, Cambridge: Cambridge University Press, 2009: x).ย
Pertanyaan Charles Tilly ini adalah layaknya pertanyaan masyarakat pada umumnya yang awam dengan dunia akademis dan perpajakan sehingga tidak mengetahui untuk apa sebenarnya pajak itu dibayarkan dan apa yang melatarbelakangi dipungutnya pajak? Baru-baru ini bahkan penulis sempat ditegur oleh seorang pembaca kolom ekonomi syariโah, jika pajak memang merupakan sebuah hak lain yang melekat pada harta untuk yang selain zakat yang harus dibayarkan kepada pemerintah, bagaimana bila ada seorang pemilik kendaraan motor yang kendaraannya mati karena telat bayar pajak lalu ia lewat jalan yang dibangun oleh pemerintah dengan pajak? Pertanyaan ini serasa geli-geli nikmat bila dirasakan. Bagaimana tidak? Pajak sudah diterapkan bertahun-tahun dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia, dan kenapa sekarang masih pula dipertanyakan.ย
Joseph A. Schumpeter โ ekonom skolastik dari Austria โ yang ternyata isi bukunya banyak mengadopsi pemikiran al-Ghazรขli, suatu ketika pernah menyatakan: โSpirit sebuah bangsa, tingkat budaya, struktur sosial, dan sejarah perkembangan kebijakannya, seluruhnya adalah terekam pada sejarah perpajakan yang dimilikinya. Mereka yang paham dengan hal ini akan mampu menemukan kilatan peradaban bangsa tersebut yang lebih terang dibanding sumber mana pun.โ (Richard Swedberg, Joseph A. Schumpeter: The Echonomics of Sociology of Capitalism, Princeton: Princeton University Press, 1991: 99).ย
Jika seorang Schumpeter (Abad ke-12) yang bangunan teori ekonominya saja banyak mengadopsi dari Islam justru menemukan sisi baik dari peradaban perpajakan yang pastinya teorinya juga ia dapatkan dari Islam, lantas mengapa justru kita selaku umat Islam tidak bangga dengan peradaban itu? Padahal, teori perpajakan Adam Smith (Abad ke-18) yang dituangkan dalam The Maxim of Taxation serta menjadi pedoman sistem perpajakan dunia modern sekarang justru banyak kemiripan dengan Kitab Al-Kharรขjย karya Abรป Yรปsuf al-Kรปfi. Inilah uniknya kita. Orang lain sudah jauh berlomba mengembangkan khazanah kita, justru kita selaku pewaris sah khazanah itu malah menolaknya. Bahkan sempat ada tulisan yang merekam hasil ceramah seorang ustadz dan mengharamkan pajak serta disampaikan di hadapan petugas perpajakan.ย
Baca juga:
โข Pemikiran Abu Yusuf soal Ekonomi Negara dalam Kitab Al-Kharaj
โข Sumber Keuangan Pajak Menurut Abu Yusuf dan Adam Smith
โข Penjelasan Hadits โTak Ada Hak Lain dalam Harta Selain Zakatโ
Sebuah dalil hadits yang dipergunakan oleh pihak yang mengharamkan pajak, adalah sebagai berikut:
ุนููู ุฃูุจููู ุงููุฎูููุฑู ุฑูุถููู ุงูููููู ุนููููู ููุงูู ุนูุฑูุถู ู
ูุณูููู
ูุฉู ุจููู ู
ูุฎููููุฏู ููููุงูู ุฃูู
ููุฑูุง ุนูููู ู
ูุตูุฑู ุฑููู ูููููุน ุจููู ุซูุงุจูุชู ุฑูุถููู ุงูููููู ุฃููู ููููููููููู ุงููุนูุดูููุฑู ููููุงูู ุฅูููููู ุณูู
ูุนูุชู ุฑูุณููููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู
ู ูููููููู ุฅูููู ุตูุงุญูุจู ุงููู
ูููุณู ูููู ุงููููุงุฑู
โDari Abu Khair radhiyallahu โanhu beliau berkata: โMaslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan al-usyur kepada Ruwafi bin Tsabit radhiyallahu โanhu, maka ia berkata: โAku mendengar Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya para penarik al-maksi (diazab) di nerakaโ(HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930).ย
Sebenarnya hadits ini asalnya terdapat di dalam kumpulan kitab Dlaโif al-Jรขโmiah al-Shaghรฎr dan Dlaโif al-Targhib. Namun, karena ada sanad lain yang dinilai shahih oleh Albani, yaitu sanad dari Hadits Ibn Lahiโah dari Qutaibah, maka Albani kemudian memindahkannya dalam kumpulan hadits yang dinilainya shahih, yaitu Kitab Shahih al-Jรขmiโ dan Kitab Shahรฎh al-Targhib. (Albani, Silsilatu al-Shahรฎhah 7, Riyadh: Al-Thabโah li al-Tauziโ, tt.: 1198-1199).
Hadits lain yang dipakai sebagai hujah oleh para pengharam pajak, adalah sebagai berikut:
ู
ููุง ูุงุฎุงูุฏ ููุงูุฐู ููุณู ุจูุฏู ููุฏ ุชุงุจุช ุชูุจุฉ ูู ุชุงุจูุง ุตุงุญุจ ู
ูุณ ูุบูุฑ ูู ุซู
ุฃู
ุฑ ุจูุง ูุตูู ุนูููุง ูุฏููุช
Artinya: โPelan-pelan wahai Khalid! Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, sungguh ia telah bertobat yang apabila seseorang pemungut โmaksinโ bertobat dengan cara itu, maka pasti ia akan diampuni. Lalu Nabi SAW memerintahkan agar jenazah perempuan itu dishalatkan dan dikuburkan.โ (Hadits Riwayat Imam Muslim No. 1695, Ahmad No. 16605, Abรป Dawud No. 4442, Baihaqi No, 221).ย
Dari kedua hadits tersebut, pihak yang mengharamkan pajak memaknai kalimat ุตุงุญุจ ู
ูุณ sebagai โpetugas penarik pajak.โ Jadi, kata kuncinya, adalah apakah benar bahwa maksun sama dengan pajak? Mari kita uji dalam literatur lain!
ุงูู
ูุณ ูู ุฌุจุงูุฉ ูุถุฑูุจุฉ ูุงูุช ู
ูุถูุนุฉ ุนูู ุงูุณูุน ูู ุงูุฌุงูููุฉ ููุงูุช ู
ู ุงูุชุณูุท ุงูุธุงูู
ูุฃุฎุฐ ุฃู
ูุงู ุงููุงุณ ุจุบูุฑ ุญู
Artinya: โAl-maksu adalah pungutan atau tarikan yang ditetapkan atas suatu harta dagangan pada masa jahiliyah. Itu termasuk kategori perbuatan penguasaan yang dhalim dan termasuk pula sebagai perbuatan mengambil harta orang lain tanpa hak.โย
ูุงูุฐู ุฌุฑู ุงูุนุฑู ูู ุจูุงุฏูุง ุฃููู
ูุทูููู ุงูู
ูุณ ุนูู ู
ุง ูุฃุฎุฐู ู
ูุชุฑู ุงูุณูู ู
ู
ู ููุชุตุจูู ูุจูุน ู
ูุชูุฌุชูู
ููู ูู
ุง ูุงู ูุฐุง ุงูู
ุงู ุงูุฐู ูุฏูุนู ุงูุนุงุฑุถ ูุงููุชูุน ุจู ุดุฎุต ู
ุนูู ูุฅูู
ุง ูู ู
ุงู ูุตุฑู ูู ุงูู
ุตุงูุญ ุงูุนุงู
ุฉ ุฅุณูุงู
ุง ู
ู ุงูุนุงุฑุถูู ูู ู
ูุฒูููุฉ ุงูุจูุฏููุฉ ุฃู ุงูุฏููุฉ ููู
ุง ูุงูุช ุงูุจูุฏูุฉ ุฃู ุงูุฏููุฉ ู
ูุฒุงููุง ู
ุถุจูุทุง ุตุฑูุง ููุจุถุง ูู
ุฑุงูุจุง ู
ู ู
ุคุณุณุงุช ูุงุฆู
ุฉ ุนูู ุญุณู ุงูุชุตุฑู ูุฅูู ุจุฐูู ูููู ุงูู
ุงู ุงูู
ุฃุฎูุฐ ุฌุงุฑูุง ู
ุฌุฑู ุงูุถุฑุงุฆุจ ุงูุชู ุชุฏูุน ู
ู ุงูุฃูุฑุงุฏ ุฅูู ุงูุฏููุฉ ูุชููู
ุจู
ุตุงูุญูู
ููู ุจุฐูู ุฌุงุฆุฒุฉ ูุงุญุฑู
ุฉ ูููุง
Artinya: โUrf yang berlaku di negara kita (Tunisia) yang sering disebut sebagai al-maksi adalah harta yang dipungut oleh petugas pasar dari orang-orang yang menjual barang produksi mereka. Apabila harta pungutan tersebut diserahkan secara insidentil dan tidak dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu melainkan ditasarufkan untuk kemaslahatan umum seperti membiayai kegiatan-kegiatan insidentil terukur oleh wilayah atau negara, dan apabila wilayah atau negara menetapkan aturannya yang mencakup besaran, tujuan hendak dipergunakan, penerimaannya serta diawasi oleh badan-badan khusus sehingga penyalurannya dapat berlangsung baik, maka harta sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka termasuk bagian dari iuran yang dibayarkan oleh individu kepada negara agar tercapai kemaslahatan. Hukum dari iuran / pungutan seperti ini adalah boleh serta tidak haram.โ (Lihat http://www.di.tn/DetailsFatwa.aspx?FatawaId=24&CategorieId=6).
Baca juga:
โข Tulisan KH Sahal Mahfudh: Pajak dan Peranan Kiai
โข Hukum Bekerja di Kantor Perpajakan dan Bea Cukaiย
Dengan menyimak apa yang disampaikan oleh Majelis Fatwa Tunisia di atas, maka disimpulkan bahwa ada perbedaan antara al-maksu yang dipungut dan berlaku pada zaman jahiliyah dengan al-maksu (dlaraib) yang dipungut oleh negara. Letak bedanya ada pada status legal formalnya al-maksu menurut negara atau tidak. Jika ada legal formal menurut negara dengan ditetapkan besarannya, serta diawasi penyalurannya, maka al-maksu seperti ini tidak disebut sebagai pungutan liar. Istilah kontemporer menyebutnya sebagai Pajak. Berbeda dengan al-maksu yang diambil oleh perorangan pada zaman jahiliyah (sebagaimana disampaikan dalam hadits di atas), maka al-maksu semacam disebut dengan al-maksu yang haram karena tergolong pungutan liar (pemalakan).ย
Imam al-Nawรขwi sebagaimana dikutip dalam kitab Futรปhรขtu al-Rabbรขniyah ala al-Adzkรขri al-Nawรขwiyah menjelaskan pengertian al-maksu sebagai berikut:ย
ุงูู
ูุณ ุงูุถุฑูุจุฉ ุงูุชู ูุฃุฎุฐูุง ุงูู
ุงูุณ
Artinya: โAl-Maksu adalah pungutan yang diambil oleh pemungut liar.โ (Lihat Muhammad ibn Ali al-Bakri al-Syรขfiโi, Futรปhรขtu al-Rabbรขniyah ala al-Adzkรขri al-Nawรขwiyah,ย juz 7, Beirut: Dรขr al-Kutub Al-Ilmiyah, tt.: 84).
Sampai di sini jelas sudah bahwa yang dinamakan al-maksu menurut terma dasarnya adalah bermakna pungutan liar. Adapun pajak tidak bisa dikategorikan sebagai al-maksu, sebab ada aturan yang ditetapkan oleh negara atas pihak wajib pajak. Wallรขhu aโlam bish shawรขb.
Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim