Ilmu Al-Qur'an

Asbabun Nuzul dan Fungsinya dalam Penafsiran Al-Qur'an

Sen, 27 Desember 2021 | 21:30 WIB

Asbabun Nuzul dan Fungsinya dalam Penafsiran Al-Qur'an

“Asbabun nuzul adalah diturunkan ayat Al-Qur’an atas sebuah kejadian untuk mengabadikannya atau menjelaskan hukum atas kejadian tersebut.”

Al-Qur’an diturunkan sedikit demi sedikit selama 23 tahun masa kenabian. Ayat demi ayat diturunkan oleh Allah dalam keadaan yang berbeda-beda. Dalam ranah sosial, ada banyak ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebagai jawaban atas problem yang dialami oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. Menyikapi hal ini, para ulama membuka ranah penelitian baru dalam ilmu tafsir yang disebut dengan asbabun nuzul (secara bahasa: "sebab-sebab atau latar historis turunnya ayat Al-Qur'an", red).

 

Para mufassir Al-Qur’an sepakat bahwa:

 

سبب النزول معناه ما نزلت الآية أيام وقوعه متضمنة له أو مبينة لحكمه

 

“Asbabun nuzul adalah diturunkan ayat Al-Qur’an atas sebuah kejadian untuk mengabadikannya atau menjelaskan hukum atas kejadian tersebut.”

 

Di antara contoh asbabun nuzul adalah riwayat yang menjelaskan kejadian yang melatarbelakangi diturunkannya hukum larangan meminum khamr dalam Al-Quran, yaitu:

 

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika dua kabilah dari golongan Anshar mengadakan perjamuan yang disuguhi dengan minuman khamr. Kemudian mereka minum khamr hingga mabuk sehingga terjadilah perkelahian di antara mereka. Ketika mereka telah sadar dari mabuknya, maka sebagian mereka menyadari bekas luka yang ada di wajahnya seraya berkata, ‘Sungguh saudaraku fulan telah melukaiku, seandainya ia berbelas kasihan niscaya ia tidak akan melukaiku’. Terbakarlah permusuhan di antara dua kabilah tersebut karena luka yang mereka dapatkan. Kemudian, Allah menurunkan ayat Al-Qur’an

 

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah…” (QS Al-Maidah : 90)

 

Dikecualikan dari definisi asbabun nuzul adalah setiap ayat yang diturunkan tidak sebagai jawaban atas pertanyaan para sahabat ataupun kejadian di masa Nabi Muhammad. Contohnya kisah-kisah umat dan para nabi terdahulu yang diturunkan sebagai peringatan bagi umat Nabi Muhammad. Hal ini disebabkan tidak memenuhi kriteria dari definisi asbabun nuzul yang telah disepakati oleh para ulama tafsir.

 

Sikap para ulama ketika menemukan perbedaan asbabun nuzul dalam satu ayat yang sama adalah sebagai berikut:

 

Pertama, ketika ada dua riwayat yang menjelaskan asbabun nuzul pada ayat yang sama dengan kategori riwayat dapat dipercaya maka keduanya dapat diterima sebagai asbabun nuzul pada ayat tersebut tanpa ditolak salah satu dari keduanya. Dan kedua riwayat ini berfungsi sebagai penguat hukum yang dibawa oleh ayat tersebut. Sangat mungkin terjadi sebuah ayat yang sama diturunkan lebih dari satu kali sebagai jawaban atas beberapa kejadian yang terjadi di masa Nabi Muhammad saw. Misalnya,

 

Riwayat pertama, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ‘Suatu ketika Nabi Muhammad saw sedang berdiri di depan jenazah sahabat Hamzah yang mati syahid. Rasulullah mengatakan ‘Akan aku balaskan dengan terbunuhnya 70 orang dari mereka (orang-orang kafir Quraisy) sebagai balasan atas wafatmu’. Maka, turunlah Jibril dengan membawa ayat, ‘Dan jika kamu membalas maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu...” (QS An-Nahl: 126),” (HR al-Baihaqi).

 

Riwayat kedua, “Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, ‘Suatu ketika pada perang Uhud terbunuh 64 orang dari kalangan Anshar dan 6 orang dari kalangan Muhajirin. Seseorang dari kalangan Anshar mengatakan, ‘Seandainya terjadi lagi perang dengan mereka (orang-orang kafir Quraisy), akan kita bunuh ratusan orang dari golongan mereka’. Maka, ketika terjadi penaklukkan kota Makkah (Fathu Makkah) turunlah ayat ‘Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu...” (QS An-Nahl: 126),” (HR al-Hakim).

 

Dalam kasus ini, kita tahu bahwa seluruh ayat dalam surat an-Nahl adalah Makkiyah (diturunkan di kota Makkah). Maka, dapat disimpulkan bahwa QS An-Nahl ayat 126 diturunkan tiga kali yaitu pertama diturunkan di kota Makkah sebelum nabi hijrah, kemudian di perang uhud sebagaimana riwayat pertama, dan terakhir di kota Makkah pada saat penakhlukkan kota Makkah (Fathu Makkah) sebagaimana riwayat yang kedua.

 

Kedua, ketika ada dua riwayat yang menjelaskan asbabun nuzul pada ayat yang sama, tetapi riwayat yang pertama dengan redaksi “Ayat ini turun untuk menjelaskan hukum ini” sedangkan riwayat yang kedua dengan redaksi “Ayat ini dengan sebab kejadian seperti ini”; maka ditetapkan riwayat kedua sebagai asbabun nuzul karena memakai redaksi yang lebih jelas dalam menceritakan sebab turunnya ayat tersebut. Misal contoh,

 

Riwayat pertama, “Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau mengatakan “Turunnya ayat “Istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu suka. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu… (QS Al-Baqarah ayat 223)” adalah sebagai penjelasan keharaman menggauli perempuan dari duburnya” (HR al-Bukhari).

 

Riwayat kedua, “Diriwayatkan dari Jabir, beliau mengatakan “Dahulu, orang-orang yahudi meyakini bahwa barang siapa yang menggauli istrinya dari arah belakang tubuhnya niscaya anaknya terlahir dalam keadaan buta matanya. Maka, Allah turunkan ayat “Istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu suka. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu…(QS Al-Baqarah ayat 223)” (HR Muslim).

 

Dalam kasus ini, ditetapkan riwayat kedua sebagai asbabun nuzul QS Al-Baqarah ayat 223 karena lebih jelas dalam menunjukkan sebab turunnya ayat. Sedangkan riwayat pertama cenderung lebih sebagai ijtihad Ibnu Umar dalam mengambil hukum dari ayat Al-Qur’an.

 

Ada kalanya beberapa ayat diturunkan dengan sebab yang sama. Hal ini sangat banyak terjadi dalam Al-Qur’an. Terkadang sebuah kejadian menjadi sebab turunnya beberapa ayat yang tersebar dalam beberapa surat Al-Qur’an. Misal contoh 

 

Riwayat pertama, “Diriwayatkan dari Ummu Salamah, beliau mengatakan “Duhai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan derajat keutamaan perempuan yang ikut hijrah (ke kota Madinah)”. Maka, Allah menurunkan ayat “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan…(QS Ali Imran ayat 195)” (HR At-Turmudzi)

 

Riwayat kedua, “Diriwayatkan dari Ummu Salamah, beliau mengatakan “Duhai Rasulullah, engkau sering menyebutkan keutamaan laki-laki dan engkau sangat jarang menyebutkan keutamaan perempuan”. Maka, Allah menurunkan ayat “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya….(QS Al-Ahzab ayat 35)” (HR Al-Hakim)

 

Dalam kasus ini, dua ayat yang berbeda diturunkan Allah sebagai jawaban atas permintaan yang sama dari Ummu Salamah, istri Rasulullah saw.

 

Keterangan di atas merujuk pada kitab Ulumul Qur’an karya Dr. Ibrahim Taufiq ad-Dib (Kairo, Mesir: Maktabah Aiman, 2018).

 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo