Syariah

Debu Masuk Mulut Membatalkan Puasa?

Ahad, 19 Mei 2019 | 01:00 WIB

Puasa Ramadhan tidak selalu jatuh bersamaan dengan musim penghujan. Terkadang bertepatan dengan kemarau panjang, yang sarat debu di jalanan. Di musim penghujan pun, bagi para pekerja lapangan seperti petani, pekerja bangunan, dan pengendara sepeda motor, potensi untuk tetap berjibaku dengan debu sering tak terelakkan, bahkan mungkin sampai masuk ke dalam mulut yang di saat bersamaan mereka juga sedang berpuasa. 

Begitu pula, bagi ibu rumah tangga yang sedang memasak, pengrajin kue, dan tukang giling tepung. Risiko kemasukan tepung yang beterbangan di sekitarnya sangat mungkin. Pertanyaannya, apakah debu dan butiran lembut tepung yang masuk ke dalam mulut itu membatalkan puasa? 

Orang yang berpuasa cukup sulit menghindari secara total terhadap penyebaran debu yang begitu kecil. Rasanya tidak mungkin kalau setiap orang yang berpuasa harus menutup mulut penuh, tidak membukanya sama sekali, seolah tidak mungkin. 

Apabila orang yang berpuasa tersebut tidak sengaja kemasukan debu atau tepung, maka puasanya tidak batal. Namun, apabila sengaja membuka mulut dan ternyata berakibat ada debu/tepung yang masuk, ulama berbeda pendapat.

Pendapat yang paling shahih adalah tidak membatalkan puasa karena menutup mulut untuk menghindari debu/tepung yang sangat lembut secara terus-menerus adalah sesuatu yang sangat sulit dihindari maka statusnya adalah ma’fu (mendapatkan toleransi).  Pendapat kedua menyatakan batal puasanya. Hal ini mengacu sebagaimana hukumnya darah nyamuk yang banyak mengenai pakaian serta diawali dengan sengaja membunuhnya, maka shalat dengan pakaian tersebut tidak sah. 

ـ {فَرْعٌ} اتَّفَقَ أَصْحَابُنَا عَلَى أَنَّهُ لَوْ طَارَتْ ذُبَابَةٌ فَدَخَلَتْ جَوْفَهُ أَوْ وَصَلَ إلَيْهِ غُبَارُ الطَّرِيقِ أَوْ غَرْبَلَةُ الدَّقِيقِ بِغَيْرِ تَعَمُّدٍ لَمْ يُفْطِرْ قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَا يُكَلَّفُ إطْبَاقَ فَمِهِ عِنْدَ الْغُبَارِ وَالْغَرْبَلَةِ لان فِيهِ حَرَجًا فَلَوْ فَتْحَ فَمَهُ عَمْدًا حَتَّى دخله الغبار ووصل وجهه فَوَجْهَانِ حَكَاهُمَا الْبَغَوِيّ وَالْمُتَوَلِّي وَغَيْرُهُمَا قَالَ الْبَغَوِيّ (أَصَحُّهُمَا) لَا يُفْطِرُ لِأَنَّهُ مَعْفُوٌّ عَنْ جِنْسِهِ (وَالثَّانِي) يُفْطِرُ لِتَقْصِيرِهِ وَهُوَ شَبِيهٌ بِالْخِلَافِ السَّابِقِ فِي دَمِ الْبَرَاغِيثِ إذَا كَثُرَ وَفِيمَا إذَا تَعَمَّدَ قَتْلَ قَمْلَةٍ فِي ثَوْبِهِ وَصَلَّى وَنَظَائِرِ ذلك والله أعلم

Artinya: “Ashabus Syafi’i (ulama Syafi’iyah) sepakat apabila ada lalat terbang kemudian masuk ke tubuh (melalui mulut, hidung dsb) dan debu jalanan atau ayakan tepung masing-masing tidak membatalkan puasa. Ashabus Syafi’i juga mengatakan ‘orang yang puasa tidak dituntut untuk selalu menutup mulutnya saat ada debu ada tepung karena hal tersebut cukup sulit’. 

Apabila ada orang yang berpuasa dengan sengaja membuka mulut kemudian ada debu masuk, ada dua pendapat sebagaimana yang diceritakan oleh Al-Baghawi dan Al-Mutawalli serta ulama-ulama yang lain. Menurut pendapat yang paling shahih adalah tidak membatalkan puasa sebab ma’fu. 

Pendapat kedua membatalkan puasa karena orang yang sedang berpuasa tersebut dianggap ceroboh atau lalai. Perbedaan ini disamakan dengan darah nyamuk yang ma’fu (ditoleransi). Namun jika darahnya banyak dan matinya nyamuk karena disengaja, pakaian yang terkena darah tersebut tidak sah dibuat untuk shalat. (Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Darul Fikr], juz 6, halaman 327-328)

Dengan demikian dapat disimpulkan, apabila debu atau tepung masuk ke mulut tidak disengaja, ulama sepakat tidak membatalkan puasa. Namun, jika mulutnya tidak selalu dijaga untuk tertutup kemudian ada debu masuk, pendapat yang paling shahih juga tidak batal. Wallahu a’lam.


Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang 

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua