Syariah

Jangan Asal Ikut Praktik Haji Orang Awam Makkah

Ahad, 4 Agustus 2019 | 02:45 WIB

Jangan Asal Ikut Praktik Haji Orang Awam Makkah

Foto: hd.clarin.com.

Ibadah haji memiliki keistimewaan tersendiri. Ibadah ini memerlukan kekuatan fisik dan kekuatan finansial sekaligus. Ibadah ini juga membutuhkan pengetahuan jamaah haji perihal tata caranya karena ibadah ini hanya diwajibkan sekali seumur hidup.

Alm KH Hasbullah (1928-2016) sering mengingatkan jamaah majelis taklimnya di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, akan pentingnya pelajaran manasik haji. Pasalnya haji bukan ibadah harian yaitu shalat atau ibadah tahunan yaitu puasa yang pelajarannya selalu diingat dan diulang karena tingkat intensitas dan tingkat daruratnya.

Adapun materi manasik haji jarang dipelajari karena tingkat kebutuhannya yang rendah tanpa mengurangi tingkat kepentingannya. Sedangkan hukum mempelajari manasik haji adalah fardhu ain bagi jamaah haji.

Imam An-Nawawi menyebut kewajiban jamaah haji dalam mempelajari materi manasik haji pada Al-Idhah fi Manasikil Hajji, karyanya yang mengupas ibadah haji dan umrah secara khusus. Pengetahuan atas materi manasik haji berhubungan erat dengan keabsahan ibadah haji itu sendiri.

إذا آراد الحج آن يتعلم كيفيته وهذا فرض عين إذ لا تصح العبادة ممن لا يعرفها

Artinya, “Jika ingin beribadah haji, seseorang seharusnya mempelajari tata cara ibadah haji. Tindakan mempelajari ini merupakan fardhu ain (setelah jamaah memasang niat ihram) karena sebuah ibadah orang yang tidak memahami tata caranya tidak sah,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 20).

Tata cara ibadah haji mencakup rukun, wajib, sunnah, dan larangan-larangan haji. Hal ini ditambah dengan kerumitan dalam ibadah haji yang membedakan rukun dan wajib haji dari segi bobot dan konsekuensinya. Sementara pembedaan kedua tidak terjadi pada ibadah selain haji.

Tata cara ibadah haji menjadi cukup kompleks karena berkaitan waktu dan tempat yang telah ditentukan di samping doa-doa tertentu yang dibaca pada tempat tertentu. Sementara yang tidak boleh dilupakan adalah adab dan tujuan dari ibadah haji itu sendiri. Aspek ini juga yang membedakan ibadah haji dari ibadah lainnya.

Tiada jalan untuk mempelajari semua itu. Tetapi semua itu tidak perlu dianggap berat karena semua itu memang tidak harus dihafal. Jamaah haji dianjurkan untuk mengantongi buku saku, catatan ringkas, atau catatan terkait manual ibadah haji yang dapat menjadi panduan. Jamaah haji dapat mengulang pelajaran manasik haji dalam buku sakunya sepanjang perjalanan.

ويستحب آن يستصحب معه كتابا واضحا في المناسك جامعا لمقاصدها وآن يديم مطالعته وآن يكررها في جميع طريقه لتصير محققة عنده

Artinya, “Jamaah haji dianjurkan menyertakan sebuah buku panduan manasik haji yang jelas dan juga mencakup tujuan dari manasik haji itu sendiri. Ia juga dianjurkan untuk senantiasa melakukan muthalaah dan mengulang-ulang pelajarannya sepanjang perjalanan agar pelajaran itu benar-benar dipahami olehnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 20).

Buku saku dari sumber referensi terpercaya yang berisi petunjuk praktis ibadah haji ini sangat penting menjadi pegangan bagi jamaah haji. Buku saku ini lebih baik untuk dijadikan pegangan dalam ibadah haji daripada perilaku orang awam di Makkah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Menurut Imam An-Nawawi, adalah sebuah kekeliruan besar ketika jamaah haji mengikuti praktik manasik jamaah haji awam lainnya di Makkah. Kekeliruan besar ini berisiko tinggi pada ketidakabsahan ibadah haji kita. Imam An-Nawawi mengingatkan jamaah haji agar tidak terpedaya pada praktik manasik jamaah haji lainnya dari bangsa manapun dan pakaian keulamaan sekalipun.

ومن آخل بهذا خفنا عليه آن يرجع بغير حج لإخلاله بشرط من شروطه آو ركن من آركانه آو نحو ذلك وربما قلد كثير من الناس بعض عوام مكة وتوهم آنهم يعرفون المناسك فاغتر بهم وذلك خطآ فاحش

Artinya, “Siapa saja yang abai atas anjuran ini, kami khawatir ia pulang ke kampung halaman tanpa haji karena kekurangan salah satu syarat haji, rukun haji, atau sejenisnya. Banyak orang kerap kali mengikuti tata cara berhaji orang awam di Makkah dan menyangka bahwa mereka mengerti manasik sehingga jamaah haji yang mengikuti mereka terpedaya. Ini merupakan kekeliruan fatal,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 20).

Kewajiban mempelajari manasik haji ini merupakan putusan ijmak ulama. Kewajiban ini menuntut jamaah haji untuk memahami dan mengamalkan ketentuan manasik haji yang telah ditentukan praktik, waktu, dan tempatnya.

وآصل ذلك ما نقله الإمام الغزالي وغيره من إجماع المسلمين على آنه لا يجوز لآحد آن يقدم على فعل حتى يعلم حكم الله فيه

Artinya, “Dasar kewajiban mempelajari tata cara manasik haji ini ijmak umat Islam seperti dinukil oleh Imam Al-Ghazali dan imam lainnya bahwa seseorang tidak boleh melakukan sesuatu tindakan sehingga ia memahami hukum Allah perihal tindakan tersebut,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 20).

Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa calon jamaah haji dan umrah harus mempersiapkan diri sejak lama terkait materi manasik haji. Mereka dapat mengantongi buku saku panduan ibadah haji yang dapat dipertanggungjawabkan.

Haji merupakan ibadah mulia yang menuntut pengorbanan dan kompleksitasnya sendiri. Oleh karena itu, jamaah haji diimbau tidak melakukan praktik ibadah tersebut hanya karena ikut-ikutan jamaah haji awam yang lain di Makkah meski mereka penduduk Makkah sendiri karena tidak dapat dipertanggungjawabkan. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)