Hikmah

Siksa Kubur Orang yang Gemar Ghibah dan Adu Domba

Sen, 16 Januari 2023 | 06:00 WIB

Siksa Kubur Orang yang Gemar Ghibah dan Adu Domba

Ghibah dan mengadu domba merupakan perbuatan tercela (Ilustrasi: psmag)

Alkisah hiduplah seorang pemuda penduduk kota yang memiliki saudara perempuan yang tak tinggal bersamanya. Saudara perempuan itu tinggal di salah satu sudut kota bersama ibunya. Ya, pemuda itu sepertinya memiliki urusan lain hingga memaksanya untuk tidak tinggal bersama keluarganya.


Hingga suatu saat, saudara perempuannya mengadu kepada pemuda itu bahwa kondisinya sedang tidak baik. Ternyata perempuan itu sakit parah. Pemuda itu lantas bergegas pulang untuk menjenguk saudara perempuannya.


Nahas, tak lama kemudian perempuan itu meninggal dunia. Pemuda itu lantas merasa sangat bersalah. Ia merasa telah gagal menjaga keluarganya. Sebagai lelaki, ia merasa harus bertanggung jawab menebus segala kesalahannya.


Ia kemudian mengikuti segala proses pemularsaan jenazah saudarinya. Memandikan, mengkafani, menshalati dan ia juga ikut memikul jenazah saudarinya menuju pemakaman. Bahkan ia pun turun ke liang lahat untuk mengistirahatkan saudarinya itu.


Setelah prosesi pemakaman selesai, ia lantas pulang kembali ke rumah berkumpul dengan sanak saudara dan ibunya. Selang beberapa saat ia merasa kehilangan dompetnya. Setelah diingat-ingat, ternyata dompetnya jatuh di liang lahat dan ikut terkubur di makam saudarinya.


Ia kemudian meminta tolong seorang lelaki dari sahabatnya untuk menemani menggali ulang kuburan saudarinya. Keduanya kemudian mendatangi pemakaman dan mulai menggalinya. Ia dan sahabatnya menggali dengan kewaspadaan tinggi. Sembari mengamati setiap cangkul tanah yang barangkali terdapat dompet yang ia maksud. Dan benar, setelah galian mendekati jenazah, dompetnya pun berhasil ditemukan.


“Menyingkirlah sebentar dariku agar aku dapat melihat keadaan jenazah saudariku,” pinta pemuda itu kepada sahabatnya.


Sahabatnya pun lantas keluar dari liang lahat dan memakluminya. Sebagai seorang yang bersaudara dengan jenazah.Tentu ia ingin memastikan keadaan saudarinya di dalam lubang peristirahatan. Atau barang kali juga ada sepatah dua patah kata yang ingin diucapkan kepada saudarinya itu. Dan itu adalah privasi keluarga yang harus dihormati.


Saat ia mencoba menyingkap jasad saudara perempuannya, tetiba dari liang lahat terdapat api yang berpijar, menyemburat, dan seakan siap melahap jenazah itu dengan kobaran apinya. Ia begitu kaget. Ia lantas buru-buru keluar dari liang dan segera memerintahkan sahabatnya untuk kembali menutup makam saudarinya itu. Beruntung saja sang sahabat tidak begitu menyadari hal itu.


Pikirannya pun kacau. Hatinya begitu terpukul dan sedih. Ternyata saudara perempuan yang ia sayangi, mendapatkan siksa kubur yang pedih sekali. Ia lantas kembali ke rumah dengan gundah. Buru – buru ia mendekat kepada ibunda dan berbisik.


“Wahai ibu, ceritakanlah kepadaku bagaimanakah saudara perempuanku selama ia menjalani kehidupan di dunia?”


Merasa aneh dengan pertanyaan putranya. Sang ibu lantas menanyakan sebab mengapa ia menanyakan hal demikian. Ia pun menceritakan kejadian yang baru saja ia alami di pemakaman saudarinya. Namun anehnya, ibunya tak merasa kaget dan malah pandangannya menerawang jauh sembari berkisah.


“Dahulu saudarimu itu memiliki kebiasaan mendatangi pintu-pintu rumah tetangga. Ia kemudian menempelkan telinganya di daun pintu, untuk mencuri dengar perkara yang terjadi di dalam rumah tetangga. Maka ketika ia mendapatkan informasi baru, ia lantas mengumbar perkara itu, berlaku ghibah, bahkan mengadu domba antartetangga.”


Setelah mendengar penuturan sang ibunda, ia pun sekarang paham bahwa itu adalah sebab azab kubur saudarinya itu.


“Maka barang siapa yang ingin selamat dari azab kubur, hendaknya ia menjauhi perkara adu domba dan ghibah.”


Demikianlah perkataan Hujjatul Islam, Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali atau biasa dikenal dengan Imam Ghazali, menutup kisah tersebut yang termaktub dalam Kitab Mukasyafatul Qulub Al-Muqarrib ila Hadrati ‘Alamil Ghuyub fi ‘Ilmi Tasawuf, halaman 71.


Ustadz Ulin Nuha Karim, Ustadz di Pesantren Brabo, Grobogan, Jawa Tengah