Opini

Salah Kaprah Konversi Jadwal Waktu Shalat dan Imsakiyah

Sel, 16 Juni 2015 | 05:00 WIB

Oleh Ibnu Zahid Abdo el-Moeid

--Setiap hari sepanjang tahun, umat Islam diwajibkan shalat lima kali. Lima kali dalam sehari tersebut sudah ditentukan waktu-waktunya oleh Alloh SWT.

  1. Shalat Subuh, dimulai saat munculnya fajar shodiq,
  2. Shalat Dhuhur, dimulai saat tergelincirnya matahari, <>
  3. Shalat Ashar, dimulai saat panjang bayangan sebuah sama dengan panjang bendanya,
  4. Shalat Maghrib, dimulai saat terbenamnya matahari,
  5. Shalat Isya', dimulai saat hilangnya mega merah di ufuk barat

Untuk memudahkan kapan masuknya waktu-waktu shalat tersebut, telah banyak dibuat jadwal waktu shalat oleh ahli-ahli hisab. Khusus di bulan Ramadhan jadwal shalat tersebut dikenal dengan istilah Imsakiyah, karena di dalamnya ada waktu Imsak (jeda waktu beberapa menit sebelum shubuh) untuk kehati-hatian dalam memulai puasa ramadhan.

Semakin dekatnya bulan Ramadhan, banyak kita jumpai jadwal imsakiyah yang beredar, baik di dunia nyata mupun di dunia maya. Untuk alasan kepraktisan jadwal shalat, dengan cakupan wilayah yang luas seringkali kita dapatkan jadwal shalat yang dihitung berdasarkan kota tertentu namun digunakan untuk kota-kota yang lainnya dengan menyertakan daftar tafawut atau konversi waktu. Jadwal shalat untuk satu propinsi, bahkan untuk satu pulau yang cukup luas masih banyak kita temui di dalam kalender maupun rilis dunia maya. 

Berikut contoh Jadwal waktu shalat untuk pulau Jawa dengan markas hisab Jakarta beserta tafawut/konversi yang penulis ambil dari sebuah kalender 2015.

Konversi tersebut dibuat berdasarkan perbedaan selisih bujur kota dengan kota yang menjadi patokan jadwal kemudian dikalikan 4 menit. Artinya jika perbedaan bujur antar kota tersebut adalah 1 derajat maka selisih waktunya adalah 4 menit, jika nilai bujurnya lebih besar dari markas jadwal maka dikurangi dan jika lebih kecil maka ditambah. Misalnya jadwal shalat markas Jakarta (6˚ 10' LS;  106˚ 49' BT) maka untuk wilayah Bandung (6˚ 57' LS; 107˚ 37' BT) dikurangi 3 menit. Nilai 3 menit tersebut berasal dari nilai absolut bujur Jakarta dikurangi bujur Bandung lalu dikalikan 4. Uraiannya sebagai berikut : abs(106˚ 49' - 107˚ 37') = 0,8;  lalu 0,8 x 4 = 3,2 kalau dijadikan format jam = 00:03:12 yakni 3 menit 12 detik dan dibulatkan menjadi 3 menit. Karena nilai bujur Bandung lebih besar dari Jakarta maka 3 menit tersebut dikurangkan yakni -3 menit dari jadwal Jakarta.

Penggunaan konversi antar kota di dalam jadwal shalat adalah sangat menyesatkan, terutama ketika kota yang dikonversi jadwalnya tersebut perbedaan lintangnya >1˚ dr dari markas perhitungan. Penggunaan konversi bisa ditoleril jika hanya untuk waktu shalat Dhuhur saja dan tidak untuk waktu yang lainnya. Jika konversi itu dipakai untuk semua waktu shalat, mulai waktu Shubuh sampai waktu Isya' maka akan mengakibatkan kesalahan yang cukup fatal. Bisa jadi waktu Shubuh di kota A lebih dahulu dari kota B sementara waktu Isya' lebih dahulu kota B daripada kota A.

Seperti yang kita ketahui bahwa patokan awal waktu shalat adalah berdasarkan fenomena astronomi akibat dari peredaran matahari, seperti munculnya fajar shodiq, tergelincirnya matahari, panjangnya bayangan benda, terbenamnya matahari dan hilangnya mega merah di ufuk barat adalah disebabkan oleh perjalanan harian matahari yang bergerak semu dari timur ke barat. Disamping berjalan semu dari timur ke barat, dalam kurun setahun matahari juga bergeser dari utara ke selatan, dari selatan kembali ke utara lagi dan seterusnya. Karena bergesernya matahari dari utara ke selatan dan sebaliknya maka mengakibatkan perbedaan panjang siang dan malam antara dua kota yang berbeda lintangnya walaupun bujurnya sama.

Perhitungan awal waktu shalat tidak hanya melibatkan bujur lokasi namun juga lintang dan tinggi lokasi. Perbedaan lintang lokasi mengakibatkan panjang siang kota A dengan Kota B tidak sama pun juga panjang malamnya. Perbedaan panjang siang atau malam di dua kota yang bujurnya sama namun selisih lintangnya >1˚ dr bisa mencapai ±5 menit ketika deklinasi matahari berada di titik terjauh (23,5˚), misalnya di bulan Juni atau bulan Desember.

Pemakaian konversi waktu dalam jadwal shalat saat ini disamping tidak bisa dibenarkan secara ilmiah juga sangat tidak mendidik, mengingat perkembangan teknologi saat ini sangat memungkinkan kita untuk membuat jadwal shalat dengan lokasi yang sepesifik mungkin, tidak hanya dalam skala kabupaten tetapi lebih kecil lagi dalam skala kecamatan pun sangat mudah dibuat. Dengan sekali klik kita bisa membuat jadwal imsakiyah satu bulan ataupun setahun untuk sebuah kota atau desa tertentu

Contoh perbandingan hisab waktu shalat antar kota dengan selisih lintang 45' menit derajat sedangkan bujurnya hampir sama :

Perbandingan hasil hisab waktu shalat antara kota Jakarta (-6° 10' LS; 106° 49' BT;  Tinggi : 20 meter)  dengan kota Sukabumi (-6° 55' LS; 106° 55' BT;  Tinggi : 285 meter) dihitung dengan rumus hisab waktu shalat dimana sudut matahari pada wakut Shubuh dipatok -20 derajat sedangkan waktu Isya' -18 derajat sesuai dengan kriteria Kemenag saat ini.

  • Pada saat matahari berada di titik utara terjauh dari ekliptika yakni tanggal 22 Juni, waktu Shubuh di Jakarta lebih awal 1 menit dari Sukabumi, sedangkan waktu Maghrib hampir sama dengan Sukabumi dan waktu Isya'nya lebih lambat 1,5 menit dari Sukabumi.

  • Sedangkan pada saat matahari berada di titik selatan terjauh dari ekliptika yakni tanggal 22 Desember, perbedaan waktunya terbalik, waktu Shubuh di Jakarta lebih lambat 2 menit dari Sukabumi, sedangkan waktu Maghrib lebih awal 2,5 menit dari Sukabumi dan waktu Isya'nya lebih awal 1 menit dari Sukabumi.

Kalau kita hanya menggunakan konversi untuk bujur saja seperti yang banyak beredar sekarang maka wilayah Sukabumi konversinya adalah 0 menit artinya tidak ditambah maupun dikurangi dari jadwal dengan markas Jakarta. Dengan demikian penggunaan konversi sangatlah menyesatkan tidak bisa dibenarkan secara ilmiah.

Dalam pembuatan jadwal shalat untuk satu kabupaten yang lebar lintangnya tidak lebih dari 0,5˚ dr (55 KM) walaupun bujurnya memanjang lebih dari 1˚ dr.(111 KM) bisa menggunakan satu jadwal shalat dengan ikhtiyat 1-2 menit lalu disertai konversi waktu berdasarkan perbandingan 4 menit per 1˚ dr. Namun, jika wilayahnya melebar utara-selatan yang mana batas utara atau selatan dengan pusat kabupaten lebih dari 55 KM maka sebaiknya dibuatkan jadwal tersendiri, karena perbedaan lintang tidak bisa dikonversi seperti perbedaan bujur.

Contoh perbandingan hisab waktu shalat kota Gresik dengan Sangkapura Bawean yang masih dalam satu kabupaten, bujurnya sama namun selisih lintangnya >1° dr, tepatnya selisih 1,3˚ dr

Perbandingan hasil hisab waktu shalat antara kota Gresik koordinat -07° 09' 27" LS; 112° 39' 19" BT; Tinggi : 10 m. dengan Sangkapura Bawean koordinat -05° 49' 44" LS; 112° 39' 13" BT;  Tinggi : 10 meter pada saat matahari berada di titik utara terjauh dari ekliptika yakni tanggal 22 Juni, waktu Shubuh di Gresik lebih lambat 2 menit 13 detik dari Sangkapura, sedangkan waktu Maghrib di Gresik lebih cepat 2 menit 20 detik.

Sedangkan pada saat matahari berada di titik selatan terjauh dari ekliptika yakni tanggal 22 Desember, perbedaan waktunya terbalik, waktu Shubuh di Gresik lebih cepat 2 menit 50 detik dari Sangkapura, sedangkan waktu Maghrib di Gresik lebih lambat 2 menit 21 detik.

Jika tidak mau meninggalkan konversi di dalam jadwal shalat, maka formula konversinya untuk bulan Juni  sebagai berikut :

a)      Shalat shubuh, dhuha dan dhuhur di Sangkapura –2 menit 13 detik

b)      Shalat Ashar, maghrib dan isya' di Sangkapura +2 menit 20 detik

Dan jika untuk bulan Desember konversinya sebagai berikut :

a)      Shalat shubuh, dhuha dan dhuhur di Sangkapura +2 menit 50 detik

b)      Shalat Ashar, maghrib dan isya' di Sangkapura +2 menit 21 detik

Beberpa kali pertemuan ahli hisab membahas metode konversi di dalam jadwal shalat yang disepakati untuk tidak digunakan lagi, namun kenyataanya masih banyak beredar jadwal shalat dengan konversi tersebut. Akhirnya, harapan penulis, mudah-mudahan untuk ke depan tidak ada lagi jadwal shalat yang diberlakukan lebih dari satu kota yang perbedaan waktunya hanya dengan cara konversi tersebut.

 

Ibnu Zahid Abdo el‐Moeid, Dewan Pakar Lajnah Falakiyah NU Gresik