Syariah

Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan

NU Online  ·  Selasa, 26 Agustus 2025 | 05:00 WIB

Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan

Penerapan sumpah di pengadilan Islam (freepik).

Penerapan sumpah dan bukti di pengadilan, terutama dalam kasus pidana berat seperti pembunuhan, memiliki landasan kuat yang bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Kasus pembunuhan adalah contoh ideal untuk memahami pentingnya sumpah dan bukti karena dampaknya yang besar terhadap korban, pelaku, dan masyarakat.
 

Dalam Islam, tindak pembunuhan adalah satu di antara beberapa dosa besar yang konsekuensinya sangat berat di hadapan Allah swt. Begitu berbahayanya dosa tindak pembunuhan, sampai Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 32 yang menjelaskan bahwa membunuh satu manusia sama seperti membunuh semua manusia:
 

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا ۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
 

Artinya: “Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. 
 

Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS. Al-Maidah: 32).
 

Proses peradilan bertujuan membuktikan bahwa terdakwa benar-benar melakukan perbuatan tersebut dan memenuhi unsur-unsur pidana yang tercantum dalam pasal tersebut. Di sinilah sumpah dan bukti memainkan peran sentral. Dalam Fiqih Islam, permasalahan mengenai sumpah dan bukti di pengadilan dibahas dalam pembahasan yang bernama, qasamah.
 

Apa itu Qasamah?

Dr Mushthafa Al-Khin dkk menjelaskan, qasamah sebagaimana berikut:
 

بفتح القاف: اسم للأيمان التي تقسم على أولياء الدم، مأخوذة من القسم وهو اليمين، وقيل تطلق على الأولياء أنفسهم
 

Artinya: “Istilah قسامة (dibaca dengan fathah pada huruf qaf) memiliki dua makna utama, yaitu 1) qasamah adalah nama untuk sumpah yang diucapkan oleh para ahli waris korban pembunuhan. Istilah ini berasal dari kata "قسم" (qasam) yang berarti sumpah. 2) dalam makna lain, qasamah juga bisa merujuk pada para ahli waris korban pembunuhan itu sendiri.” (Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1413 H], jilid VIII, halaman 40).
 

Dalam konteks ini, qasamah merujuk pada 50 sumpah yang diucapkan oleh salah satu pihak dalam kasus pembunuhan. Ada dua skenario utama:

  1. Ahli Waris Bersumpah.
    Sumpah ini diucapkan oleh ahli waris korban pembunuhan (waliyul maqtul). Ini terjadi ketika mereka menuduh seseorang sebagai pembunuh, dan ada petunjuk atau bukti tidak langsung (qarinah) yang menguatkan tuduhan mereka. Sumpah ini diucapkan untuk memperkuat klaim mereka.
     
  2. Terdakwa Bersumpah. Sebaliknya, sumpah ini juga bisa diucapkan oleh pihak yang didakwa (al-mudda'a 'alaih). Ini terjadi ketika tidak ada petunjuk kuat yang memberatkan mereka. Dalam skenario ini, sumpah tersebut berfungsi sebagai bentuk penolakan atas tuduhan yang diarahkan kepada mereka.
     

Dengan demikian, 50 sumpah ini menjadi mekanisme untuk menyelesaikan kasus pembunuhan ketika bukti langsung tidak tersedia, dengan pergeseran beban pembuktian antara penuntut dan terdakwa tergantung pada keberadaan petunjuk atau bukti tidak langsung. (Al-Khin, dkk, VIII/48).
 

Cara Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan

Merujuk penjelasan dari kitab Fiqhul Manhaji, hukum qasamah (penerapan sumpah dan bukti di pengadilan) ditetapkan ketika terjadi hal-hal berikut:

  1. Ditemukannya Korban Tanpa Pelaku Pasti
    Adanya korban pembunuhan di suatu tempat, namun pelakunya tidak diketahui secara pasti.
     
  2. Adanya Tuntutan dari Ahli Waris
    Ahli waris korban menuduh individu atau kelompok tertentu sebagai pembunuh, namun mereka tidak memiliki bukti kuat (bayyinah) untuk membuktikan klaim tersebut.
     
  3. Adanya Petunjuk Kuat (Lauts)
    Terdapat petunjuk kuat (lauth) yang mengarah pada kemungkinan kebenaran klaim dari ahli waris. Petunjuk ini bisa berupa:
    •    Ditemukannya korban di tengah-tengah musuhnya.
    •    Ditemukannya percikan darah pada pakaian terdakwa.
    •    Ditemukannya pisau berlumuran darah di tangan terdakwa.
    •    Sekelompok orang berkumpul di suatu tempat lalu pergi dan ditemukan ada korban pembunuhan.
    •    Adanya satu saksi yang dapat dipercaya, atau sekelompok budak dan wanita yang bersaksi secara terpisah sehingga tidak mungkin mereka bersekongkol untuk berbohong.


Ketika petunjuk-petunjuk tersebut ada, tuntutan dari ahli waris dapat diterima tanpa memerlukan bukti kuat (bayyinah). Sebagai gantinya, ahli waris harus mengucapkan 50 sumpah yang menyatakan bahwa individu atau kelompok yang mereka tuduh adalah pembunuh. Mereka harus menyebutkan nama atau menunjuk langsung kepada setiap orang yang mereka tuduh. (VIII/49-50).
 

Implikasi Sumpah dan Pembagiannya

Jika ahli waris korban (al-mudda'i) mengucapkan 50 sumpah tersebut, maka mereka berhak mendapatkan diyat (kompensasi) dari terdakwa. Dalam kasus ini, sumpah-sumpah tersebut berfungsi sebagai pengganti bukti (bayyinah).
 

Jika korban memiliki beberapa ahli waris yang berhak atas warisan, dan mereka semua menuduh orang yang sama, maka mereka harus berbagi sumpah sesuai dengan porsi warisan mereka. Sumpah ini dibagi di antara mereka karena diyat yang akan mereka dapatkan juga dibagi berdasarkan porsi warisan masing-masing. (VIII/50).
 

Sumpah Tanpa Petunjuk (Lauts)

Apabila ahli waris menuduh seseorang tanpa adanya petunjuk kuat (lauts), maka sumpah akan dialihkan kepada terdakwa (al-mudda'a 'alaih), sesuai dengan prinsip dasar hukum "Bukti bagi penuntut, dan sumpah bagi yang mengingkari."

  1. Jika terdakwa bersumpah: terdakwa harus mengucapkan 50 sumpah bahwa dia tidak membunuh korban; jika dia bersumpah, maka dia dibebaskan dari tuduhan.
  2. Jika terdakwa menolak bersumpah: maka sumpah akan dikembalikan kepada ahli waris korban; ahli waris harus mengucapkan 50 sumpah tersebut, dan dengan demikian mereka berhak mendapatkan diyat. (VIII/50).



Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, secara normatif dalam Fiqih Islam, qasamah adalah nama untuk sumpah yang diucapkan oleh para ahli waris korban pembunuhan, atau merujuk pada 50 sumpah yang diucapkan oleh salah satu pihak dalam kasus pembunuhan.
 

Hukum qasamah (penerapan sumpah dan bukti di pengadilan) ditetapkan ketika terjadi: ditemukannya korban tanpa pelaku pasti, adanya tuntutan dari ahli waris, dan adanya petunjuk kuat (lauts). Ketika petunjuk-petunjuk tersebut ada, tuntutan dari ahli waris dapat diterima tanpa memerlukan bukti kuat (bayyinah).
 

Sebagai gantinya, ahli waris harus mengucapkan 50 sumpah yang menyatakan bahwa individu atau kelompok yang mereka tuduh adalah pembunuh. Mereka harus menyebutkan nama atau menunjuk langsung kepada setiap orang yang mereka tuduh. Wallahu a’lam.



Ustadz Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.