Syariah

Hukum Membulatkan Harga dalam Transaksi COD

Sel, 7 Mei 2024 | 19:30 WIB

Hukum Membulatkan Harga dalam Transaksi COD

Hukum membulatkan harga dalam transaksi COD (nu online - freepik).

Assalamu;alaikum wr wb. Yth redaksi Bahtsul Masail NU Online. Saya ingin bertanya tentang pembulatan harga dalam sistem COD atau Cash On Delivery menurut hukum Islam itu bagaimana hukumnya? 
 

Contohnya si pembeli membeli barang di market place A dengan metode COD. Saat barangnya datang dandilakukan transaksi pembayaran antara pembeli dengan kurir COD tadi terjadi pembulatan harga. Asal harga yang tertera dipaket tadi 34.235. Akan tetapi kurir menyampaikan kepada pembeli harganya 34.500 tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada pembelinya tadi. Bagaimana hukumnya menurut kajian fiqih Islam?
 

Jawaban

Wa'alaikumussalam wr wb. Terimakasih atas pertanyaannya. Semoga penanya sehat sentosa.
 

Salah satu hal yang sering kita temui saat berbelanja online di sebuah market place adalah harga barang yang tercantum tidak bulat atau terdapat nominal sen di akhir harganya. 
 

Jika kita membayarnya dengan metode cashless melalui akun bank atau akun pembayaran yang terafiliasi dengan market place, maka kita tinggal membayarnya sesuai dengan jumlah yang tertera dan tidak ada kesusahan.

Hanya saja, jika kita memilih pembayaran dengan sistem COD, maka terkadang kurir yang mengantar meminta keikhlasan untuk membulatkan harganya. 
 

Misal, harga akhir yang harus kita bayar adalah Rp24.567, kemudian kurir meminta untuk dibulatkan menjadi Rp 25.000. 
 

Kejadian yang hampir serupa juga terjadi ketika kita berbelanja di minimarket. Kasir minimarket terkadang menyebutkan nominal harga yang tidak sesuai dengan yang tertera di komputer kasir. 
 

Misal, harga produk yang tertera Rp 11.450 dan kasir menyebutkan Rp11.500 sebagai nominal yang harus dibayar. Pada akhirnya kita sebagai pembeli membayar sejumlah harga yang disebutkan kasir, bukan harga yang tertera.
 

Praktik pembulatan harga sebagaimana ilustrasi di atas, jika ditinjau dari hukum ekonomi Islam maka perlu diperjelas kembali. 
 

Jika dalam pembulatan harga terdapat konfirmasi dari kurir atau kasir dan pembeli menyetujuinya, maka hal tersebut diperbolehkan. Karena kerelaan transaksi dari kedua belah pihak adalah salah satu prinsip yang harus ada di dalam jual beli berdasarkan hadis riwayat Imam Ibnu Hibban:
 

إنما البيع عن تراض
 

Artinya, "Sungguh jual beli itu (berangkat) dari saling ridha (rela antar kedua belah pihak)." (Abu Yahya Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab, [Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt.], jilid I, halaman 157).
 

Namun, jika kurir atau kasir tidak memberikan konfirmasi dalam pembulatan harga, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Itu artinya kurir atau kasir tidak memberikan harga sesuai permintaan. Tanpa adanya konfirmasi berarti belum terjadi kesepakatan atas harga yang sesuai.
 

Ketidaksesuaian harga sama artinya dengan memperoleh harta dengan cara yang tidak benar. Allah swt dalam An-Nisa ayat 29 melarang kita untuk memperoleh harta dengan cara yang tidak benar.
 

Kemudian pembeli juga berhak mendapatkan konfirmasi atas pembulatan harga untuk kemudian disetujui. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 4 huruf (c), yaitu “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. 
 

Pembulatan harga tanpa adanya konfirmasi dari kurir atau kasir dan tanpa adanya persetujuan dari pembeli adalah salah satu bentuk pelanggaran hak konsumen. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Muhammad Nurulloh, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta konsentrasi Kajian Industri dan Bisnis Halal