Menlu Sugiono Dipanggil Komnas HAM Terkait Gaji Pensiunan Kemlu yang Mangkrak Sejak 1950
NU Online · Rabu, 27 Agustus 2025 | 12:00 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) resmi memanggil Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono guna memberikan klarifikasi atas permasalahan gaji pokok dalam negeri para pensiunan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang tidak dibayarkan selama mereka ditugaskan ke luar negeri sejak tahun 1950 hingga 2012.
Surat panggilan ini merupakan tindak lanjut atas aduan yang diajukan Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kemlu (FLAPK) yang menuntut kejelasan dan pemenuhan hak finansial para mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasalnya, selama puluhan tahun, mereka tidak menerima gaji pokok dalam negeri akibat pemberlakuan Surat Edaran Nomor 015690 tertanggal 16 Oktober 1950.
Kuasa Hukum FLAPK, Viktor Santoso Tandiasa, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat dari Komnas HAM yang ditandatangani langsung oleh Ketua Komnas HAM Anis Hidayah.
“Pada tanggal 21 Agustus 2025 saya mendapatkan surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, yang merupakan tembusan atas Surat Komnas HAM ke Menteri Luar Negeri,” katanya kepada NU Online Rabu (27/8/2025).
Dalam surat itu, lanjutnya, Komnas HAM meminta Menteri Luar Negeri hadir memenuhi panggilan resmi guna memberikan penjelasan dan menyertakan bukti-bukti yang relevan.
“Komnas HAM meminta kepada Menteri Luar Negeri memenuhi Panggilan Komnas HAM untuk memberikan penjelasan atas permasalahan tersebut dengan disertai bukti-bukti yang relevan,” katanya.
Tak hanya itu, katanya, Komnas HAM juga menekankan pentingnya peran aktif Kementerian Luar Negeri dalam menyelesaikan sengketa ini secara damai.
“Komnas HAM dalam suratnya juga meminta agar Menteri Luar Negeri berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan dengan mengedepankan musyawarah untuk menghindari potensi konflik," jelasnya.
Sebagai bentuk akuntabilitas, kata Viktor, Komnas HAM turut meminta adanya transparansi dari pihak Kemlu atas langkah konkret yang telah atau akan diambil.
“Komnas HAM juga meminta agar Menteri Luar Negeri menginformasikan langkah-langkah yang ditempuh untuk menangani permasalahan dimaksud sebagai implementasi dari tanggung jawab Pemerintah untuk menghormati Hak Asasi Manusia," katanya.
Lebih lanjut, surat itu menegaskan bahwa hak atas kesejahteraan para PNS, termasuk pensiunan, dijamin dalam hukum nasional.
“Komnas HAM juga mengingatkan hak atas kesejahteraan dijamin oleh Konstitusi dan hukum Positif Indonesia, yaitu Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 38 ayat (4) UU HAM.”
Viktor berharap agar Menteri Luar Negeri bersedia hadir memberikan klarifikasi kepada Komnas HAM. Ia memperingatkan bahwa ketidakhadiran akan memberikan dampak negatif yang luas.
“Apabila Menteri Luar Negeri tidak mau menghadiri Panggilan Komnas HAM, maka hal ini akan menjadi preseden buruk dan menjadi catatan sejarah serta menjadi opini buruk dalam pandangan Pemenuhan Hak Asasi Manusia di Negara Republik Indonesia," terangnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak seluruh permohonan para pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) yang mengajukan uji materiil Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Sidang Pengucapan Putusan Nomor 184/PUU-XXII/2024 pada Kamis (14/8/2025).
Tetapi dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menyebut, hingga 2013, Kemenlu tidak menemukan dasar hukum yang mewajibkan untuk membayar gaji, karena dasar hukum yang ada sejak 1950 masih belum dicabut.
Sehingga, lanjutnya, masih memiliki kekuatan hukum, bahkan dalam keterangan Kemenlu menerangkan bahwa pegawai yang ditugaskan pada perwakilan luar negeri sudah mengetahui dimasukkannya besaran gaji pokok tersebut ke dalam tunjangan kediaman.
Dengan kata lain, katanya, pegawai yang bersangkutan telah mengetahui, memahami, dan menyetujui gaji pokok dalam negeri tidak dibayarkan selama mendapatkan penugasan pada perwakilan luar negeri, karena sudah terakumulasi ke dalam tunjangan kediaman.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah secara formal dasar hukum bahwa hal yang dipersoalkan oleh para Pemohon, benar bukan lagi termasuk dalam kategori utang terhadap negara, sehingga tidak terdapat relevansinya dengan konstitusionalitas norma Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbendaharaan Negara sebagaimana yang didalilkan oleh para Pemohon,” ucap Hakim Konstitusi Guntur dikutip NU Online melalui laman MKRI pada Rabu (27/8/2025).
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
3
Rais 'Aam PBNU Ajak Umat Islam Tanggapi Masa Sulit dengan Ilmu
4
Ketua PBNU Nilai BPKH Penting Tetap sebagai Lembaga Independen
5
Tidak Hanya Pelajar, BGN juga Targetkan MBG Menyasar Ibu Hamil dan Menyusui
6
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
Terkini
Lihat Semua