Syariah

Benarkah Rasulullah Melarang Ziarah Kubur ke Tempat Jauh?

Rab, 10 Juli 2019 | 02:15 WIB

Ada sebagian orang yang memperbolehkan ziarah kubur selama jaraknya dekat. Bila jaraknya jauh, maka dianggap terlarang dengan alasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ، إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى وَمَسْجِدِي 

“Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjidku (Masjid Nabawi)," (HR Bukhari).

Sebenarnya apa makna larangan pergi jauh (syaddu ar-rihal) kecuali ke tiga masjid itu? Untuk menjawab ini ada tiga opsi makna sebagaimana berikut:

1. Dilarang dengan sengaja pergi jauh ke mana pun secara umum kecuali ke tiga masjid di atas. Artinya tak boleh ke luar kota dengan alasan apa pun kecuali kalau ke tiga masjid tersebut. Meskipun secara literal hadits di atas begini maknanya, tetapi ini makna aneh yang tak dikatakan ulama siapa pun. Tak ada larangan aneh semacam ini dalam agama. Bahkan, shalat jamak dan qashar justru dibuat untuk memfasilitasi kaum Muslimin yang sedang melakukan perjalanan jauh. Jadi, makna ini tertolak. 

2. Dilarang ziarah kubur atau ke tempat keramat mana pun kecuali kalau berziarah ke tiga masjid di atas. Ada segelintir tokoh, di antaranya adalah Syekh Ibnu Taimiyah, yang memaknai demikian. Akhirnya para pengikut yang bertaklid kepadanya menganggap ziarah Wali Songo dan semacamnya sebagai tindakan maksiat. 

Makna kedua ini sebenarnya cacat dan tak berdasar. Dari mana tetiba muncul ziarah kubur dan tempat keramat? Hadits itu umum dan sama sekali tak muncul dengan latar belakang ziarah kubur. Secara bahasa juga tak nyambung bila dikatakan jangan berjalan jauh untuk ziarah kubur/tempat keramat kecuali ke tiga masjid. Kubur/tempat keramat dan masjid adalah dua hal berbeda sehingga tak relevan bila pergi ke masjid dikecualikan dari pergi ke kubur/tempat keramat. 

Dalam aturan ushul fiqh yang disepakati seluruh ulama, hadits yang muatannya umum bisa dikhususkan maknanya ke makna yang lebih sempit (di-takhshish) apabila ada ayat atau hadits lain yang menunjukkan makna yang lebih sempit itu sebagai mukhasshish. Tapi sama sekali tak ada ayat atau hadits yang sedemikian.

Yang ada justru Nabi Muhammad pernah bercerita tentang kronologi wafatnya Nabi Musa yang waktu malaikat maut datang kepadanya ternyata malah dihajar oleh Nabi Musa hingga satu mata malaikat itu buta. Namun akhirnya Nabi Musa sadar bahwa ajalnya telah tiba. Di akhir cerita, Nabi Muhammad bersabda pada para sahabat:

فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

"Seandainya aku ke sana, pasti akan aku tunjukkan kepada kalian keberadaan kuburnya yang ada di pinggir jalan di bawah tumpukan pasir merah," (HR Bukhari) 

Pernyataan Nabi tersebut jelas sama sekali tak menunjukkan pengingkaran untuk pergi ke makam Nabi Musa yang amat jauh dari lokasi Nabi. Andai dilarang pergi ke makam yang jauh, tentulah Nabi mustahil mengatakan seperti itu. Jadi, makna kedua ini juga tertolak. 

3. Jangan pergi jauh ke masjid mana pun kecuali ke tiga masjid di atas. Dari mana makna masjid jauh ini? Dari konteks hadits itu sendiri yang membahas masjid. Karena pengecualiannya masjid, maka akan nyambung hanya bila yang dikecualikan juga masjid. Makna ini dipakai oleh mayoritas ulama. 

Maksud hadits tersebut adalah semua masjid di dunia ini setara, tak ada yang lebih spesial atau lebih besar pahala shalat di sana kecuali tiga masjid saja, yakni Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjid Nabawi. Dalam hadits lain, dijelaskan bahwa pahala shalat di ketiga masjid tersebut jauh berlipat ganda dibandingkan dengan pahala shalat di tempat lain dan yang paling kecil pahalanya adalah Masjidil Aqsha. 

Karena itulah, maka dianggap percuma bila seseorang bepergian ke tempat yang jauh untuk shalat bila ternyata shalat di tempat yang dituju pahalanya sama saja, apalagi bila lebih kecil.

Dalam suatu hadits riwayat Ahmad diceritakan konteks utuh hadits larangan bepergian jauh ini sebagai berikut:

وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْمَدِينَةِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى قَالَ وَوَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَصَلَاةٌ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ أَفْضَلُ يَعْنِي مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ 

"Janganlah bersusah-payah melakukan perjalanan jauh kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Madinah, dan Masjidil Aqsha." Abu Sa'id berkata, ‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengantar seorang laki-laki, lalu beliau bertanya, ‘Engkau mau ke mana?’ Ia menjawab, ‘Aku ingin pergi ke Baitul Maqdis,’ maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh, shalat di masjid ini lebih utama seribu kali shalat dari shalat di tempat lain kecuali Masjidil Haram." (HR. Ahmad) 

Jadi secara khusus larangan pergi jauh ini adalah bila tujuannya adalah untuk shalat di tempat jauh itu. Hanya tiga masjid saja yang layak dijadikan destinasi bila maksudnya adalah itu. Sebab itulah, Sahabat Abu Bashrah pernah menegur Abu Hurairah ketika ia pergi ke gunung Thur untuk shalat di sana, sebagaimana berikut:

عن عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ لَقِيَ أَبُو بَصْرَةَ الْغِفَارِيُّ أَبَا هُرَيْرَةَ وَهُوَ جَاءٍ مِنْ الطُّورِ فَقَالَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ قَالَ مِنْ الطُّورِ صَلَّيْتُ فِيهِ قَالَ أَمَا لَوْ أَدْرَكْتُكَ قَبْلَ أَنْ تَرْحَلَ إِلَيْهِ مَا رَحَلْتَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى 

“Dari Abdurrahman ibnul Harits bin Hisyam, berkata bahwa Abu Basrah al-Ghifari berjumpa dengan Abu Hurairah yang baru tiba dari Bukit Thur, lantas ia bertanya, ‘Dari mana engkau?’ ‘Dari Bukit Thur, aku shalat di sana,’ jawab Abu Hurairah. Abu Bashrah berkata, ‘Andai aku sempat menyusulmu sebelum engkau berangkat ke sana, niscaya engkau tidak akan berangkat. Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah pelana itu diikat kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul dan Masjidil Aqsha’.” (HR. Ahmad). 

Dari uraian ini menjadi jelas bahwa yang dimaksud oleh Nabi Muhammad adalah soal tempat shalat. Tidak ada gunanya shalat di tempat jauh sebab di tempat dekat sama saja sehingga niat untuk shalat di tempat jauh sebaiknya dihindari, kecuali bila tujuannya adalah tiga masjid utama yang disebutkan. Hadits itu sama sekali tak ada hubungannya dengan ziarah kubur atau keperluan lainnya secara umum. Wallahu a'lam.


Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur.

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua