Opini

Refleksi Hari Pendidikan dalam Kitab Adabul Alim wal Mutaallim Karya KH Hasyim Asy'ari

Kam, 2 Mei 2024 | 12:00 WIB

Refleksi Hari Pendidikan dalam Kitab Adabul Alim wal Mutaallim Karya KH Hasyim Asy'ari

KH Hasyim Asy'ari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). (Foto: NU Online)

KH Hasyim Asy'ari adalah sosok penting dalam sejarah Indonesia, tidak hanya sebagai pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), tetapi juga sebagai seorang pendidik dan pemikir Islam yang mendalam.


Kitabnya, Adabul Alim Wal Mutaalim, mendetailkan etika dan perilaku yang seharusnya dipegang oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Kitab ini telah diakui secara luas dalam tradisi keilmuan Islam dan terus digunakan di pesantren dan lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia, termasuk di Al-Azhar, Mesir.


Hari Pendidikan Nasional 2024, yang diperingati di Indonesia, mengingatkan kita tentang pentingnya pendidikan karakter yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy'ari. Pendidikan karakter atau akhlak adalah inti dari pendidikan di banyak sistem pendidikan tradisional dan modern.


Kitab Adabul Alim Wal Mutaalim yang selesai ditulis oleh beliau pada tahun 1924 atau seratus tahun lalu, merefleksikan nilai-nilai ini dengan menekankan pentingnya niat yang baik, hormat-menghormati, dan tanggung jawab moral baik bagi pendidik maupun peserta didik.


Walaupun sudah seratus tahun ditulis, isinya masih sangat  relevan dengan kondisi kekinian mengingat berbagai tantangan sosial dan etika yang dihadapi oleh sistem pendidikan saat ini, di mana sering kali aspek kognitif dan teknis ditekankan lebih dari pembentukan karakter atau sisi afektif.


Refleksi atas pendidikan karakter dalam konteks Hari Pendidikan Nasional menjadi sangat berarti dalam menghadapi realitas sosial dan pendidikan masa kini. Dalam mengenang KH Hasyim Asy'ari, kita diingatkan bahwa pendidikan bukan hanya transfer ilmu tetapi juga pembentukan nilai dan karakter.


Pembelajaran dari Adabul Alim Wal Mutaalim mendemonstrasikan bahwa akhlak dalam pendidikan adalah fondasi yang kuat untuk menciptakan masyarakat yang beradab dan harmonis, sesuatu yang sangat diperlukan dalam masyarakat modern yang serba cepat dan sering kali kurang memperhatikan nilai-nilai humanis.


Kandungan Adabul Alim Wal Mutaalim

Kitab Adabul Alim Wal Mutaalim memberi panduan komprehensif tentang akhlak dalam pendidikan yang mencakup semua aspek interaksi dalam lingkungan pembelajaran. Buku ini dibagi dalam beberapa bab yang masing-masing mengulas tingkah laku yang harus dijalankan baik oleh guru maupun murid dalam berbagai situasi pendidikan.

 

Bab I hingga Bab VII menyediakan kerangka kerja etis yang mendalam, mulai dari keutamaan ilmu dan pentingnya menjadi seorang yang berilmu, hingga bagaimana seorang murid harus berinteraksi dengan bukunya, yang mencerminkan rasa hormat terhadap ilmu yang dipelajari.


Lebih lanjut, kitab ini juga mendetailkan akhlaq seorang murid terhadap gurunya serta etika yang harus dipertahankan oleh guru dalam mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan tetapi juga pada pembinaan karakter dan etika.


Misalnya, dalam Bab III dan Bab VI, KH Hasyim Asy'ari menjelaskan secara rinci tentang pentingnya menghormati guru dan bagaimana guru harus bertindak dengan adil terhadap semua muridnya, mengajarkan dengan serius, serta bersikap zuhud dan tulus dalam menyebarkan ilmu.


Panduan ini bukan hanya teoritis tetapi juga sangat praktis, mencakup aspek-aspek seperti cara seorang murid harus menyapa gurunya hingga bagaimana guru harus menyusun dan menyampaikan pelajarannya. Ini menegaskan bahwa setiap aspek pendidikan, dari sikap pribadi hingga interaksi di kelas, harus dilandasi oleh akhlak yang baik.

 

Dengan demikian, Adabul Alim Wal Mutaalim tidak hanya relevan bagi lembaga pendidikan di masa KH Hasyim Asy'ari tetapi tetap relevan dan berharga sebagai sumber inspirasi dan panduan dalam pendidikan karakter di era modern. Kitab ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak adalah inti dari pembentukan individu yang berilmu dan beretika dalam masyarakat.


Refleksi untuk pendidikan

Refleksi atas nilai-nilai yang terkandung dalam Adabul Alim Wal Mutaalim menunjukkan pentingnya pendidikan karakter dalam konteks pendidikan modern, terutama dalam inisiatif Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Program ini bertujuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan siswa, mengutamakan kreativitas serta inisiatif belajar mandiri yang selaras dengan prinsip-prinsip akhlak dalam pendidikan yang ditekankan oleh KH Hasyim Asy'ari.


Pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan karakter melalui etika, integritas, dan penghormatan terhadap ilmu sangat vital dalam membentuk generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur.


Integrasi pendidikan karakter ke dalam kurikulum secara luas dan mendalam bisa menjadi kunci untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat, memastikan bahwa pendidikan tidak hanya melahirkan pemikir yang cemerlang tetapi juga pemimpin yang beretika dan peduli sosial.


Dalam kitab Adabul Alim Wal Mutaalim, penghormatan terhadap ilmu dan peranan ulama dan pendidik dalam masyarakat digambarkan dengan sangat mendalam. Ilmu diperlakukan bukan hanya sebagai sumber pengetahuan, tetapi sebagai cahaya yang menerangi jalan bagi masyarakat dan sebagai dasar kemuliaan bagi individu.


Mengutip hadits Rasulullah saw, KH Hasyim Asy’ari menekankan bahwa ulama, dengan karya-karya mereka, memiliki peran yang signifikan hingga di hari kiamat, menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam membimbing umat. Pendidikan, seperti yang digarisbawahi dalam hadits, tidak hanya meningkatkan status sosial seseorang tetapi juga membawa kebersihan spiritual, menghapus dosa-dosa seperti seseorang yang baru dilahirkan kembali.


Lebih lanjut, keberadaan pendidikan dianggap sebagai bintang yang memandu dalam kegelapan, memperkuat ide bahwa tanpa ilmu, masyarakat akan tersesat. Ilmu membuka pintu ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan agama, memperkuat moral dan etika dalam masyarakat. Keterlibatan aktif dalam diskusi ilmiah dan kegiatan belajar mengajar tidak hanya dianggap lebih utama dari ibadah ritualistik tanpa pemahaman, tetapi juga sebagai kegiatan yang mendekatkan seseorang kepada Allah, menunjukkan interkoneksi antara pengetahuan, keberagamaan, dan kehidupan sosial yang harmonis.


Ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan yang berakar pada nilai-nilai agama dan keilmuan dalam membentuk individu dan masyarakat yang beretika dan berilmu.


Dalam kitab Adabul Alim Wal Mutaalim, KH Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya kesungguhan dan semangat dalam mengejar keilmuan sebagai bagian penting dari pertumbuhan pribadi dan keagamaan. Persepsi ini menyatakan bahwa seorang guru atau pelajar tidak hanya memerlukan pengetahuan yang luas, tetapi juga harus terus-menerus memperbaharui dan menggali lebih dalam ilmu yang dipelajarinya.


Hal ini menggambarkan pentingnya pendidikan berkelanjutan dan pembelajaran seumur hidup dalam meningkatkan kapasitas individu untuk berkontribusi pada masyarakat dan menjaga relevansinya dalam dunia yang terus berubah.


Refleksi ini sangat relevan dengan pendidikan modern, di mana guru diharapkan tidak hanya sebagai penyampai ilmu tetapi juga sebagai pelajar sepanjang hayat. Dengan terus mengikuti perkembangan terbaru dalam bidangnya, seorang pendidik dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan menjadi model yang baik untuk murid-muridnya. Pendekatan ini mendukung gagasan bahwa pendidikan tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan sebuah perjalanan keilmuan yang terus menerus yang melibatkan pencarian pengetahuan dan kebijaksanaan.


KH Hasyim Asy'ari melalui kitabnya juga mengingatkan kita bahwa dalam proses pendidikan, setiap tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam mencari ilmu sejatinya adalah bagian dari perjalanan yang berharga tersebut. Kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi rintangan-rintangan ini tidak hanya menguji ketahanan kita, tetapi juga mengasah karakter dan memperdalam pemahaman kita.


Hal ini mendukung ide bahwa pendidikan yang benar-benar berarti tidak hanya melibatkan penguasaan konten, tetapi juga pengembangan kapasitas untuk mengatasi tantangan, yang pada akhirnya membentuk seorang individu yang matang dan berbudi luhur.


Kitab Adabul Alim Wal Mutaalim karya KH Hasyim Asy'ari, memberi pelajaran mendalam tentang bagaimana seorang guru harus berinteraksi dengan murid-muridnya, mengedepankan pendekatan yang memadukan kelembutan, penghormatan, dan kesabaran. Sikap guru terhadap murid tidak hanya tentang penyampaian ilmu saja, tetapi juga membangun hubungan yang didasarkan pada rasa saling menghargai dan empati. Ini mencerminkan sebuah model pendidikan yang tidak hanya fokus pada hasil belajar semata, tetapi juga pada pembentukan karakter siswa yang solid dan empatik.


Salah satu ajaran penting adalah tentang pentingnya guru memperhatikan kebutuhan individual setiap murid, menunjukkan kepedulian tidak hanya terhadap kemajuan akademis mereka tetapi juga kondisi emosional dan psikologis mereka. Dalam konteks pendidikan modern, ini menekankan pentingnya lingkungan belajar yang aman dan mendukung, di mana tidak ada tempat untuk bullying atau diskriminasi. Seorang guru harus menjadi pendorong, penasihat, dan pendukung, bukan hanya sebagai penyampai ilmu.


Pendekatan KH Hasyim Asy'ari juga mengingatkan bahwa proses belajar mengajar harus dilakukan dengan cara yang memuliakan murid, tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, dan memberikan perhatian yang sama. Ini menciptakan suasana belajar yang inklusif dan mendorong semua murid untuk merasa dihargai dan penting.


Pendekatan ini sangat relevan dengan gagasan pendidikan yang ramah anak, di mana setiap murid diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka masing-masing.


Pendidikan karakter yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy'ari sangat sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini yang tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif murid tetapi juga pada pembentukan akhlak dan karakter mereka. Guru berperan sebagai role model yang tidak hanya mengajar materi pelajaran tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti kejujuran, kesabaran, dan kebaikan. Ini membentuk fondasi yang kuat bagi murid untuk tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya hati dan berbudi pekerti luhur.


4 Refleksi Vital

Terdapat empat refleksi vital yang menghubungkan pendidikan karakter dengan ajaran KH Hasyim Asy'ari dalam Adabul Alim Wal Mutaalim. Pertama, pentingnya pendidikan karakter integral menunjukkan bahwa pendidikan efektif harus melampaui transfer pengetahuan untuk juga membangun kekuatan moral dan etis siswa.

 

Pendekatan KH Hasyim Asy'ari memperlihatkan bahwa karakter kuat adalah dasar penting yang mendukung kesuksesan akademis dan kehidupan pribadi siswa. Ini mencerminkan bahwa pendidikan karakter membantu membentuk individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki rasa tanggung jawab dan empati yang tinggi terhadap sesama.


Kedua, refleksi tentang inklusivitas dalam pendidikan menekankan betapa pentingnya setiap siswa diperlakukan dengan hormat dan keadilan. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang diusung oleh Hasyim Asy'ari yang menganjurkan tidak adanya diskriminasi dalam pendidikan.


Dengan menyediakan lingkungan yang mendukung semua siswa tanpa memandang latar belakang mereka, kita menciptakan basis yang kuat untuk pembentukan karakter dan kesejahteraan psikologis yang solid bagi semua siswa.


Ketiga,  peran guru sebagai pendukung dan motivator sangat krusial dalam pendidikan karakter. Guru tidak hanya bertugas mengajar materi pelajaran tetapi juga memainkan peran vital dalam membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional.


KH Hasyim Asy'ari menunjukkan bahwa guru harus aktif dalam mendukung kebutuhan emosional siswa, membantu mereka menghadapi tekanan dan membimbing mereka melalui tantangan, sehingga membentuk karakter yang memiliki resiliensi dan adaptif.


Keempat,  konsep pendidikan sepanjang hayat yang dikemukakan oleh Hasyim Asy'ari menggarisbawahi bahwa pembelajaran karakter dan nilai moral tidak berakhir setelah lulus sekolah. Pendidikan karakter harus menjadi komponen terus-menerus dalam kehidupan seseorang, dimana individu terus mengasah dan mengembangkan nilai-nilai ini sepanjang hidup mereka.


Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter adalah investasi jangka panjang yang terus memberikan manfaat, baik dalam kehidupan pribadi maupun lingkungan.


Puji Raharjo Soekarno, Jajaran Ketua Presidium Nasional Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng