Syariah

Perbedaan Ulama soal Daging Sembelihan Tanpa Mengucap Basmalah

NU Online  ยท  Kamis, 26 Juli 2018 | 10:30 WIB

Perbedaan Ulama soal Daging Sembelihan Tanpa Mengucap Basmalah

Ilustrasi (wa-gulf.com)

Tak terasa sebentar lagi kita akan menghadapi bulan Dzul Hijjah, yang sering disebut dengan bulan kurban atau bulan haji, sebab di dalam bulan ini terjadi beberapa peristiwa penting bagi kaum muslimin, sebut saja salah satunya adalah memotong hewan kurban.

Hukum memotong kurban sendiri adalah sunnah muakkad, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ibnu Qasim al-Ghazzi:

ูˆูŽุงู„ุฃูุถู’ุญููŠุฉู ุณูู†ู‘ูŽุฉูŒ ู…ูุคูŽูƒู‘ูŽุฏูŽุฉูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ูƒูููŽุงูŠูŽุฉูุ› ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูŽุชูŽู‰ ุจูู‡ูŽุง ูˆูŽุงุญูุฏูŒ ู…ูู†ู’ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุจูŽูŠู’ุชู ูƒูŽููŽู‰ ุนูŽู†ู’ ุฌูŽู…ููŠู’ุนูู‡ูู…ู’. ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽุฌูุจู ุงู„ู’ุฃูุถู’ุญููŠุฉู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุจูุงู„ู†ู‘ูŽุฐู’ุฑู

โ€œBerkurban hukumnya sunnah muakkad kifayah; apabila satu orang berkurban untuk keluarganya maka sudah mencukupi semuanya, dan tidak wajib berkurban kecuali jika ia bernadzar. (Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazzi, Fathul Qarรฎb al-Mujรฎb fรฎ Syarh Alfรขdhit Taqrรฎb, Beirut, Daar Ibn Hazm, 2005, halaman 311)

Proses penyembelihan hewan sangat penting, karena hal ini menyangkut juga dengan diterima atau tidaknya pahala kurban kita. Beberapa anjuran dalam pelaksanaan kurban penting diperhatikan, seperti menyembelih hewan kurban mesti dilakukan setelah selesai shalat Id (tidak boleh sebelum shalat Id), dan menggunakan pisau yang tajam agar tidak terlalu menyakiti hewan sembelihan.

Namun, bagaimana dengan hukum membaca basmalah atau menyebut nama Allah bagi tukang jagal ketika proses penyembelihan?

Di sini ada dua pendapat yang masyhur, yaitu Jumhur (mayoritas ulama, dalam hal ini Malikiyah, Syafiโ€™iyah, dan Hanabilah) dan Hanafiyah. Jumhur berpendapat bahwa hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi:

ูˆูŽูŠูุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ุฐู‘ูŽุจู’ุญู ุฎูŽู…ู’ุณูŽุฉู ุฃูŽุดู’ูŠูŽุงุกูŽ: ุฃูŽุญูŽุฏูู‡ูŽุง (ุงู„ุชู‘ูŽุณู’ู…ููŠูŽุฉู) ููŽูŠูŽู‚ููˆู’ู„ู ุงู„ุฐู‘ูŽุงุจูุญู ยซุจูุณู’ู…ู ุงู„ู„ู‡ูยป. ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽูƒู’ู…ูŽู„ู ยซุจูุณู’ู…ู ุงู„ู„ู‡ู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุงู„ุฑู‘ูŽุญููŠู’ู…ูยปุ› ููŽู„ูŽูˆู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูุณูŽู…ู‘ู ุญูŽู„ู‘ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ุจููˆู’ุญู.

โ€œLima perkara yang disunnahkan ketika menyembelih. Pertama, menyebut nama Allah. Artinya, si penyembelih menyebut โ€˜bismillahโ€™, dan paling sempurnanya adalah 'bismilLahirrahmanirrahim'; seandainya dia tidak menyebut nama Allah maka tetap halal sembelihannya. (Syekh Muhammad bin Qasim, Fathul Qarรฎb al-Mujรฎb fรฎ Syarh Alfรขdhit Taqrรฎb, Beirut, Daar Ibn Hazm, 2005, halaman 313)

Berbeda dari Hanafiyah, mereka berpendapat bahwa menyebut nama Allah dalam sembelihan hukumnya wajib. Hal ini mereka dasarkan pada Surat al-Anโ€™am ayat 121:

ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽุฃู’ูƒูู„ููˆุง ู…ูู…ู‘ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ูŠูุฐู’ูƒูŽุฑู ุงุณู’ู…ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽููุณู’ู‚ูŒย 

Artinya: โ€œDan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.โ€ (Q:S Al-Anโ€™am: 121)

Hanafiyah tidak men-takhsish (merinci penjelasan) ayat di atas dengan hadits ahad, yaitu:

ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ: ุฐูŽุจููŠุญูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ู ุญูŽู„ูŽุงู„ูŒ ุฐูŽูƒูŽุฑูŽ ุงุณู’ู…ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูˆู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฐู’ูƒูุฑู’

Rasulullah Saw bersabda: โ€œSembelihan Muslim halal, dengan menyebut nama Allah (ketika menyembelih) maupun tidak.โ€ (Sunan al-Baihaqi)

Jumhur ulama memperbolehkan menyembelih tanpa mengucap basmalah karena men-takhsish ayat dalam Surat Al-Anโ€™am itu dengan hadits tersebut. Dasar perbedaanya berakar dari boleh tidaknya men-takhsish dalil qathโ€™i seperti Al-Qurโ€™an dengan dalil dhannรฎ seperti hadits ahad yang belum mencapai derajat mutawatir. Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitab Ushรปl al-Fiqh al-Islรขmy:

ุฑูŽุฃูŽู‰ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽูููŠู‘ูŽุฉู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽุง ูŠูŽุฌููˆู’ุฒู ุชูŽุฎู’ุตููŠู’ุตู ุงู„ู’ุนูŽุงู…ู ุงู„ู’ู‚ูŽุทู’ุนููŠู‘ู ุจูุงู„ุธู‘ูŽู†ู‘ููŠู‘ู: ู„ูุฃูŽู†ูŽู‘ ุฏูู„ูŽุงู„ูŽุฉูŽ ุงู„ุนูŽุงู…ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽูู’ุฑูŽุงุฏูู‡ู ู‚ูŽุทู’ุนููŠู‘ูŽุฉุŒ ูˆูŽู‚ูŽุทู’ุนููŠู‘ู ุงู„ู’ูƒูุชูŽุงุจู ูˆูŽุงู„ุณู‘ูู†ู‘ูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูุชูŽูˆูŽุงุชูุฑูŽุฉู ู„ูŽุง ูŠูŽุตูุญู‘ู ุชูŽุฎู’ุตููŠู’ุตูู‡ู ุจูุงู„ุธู‘ูŽู†ููŠู‘ู ูƒูŽุฎูŽุจูŽุฑู ุงู„ูˆูŽุงุญูุฏู ูˆูŽุงู„ู’ู‚ููŠูŽุงุณูุŒ ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ุชู‘ูŽุฎู’ุตููŠู’ุตูŽ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ูู…ู’ ุงู„ุชู‘ูŽุบู’ูŠููŠู’ุฑูุŒ ูˆูŽู…ูุบูŽูŠู‘ูุฑู ุงู„ู’ู‚ูŽุทู’ุนููŠู‘ู ู„ูŽุงูŠูŽูƒููˆู’ู†ู ุธูŽู†ู‘ููŠู‘ู‹ุง

โ€œHanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh men-takhsish dalil โ€˜รขm yang qathโ€™รฎ (bersifat pasti) dengan yang dhannรฎ (kurang pasti), sebab dalil โ€˜รขm bersifat pasti secara individunya, dan sifat pasti pada Al-Qurโ€™an dan hadits mutawatir tak dapat di-takhsish dengan dalil dhannรฎ seperti khabar wahid dan qiyas, karena takhsish menurut mereka adalah perubahan, dan sesuatu yang dhannรฎ (kurang pasti) tak dapat mengubah sesuatu yang qathโ€™รฎ (pasti).โ€ (Syekh Wahbah Zuhaili, Ushรปl al-Fiqh al-Islรขmy, Daarul Fikr, Damaskus, cetakan pertama tahun 1986, juz pertama halaman 252)

Baca juga:
โ€ข Ini Tiga Ilmu Bantu untuk Memahami Hadits Rasulullah
โ€ข Dialog Para Imam Mazhab soal Hadits
Oleh karena itu ulama Hanafiyah berpendapat bahwa sembelihan yang tidak disertai asma Allah tidak halal. Adapun dalam permasalahan takhsishย dalil qathโ€™รฎ dengan dhannรฎ, ulama Jumhur membolehkannya, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitab Ushรปl al-Fiqh al-Islรขmy:

ูˆูŽุฃูŽุฌูŽุงุฒูŽ ุงู„ู’ุฌูู…ู’ู‡ููˆู’ุฑู ู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ุชู‘ูŽุฎู’ุตููŠู’ุตูŽ: ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฏูู„ูŽุงู„ูŽุฉูŽ ุงู„ู’ุนูŽุงู…ู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽูู’ุฑูŽุงุฏูู‡ู ุธูŽู†ู‘ููŠู‘ูŽุฉู‹ุŒ ููŽูŠูŽุฌููˆู’ุฒู ุชูŽุฎู’ุตููŠู’ุตูู‡ู ุจูุงู„ุฏู‘ูŽู„ููŠู’ู„ู ุงู„ุธู‘ูŽู†ู‘ููŠู‘ู ู…ูู†ู’ ุฎูŽุจูŽุฑู ุงู„ู’ูˆูŽุงุญูุฏู ุฃูŽูˆู ุงู„ู’ู‚ููŠูŽุงุณู.

Ulama Jumhur membolehkan takhsish ini (qathaโ€˜รฎ dengan dhannรฎ), sebab dalil โ€˜am bersifat dhannรฎ secara individunya, maka boleh men-takhsishย dalil qathaโ€˜รฎ dengan dalil dhannรฎ berupa khobar wahid dan qiyas. (Syekh Wahbah Zuhaili, Ushรปl al-Fiqh al-Islรขmy, Daarul Fikr, Damaskus, cetakan pertama tahun 1986, juz pertama halaman 252)

Begitulah penjelasan seputar perbedaan ulama dalam sembelihan yang tidak disebut nama Allah ketika penyembelihannya. Ulama Jumhur berpendapat boleh dimakan, dan Hanafiyah tidak.ย 

Kita sebagai warga Indonesia yang kebanyakan menganut mazhab Syafiโ€™i tentunya tak masalah memakannya. Namun diusahakan bagi para jagal hewan kurban untuk tetap menyebut nama Allah ๏ทป karena itu merupakan bagian dari sunnah yang dijalankan oleh Rasulullah ๏ทบ. Wallahu aโ€™lam. (Amien Nurhakim)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua