Ilmu Tauhid

Benarkah Asy’ariyah Menolak Banyak Sifat Allah? (II)

Kam, 9 Agustus 2018 | 12:30 WIB

Sebelumnya dijelaskan bahwa manhaj aqidah Asy’ariyah menetapkan semua sifat Allah yang ditetapkan keberadaannya dalam Al-Qur’an dan al-Hadits. Namun demikian, para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) menegaskan bahwa tak semua yang dikatakan Allah tentang Diri-Nya sendiri lantas dianggap sebagai sifat yang melekat pada Dzat-Nya sebab ada beberapa yang memang mustahil dimiliki atau disandarkan pada Tuhan. Misalnya saja sifat nisyân atau lupa. Keberadaan sifat ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya berikut:
 
فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا
 
“Hari ini Aku melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan perjumpaan dengan hari ini.” (QS. Al-A’raf: 51)
 
Meskipun Allah menyatakan bahwa Diri-Nya lupa terhadap orang kafir di hari akhirat nanti, namun ini tak bisa dipahami bahwa Allah mempunyai sifat lupa sebab lupa adalah mustahil bagi Tuhan. Karenanya, lupa di sini berarti mengabaikan mereka dan membiarkan mereka disiksa, bukan lupa dalam makna tidak ingat.
 
Baca juga: Benarkah Asy’ariyah Menolak Banyak Sifat Allah? (I)
Demikian juga sifat lain yang keberadaannya mustahil dimiliki Allah, seperti sifat jismiyah atau sifat fisikal bagi Dzat Alah. Sebagaimana sudah maklum bahwa Allah berbeda secara mutlak dengan seluruh makhluk-Nya, seperti dalam firmannya:
 
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
 
“Tiada satupun yang serupa dalam hal apapun dengan Allah.” (QS. As-Syurâ: 11)
 
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا 
 
"Apakah kamu tahu ada yang sama dengan-Nya?" (QS. Maryam: 65)
 
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
 
“Tak ada yang setara dengan-Nya satu pun.” (QS. Al-Ikhlâs: 4)
 
Apabila Allah diyakini mempunyai bentuk fisikal, maka itu berarti banyak yang serupa, yang sama dan yang setara dengan Allah di dunia ini dan yang berbeda hanyalah bentuk fisiknya belaka. Dalam keyakinan seperti ini, dalam benak orang awam Allah hanya akan dibayangkan sebagai sosok raksasa yang ukurannya sangat besar. Keyakinan seperti ini merupakan penodaan terhadap kesucian Allah dan bertentangan dengan sekian banyak ayat dan hadits. Sebab itulah, seluruh ulama sepakat bahwa tidak ada satu pun dari sifat Allah yang mempunyai makna fisikal (jismiyah).
 
Para ulama menyatakan bahwa Allah mendengar tanpa organ pendengaran, Allah melihat tanpa organ penglihatan, Allah hidup tanpa bentuk fisikal (jasad), dan demikian seterusnya. Sedangkan sifat yad, wajh, dan seterusnya yang sepintas bermakna organ tubuh pada hakekatnya adalah sifat Allah yang hanya Allah yang tahu apa dan bagaimana itu tanpa boleh diyakini sebagai sebuah organ tubuh.
 
Imam al-Hafidz al-Baihaqy al-Asy’ary menegaskan aqidah ulama salaf seperti berikut:
 
وَفِي الْجُمْلَةِ يَجِبُ أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ اسْتِوَاءَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَيْسَ بِاسْتِوَاءِ اعْتِدَالٍ عَنِ اعْوِجَاجٍ وَلَا اسْتِقْرَارٍ فِي مَكَانٍ، وَلَا مُمَّاسَّةٍ لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ، لَكِنَّهُ مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ كَمَا أَخْبَرَ بِلَا كَيْفٍ بِلَا أَيْنَ، بَائِنٌ مِنْ جَمِيعِ خَلْقِهِ، وَأَنَّ إِتْيَانَهُ لَيْسَ بِإِتْيَانٍ مِنْ مَكَانٍ إِلَى مَكَانٍ، وَأَنَّ مَجِيئَهُ لَيْسَ بِحَرَكَةٍ، وَأَنَّ نُزُولَهُ لَيْسَ بِنَقْلَةٍ، وَأَنَّ نَفْسَهُ لَيْسَ بِجِسْمٍ، وَأَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِصُورَةٍ، وَأَنَّ يَدَهُ لَيْسَتْ بجَارِحَةٍ، وَأَنَّ عَيْنَهُ لَيْسَتْ بِحَدَقَةٍ، وَإِنَّمَا هَذِهِ أَوْصَافٌ جَاءَ بِهَا التَّوْقِيفُ، فَقُلْنَا بِهَا وَنَفَيْنَا عَنْهَا التَّكْيِيفَ
 
“Secara global harus diketahui bahwa istiwa’ nya Allah subhanahu wa ta'ala bukanlah istiwa’ bermakna lurus dari bengkok ataupun bermakna tinggal di suatu tempat juga bukan bermakna menyentuh satu dari sekian makhluk-Nya. Akan tetapi Allah istiwa’ atas Aras seperti yang Allah beritakan tanpa ada tata cara dan tanpa ada pertanyaan di mana, terpisah dari seluruh makhluk-Nya. Dan bahwasanya sifat ityân Allah bukan datang dalam arti perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, sifat maji' bukan suatu gerakan, sifat nuzul bukan suatu perpindahan, sifat nafs bukan suatu jisim, sifat wajh bukan sebuah bentuk fisik, dan bahwa yad-Nya bukan sebuah organ, 'ain-Nya bukan sebuah organ penglihatan, tetapi Ini semua adalah sifat yang disebutkan oleh Nabi Muhammad tanpa bisa dipertanyakan (tawqif), maka kami menetapkan keberadaannya dan meniadakan tata cara atau makna leksikal (kaifiyah) darinya.” (Imam al-Hafidz al-Baihaqy al-Asy’ary, al-I’tiqâd, halaman 117)
 
Yang jadi polemik sebenarnya adalah pada keberadaan sifat fisikal bagi Dzat Allah. Golongan Mujassimah dan Musyabbihah menetapkan adanya bentuk fisik bagi Allah sedangkan seluruh ulama Ahlussunnah wal Jamaah (Asy'ariyah-Maturidiyah) menolaknya, sebagaimana riwayat dari Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Tak ada satu pun dari Asy'ariyah yang menolak keberadaan sifat yang datang dari Allah dan Rasulullah dengan jalur shahih, yang ditolak hanya penafsiran secara fisikal terhadap sifat-sifat itu saja sebab itu mustahil dan tak layak bagi Allah, sama dengan penafian mereka semua pada sifat lupa sebagaimana disebutkan di awal.
 
Demikian uraian ini, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
 
 
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember