Tafsir

Penafsiran Ayat-ayat Jihad yang Benar

Sel, 26 Oktober 2021 | 12:00 WIB

Penafsiran Ayat-ayat Jihad yang Benar

Penafsiran ayat-ayat jihad yang benar.

Ayat-ayat jihad, qital, atau perang terdapat di dalam Al-Quran. Ayat-ayat tersebut dipahami dan diamalkan dengan baik oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. Lalu bagaimana kita hari ini memahami ayat jihad, qital, atau perang?


Banyak orang keliru memahami ayat-ayat tersebut. Kekeliruan itu membawa mereka pada tindakan keliru dalam bentuk penyerangan dan kekerasan terhadap orang-orang atau pihak yang bahkan dijamin keselamatannya dalam Islam melalui aksi ekstremisme, terorisme, atau propaganda jihad untuk memusuhi pihak-pihak yang tidak boleh disakiti dalam Islam.

 


Syekh M Ali As-Shabuni, pakar tafsir dan hukum Islam, mengatakan bahwa perang, jihad, atau qital memiliki ketentuan dalam syariat yang mengatur siapa yang berkewajiban perang, siapa yang berhak mengumumkan perang, siapa yang harus diperangi, siapa yang tidak boleh disakiti dalam peperangan, apa yang tidak boleh dirusak saat perang, dan situasi seperti apa yang mengharuskan kita berperang.


Dengan memahami ketentuan tersebut, kita tidak akan keliru dalam memahami dan bersikap terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits terkait perintah jihad, qital, atau perang. Adapun ketentuan tersebut ditarik kode etik jihad, qital, atau perang dari Al-Qur’an (salah satunya Surat Al-Baqarah ayat 194 atau Surat Al-Baqarah ayat 190), praktik, ucapan, dan pemahaman Rasulullah saw dan para sahabat dalam peperangan.


وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ  اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ


Artinya, “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melewati batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Surat Al-Baqarah ayat 190).

 


Syekh M Ali As-Shabuni mengatakan, jihad, qital, atau perang adalah jalan darurat dan alternatif terakhir. Jihad, qital, atau perang bukan bertujuan untuk menumpahkan darah, memperoleh rampasan perang, atau penghancuran rumah, rumah ibadah nonmuslim, dan kota.


Jihad, qital, atau perang merupakan jalan terakhir untuk menghapus kezaliman, memberantas penganiayaan, dan kelompok musyrikin yang melanggar perjanjian sosial-politik dengan umat Islam. (Syekh M Ali As-Shabuni, Rawa’iul Bayan: Tafsiru Ayatil Ahkam minal Qur’an, [Jakarta, Ad-Darul Alamiyyah: 2015 M/1431 H], juz II , halaman 381).

 


Adapun berikut ini adalah Surat Muhammad ayat 4 yang memerintahkan pembasmian orang-orang kafir di medan perang.


اِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَضَرْبَ الرِّقَابِۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَۖ فَاِمَّا مَنًّاۢ بَعْدُ وَاِمَّا فِدَاۤءً حَتّٰى تَضَعَ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا ەۛ ذٰلِكَ ۛ وَلَوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلٰكِنْ لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَلَنْ يُّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ


Artinya, “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang yang kafir (di medan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya apabila kalian telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka. Setelah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang selesai. Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji sebagian kalian satu sama lain. Orang-orang yang gugur di jalan Allah, Dia tidak menyia-nyiakan amal mereka.” (Surat Muhammad ayat 4).


Jadi, jihad, qital, atau perang memang bukan dimaksudkan untuk membunuh atau menumpas orang yang berbeda keyakinan, penumpahan darah, perolehan harta rampasan, penghancuran sebuah kota.


Jihad, qital, atau perang hanya berlaku untuk lawan di medan perang. Sedangkan orang menghindar dari peperangan tidak boleh dibunuh atau diperangi sebagaimana amanah Surat Al-Baqarah ayat 194. (As-Shabuni, 2015 M/1431 H: II/381-382).

 


فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ ۖ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ


Artinya, “Oleh sebab itu barang siapa menyerang kalian, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kalian. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Surat Al-Baqarah ayat 194).


Islam meski membolehkan jihad, qital atau perang sebagai jalan darurat yang harus ditempuh tetap membawa serta kasih sayang dan rahmatnya. Islam mengharamkan pembunuhan perempuan, lansia, anak-anak, orang sakit, dan pendeta. (As-Shabuni, 2015 M/1431 H: II/382).


Islam mengharamkan pembalasan dendam sebagai hukuman, pembunuhan terhadap korban luka-luka, mengejar/memburu lawan yang melarikan diri, pembakaran rumah atau pohon. Semua kode etik perang dalam Islam ini sejalan dengan prinsip universal kemanusiaan yang dimaksudkan untuk melindungi kelompok mustadhafin/marjinal/lemah, serta menghapuskan kezaliman.


Jihad, perang, atau qital diibaratkan seperti praktik bedah (untuk pengobatan) yang melukai. Praktik bedah ini wajib dilakukan dengan catatan tidak melewati area organ tubuh yang akan diobati. (As-Shabuni, 2015 M/1431 H: II/382).

 


Jadi, untuk mendapatkan pemahaman yang benar, kita perlu memahami ketentuan dan kode etik perang dalam Islam (Al-Qur’an dan hadits) sebagaimana yang tertuang jelas dalam buku-buku Fiqih Siyasah. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)


* Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI.