Nasional

Nama Gus Dur yang Melekat di UIN Pekalongan Harus Jadi Landasan Gerakan Intelektual

NU Online  ·  Rabu, 9 Juli 2025 | 21:00 WIB

Nama Gus Dur yang Melekat di UIN Pekalongan Harus Jadi Landasan Gerakan Intelektual

Sesi foto bersama dalam Sekolah Pemikiran Gus Dur yang digelar di UIN Gus Dur, Pekalongan, pada Rabu (9/7/2025). (Foto: dok. Gusdurian)

Pekalongan, NU Online

Nama Gus Dur yang disematkan pada Universitas Islam Negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid Pekalongan diharapkan harus diikuti dengan upaya serius menjadikannya landasan gerakan intelektual kampus.


Hal itu mengemuka dalam Sekolah Pemikiran Gus Dur yang diselenggarakan Gus Dur Center for Humanitarian Studies bekerja sama dengan Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian pada 8-9 Juli 2025.


Kegiatan yang berlangsung di Ruang Seminar Perpustakaan UIN Gus Dur Pekalongan ini diikuti oleh 25 dosen dari berbagai fakultas. Para narasumber mendorong agar pemikiran dan nilai-nilai Gus Dur tidak hanya menjadi nama simbolik, melainkan sungguh-sungguh diinternalisasi dalam kehidupan akademik kampus.


Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Marzuki Wahid sekaligus peneliti pemikiran Gus Dur, menegaskan pentingnya memanfaatkan nama Gus Dur yang melekat pada kampus untuk membangun gerakan intelektual.


“Ada banyak sekali kampus yang menggunakan nama tokoh, namun orang-orang di dalamnya tidak mengenal siapa tokoh itu. Saya berharap Gus Dur bisa dikaji dan didiskusikan di UIN Gus Dur ini,” kata Marzuki Wahid, melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, pada Rabu (9/7/2025).


Bagi Marzuki, penggunaan nama Gus Dur mesti diikuti dengan langkah-langkah untuk menjadikan nilai-nilai Gus Dur sebagai landasan aktivitas dan gerakan.


Ia juga mengapresiasi kehadiran Gus Dur Center for Humanitarian Studies sebagai pusat studi yang fokus mengkaji pemikiran Gus Dur. Menurutnya, meski sudah banyak diteliti, masih banyak aspek Gus Dur yang bisa digali lebih dalam.


Senada, Rektor UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan Zaenal Mustakim menekankan pentingnya nilai-nilai Gus Dur menjadi jiwa aktivitas kampus.


Ia menilai penamaan kampus dengan nama Gus Dur bukan sekadar simbol, melainkan harus tercermin dalam seluruh aktivitas akademik.


“Kita perlu menginternalisasi nilai-nilai Gus Dur dalam segala aspek di kampus,” ujar Mustakim.


Ia juga menyebut beberapa langkah yang bisa dilakukan, antara lain dengan membuat mata kuliah khusus.


“Jangan sampai sivitas akademika kampus UIN Gus Dur tidak kenal Gus Dur,” sambungnya.


Sementara itu, Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian Jay Akhmad menjelaskan bahwa Sekolah Pemikiran Gus Dur untuk dosen baru pertama kali diadakan di UIN Gus Dur Pekalongan. Program serupa sudah berjalan sejak 2012 di berbagai komunitas Gusdurian, tetapi baru kali ini menyasar kalangan dosen.


“Kami berharap sosok Gus Dur menjadi spirit dalam kegiatan akademik dan non-akademik yang ada di kampus ini,” ucap Jay Akhmad.


Ia menambahkan bahwa Gusdurian sangat terbuka untuk bekerja sama dengan UIN Gus Dur dalam membumikan nilai-nilai Gus Dur di berbagai ruang, termasuk kurikulum pembelajaran.


Hingga tahun ini, sudah ada sebelas kampus di Indonesia yang bekerja sama dengan Gusdurian untuk mendirikan lembaga yang mengkaji pemikiran Gus Dur, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kolaborasi ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.