Syariah

VIPlus, Platform Haram untuk Pencucian Uang Platform Vtube?

Sen, 5 April 2021 | 16:00 WIB

VIPlus, Platform Haram untuk Pencucian Uang Platform Vtube?

Vtube dan VIPlus adalah 2 entitas lembaga yang telah menjalin kerja sama.

VIPlus merupakan jenis platform baru dunia digital. Promosinya dilakukan di bawah bendera my.future business school dan menjelma menjadi sebuah perusahaan di bawah payung usaha PT Komunitas Cerdas Indonesia (PT KCI) dan bergerak dalam bidang jual beli produk-produk nutrisi kesehatan yang di produksi oleh PT Aimfoods Manufacturing Indonesia (AMI) [arsip].

 

Penting untuk diketahui bahwa logo my.future business school ini sebelumnya juga sudah pernah menerbitkan platform lain yang diberi nama Vtube dan secara tegas telah diputus sebagai telah menjalankan praktik money game dengan dalih menonton video iklan. Akan tetapi Vtube terbit di bawah payung usaha PT Future View Tech (Fvtech), dan secara tegas pula dinyatakan sebagai entitas ilegal oleh Tim Satgas Waspada Investasi (SWI).

 

 

Karena dua entitas Vtube dan Viplus memiliki brand logo yang sama, yaitu di bawah bendera my.future business school maka tanpa perlu banyak analisis yang panjang, kita sebenarnya sudah bisa menyimpulkan, bahwa:

  1. Vtube dan VIPlus adalah 2 entitas lembaga yang telah menjalin kerja sama. Fakta kerja sama ini diperkuat dengan adanya dokumen yang dipergunakan oleh bagian pemasaran Viplus yang berisi skema bagaimana member Vtube bisa beralih ke Viplus.
  2. Bukti kerja sama lainnya adalah level keanggotaan Vtube tidak mengalami perubahan ketika ia melakukan konversi ke Viplus. Bagi yang sudah level Diamond di Vtube, dia tetap menduduki posisi Diamondnya di Viplus. Bagi yang level Silver di Vtube, dia tetap menduduki level Silvernya di Viplus, yang notabene memiliki skema bisnis yang berbeda.
  3. Fakta menarik lainnya adalah Vtube selama ini memiliki produk yang dijadikan sarana bisnis bagi anggotanya, yaitu lewat produksi harta fiktif digital yang diberi nama sebagai Viewpoin (VP). VP disebut sebagai harta fiktif disebabkan transaksi pencairannya harus dilakukan dengan jalan menjual ke anggota yang lain lewat exchange counter Vtube. Alhasil, VP adalah aset fiktif disebabkan karena ketiadaan unsur penjaminnya (underlying asset).
  4. Ketika keanggotaan Vtube melakukan megacopy menuju keanggotaan Viplus, secara otomatis dia akan langsung menerima PP (Purchase Poin) sebesar PP level keanggotaannya yang baru di Viplus, secara cuma-cuma dari Viplus. Padahal PP tersebut harus diperoleh oleh anggota Viplus yang sejak awal memutuskan bergabung dengan Viplus lewat aksi belanja produk nutrisi dan kesehatan.

 

Poin penting pertanyaannya adalah apakah Viplus secara sukarela telah menyediakan aset penjamin dari VP? Ini yang harus dibuktikan di atas kertas. Sebab, untuk level keanggotaan Bintang 6 di Vtube, ketika melakukan konversi (megacopy) ke Viplus dan menempati level Bintang 6 yang sama maka secara otomatis Vtuber yang telah konversi menjadi Vipluser ini akan mendapatkan PP sebesar kurang lebih 25.000 PP.

 

Sebagai catatan bahwa nilai 1 PP Viplus adalah setara dengan Rp1.000 (untuk hitungan bonus) dan Rp2.710 (untuk hitungan belanja). Alhasil, bagi Vtuber Bintang 6 yang konversi ke Viplus Bintang 6, dia memiliki 25.000 PP x 1000 rupiah bonus, sehingga total 25 juta. Bonus ini adalah bonus minimal yang diterima Vipluser konversian tanpa harus melakukan jual beli produk yang dipasarkan oleh Viplus. Apakah ini lazim? Sudah barang tentu tidak lazim. Sebab, tidak ada prestasi kerja apapun yang pernah diberikan oleh Vtuber yang telah bersalin rupa menjadi Vipluser tersebut.

 

Anda bisa bayangkan, Vtube bergerak dengan dalih misi menonton video iklan. Sementara Viplus bergerak selaku perusahaan yang menjalankan direct selling produk makanan dan nutrisi kesehatan dan kecantikan. Bagaimana mungkin keduanya bisa melakukan konversi keanggotaan yang tidak apple to apple (tidak nyambung dan saling mendukungg satu sama lain)?

 

Belum lagi, produk Viplus yang sifatnya belum tentu bisa diserap oleh masyarakat sehingga laris manis bak kacang goreng. Mengapa? Sebab harga terkecil produk yang dijual Viplus adalah sebesar 390 ribu rupiah dalam bentuk produk Glucoff, yaitu 30 kapsul anti diabetes yang memiliki khasiat yang sama dengan Glucovance yang dijual oleh Apotek K24 atau Kimia Farma, dengan kisaran harga 10 Tabletnya adalah 49 ribu rupiah.

 

Alhasil, untuk 30 tablet harganya berkisar 150 ribu rupiah. Itu pun, distribusi Glucovance harus melewati resep dokter. Tanpa resep dokter, tidak seorang pun bisa membelinya. Dan setiap kali pembelian lewat resep yang sama, hanya mendapatkan 3 strip dengan catatan ada struk pembelian yang sama. Jika struk pembelian itu disampaikan ke apotek yang berbeda, maka hanya bisa mendapatkan 1 strip yang berisi 10 Tablet.

 

Jadi, kalau tiba-tiba Viplus mendistribusikan Glucoff yang berfungsi sebagai anti diabetes tersebut tanpa adanya resep dokter, maka secara tidak langsung, perusahaan tersebut juga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan mengenai peredaran obat-obatan keras dan harus memiliki resep dokter. Ini adalah tinjauan dari sisi aturan perdagangan obat-obatan.

 

Lantas bagaimana terhadap sisi transaksi bisnisnya? Sudah barang tentu, tidak mungkin produk Glucoff akan mudah diserap oleh pasar. Alhasil, para member Viplus sudah pasti kerjanya tidak akan berusaha memenuhi dan mengejar target penjualan. Para Vipluser ini sudah barang tentu akan beralih ke ruang-ruang sebagai berikut:

  1. Mengejar pencarian anggota dan anggota, sehingga tercapai target Group Purchase Point (GPP). Mereka akan diminta untuk mengajak seluruh referralnya yang ada di Vtube agar bergabung di Viplus.
  2. Ketika anggota referral ini sudah bergabung di Viplus, maka mereka akan menempati level yang sama ketika ia di Vtube.
  3. Karena keanggotaan di Vtube, pihak referral bisa menyalip levelnya terhadap pihak yang mengajak (sponsor), maka keberadaan referral ini tetap akan dihitung sebagai bagian dari GPP Viplus sehingga mempengaruhi semakin besarnya komisi yang diterima oleh pihak sponsor.

 

Melihat skenario dan ciri-ciri di atas, maka dalam hal ini penulis selaku peneliti di eL-Samsi, mengambil hipotesis awal bahwa Viplus pada dasarnya adalah perusahaan yang dibentuk sebagai ajang untuk mendukung praktik cuci uang (money laundering) dari para Vtuber. Bukti terdekat adalah keberadaan VP yang masih berstatus sebagai harta fiktif digital, dan level keanggotaan Vtube yang tidak berubah ketika masuk ke Viplus. Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag, Direktur eL-Samsi dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur