Ramadhan

Kultum Ramadhan: Membangun Jiwa Taqwa, Menempa Diri di Bulan Suci

Sen, 11 Maret 2024 | 17:00 WIB

Kultum Ramadhan: Membangun Jiwa Taqwa, Menempa Diri di Bulan Suci

Ilustrasi Ramadhan. (Foto: NU Online)

Alhamdulillah kita berada pada bulan yang penuh rahmah dan ampunan Allah, yaitu bulan suci Ramadhan. Sebagian dari hikmah puasa adalah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dan menempa diri di bulan suci Ramadhan.

 

Puasa di bulan Ramadhan kita lakukan tidak hanya dengan menahan lapar dan haus selama siang hari, tetapi juga dengan memperbaiki diri secara vertikal, horizontal, jasmani, dan rohani. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah: 183:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ ‌لَعَلَّكُمْ ‌تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."

 

Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan puasa adalah bertaqwa kepada Allah. Menurut Imam Fakhrur Razi dalam kitab tafsirnya Ar-Razi, beliau menjelaskan bahwa puasa dapat menjadikan seseorang bertaqwa kepada Allah, karena puasa menjadikan seseorang dapat menahan syahwat dan hawa nafsu, sehingga menjauhkannya dari perbuatan tercela, perbuatan sombong, serta perbuatan yang keji dan munkar.

 

Seseorang yang sering melakukan puasa, mudah baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Harapan utama dari seorang yang puasa adalah menghindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi bersabda:

 

‌مَنْ ‌لَمْ ‌يَدَعْ ‌قَوْلَ ‌الزُّورِ ‌وَالْعَمَلَ ‌بِهِ، ‌فَلَيْسَ ‌لِلَّهِ ‌حَاجَةٌ ‌فِي ‌أَنْ ‌يَدَعَ ‌طَعَامَهُ ‌وشرابه

Artinya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan melakukannya, maka Allah tidak memiliki hajat padanya yang telah meninggalkan makanan dan minumnya." (HR. Bukhari).

 

Dalam hadits ini Nabi mengingatkan kepada umatnya, agar tidak menganggap puasa hanya sebatas meninggalkan makan dan minum. Berpuasa, namun tetap melakukan perbuatan tercela, seperti berkata dusta, senang berbohong, dan mengucapkan kalimat yang kotor. Maka Nabi mengingatkan bahwa siapapun yang berpuasa, tidak makan, tidak minum, namun tetap mengerjakan hal yang tercela, maka Allah tidak peduli terhadap puasanya, tiada pahala baginya. Lebih lanjut, terdapat hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah, Nabi bersabda:

 

رُبَّ ‌صَائِمٍ ‌لَيْسَ ‌لَهُ ‌مِنْ ‌صِيَامِهِ ‌إِلَّا ‌الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

 

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar. Banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam.” (HR. Ibnu Majah)

 

Hadits ini memberikan motivasi dan dorongan kepada orang yang berpuasa untuk meninggalkan kemaksiatan, serta mendorong untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Syekh Hafidz Hasan Al Mas’udi dalam kitabnya Taisirul Khalaq menjelaskan, bahwa taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, baik terang-terangan maupun rahasia.

 

Taqwa bisa digapai dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang mulia. Harapannya, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dapat menggapai derajat ketaqwaan kepada Allah. Selanjutnya Syekh Hafidz Hasan Al Mas’udi menjelaskan, taqwa dapat dibangun seseorang dengan beberapa hal.

 

Pertama. introspeksi diri. Seseorang hendaknya melihat bahwa dirinya adalah seorang hamba yang hina, sedangkan Tuhannya adalah Dzat Yang Maha Mulia dan Kuasa. Maka tidak pantas bagi seorang hamba yang hina menentang terhadap perintah Tuhannya Yang Maha Kuasa, karena jiwa raganya ada pada kekuasaan Tuhannya.

 

Bulan Ramadhan ini adalah bulan introspeksi diri, dengan merasa diri ini adalah hamba yang hina, lemah, dan banyak dosa, agar kita malu kepada Allah, sehingga  menjadi hamba yang bertaqwa dan taat kepada Allah.  

 

Kedua, selalu mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat dari Allah. Perlu diingat bahwa kita telah diberikan nikmat keimanan, keislaman, kesehatan, kehidupan dan kebaikan oleh Allah, bahkan jika kita menghitung nikmat Allah, kita tidak bakal bisa menghitungnya, maka tidak sepatutnya bagi kita untuk mengingkari nikmat Allah.

 

Ingat, barangsiapa mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan memberikan keberkahan baginya, dan barangsiapa mengingkarinya, sesungguhnya azab Allah sangat pedih. Mari kita syukuri nikmat Allah di bulan Ramadhan ini dengan melakukan kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. 

 

Ketiga, mengingat mati. Seseorang yang menyadari bahwa dirinya besok akan mati, pasti dihadapkan pada dua hal, antara surga dan neraka. Kesadaran ini akan mendorongnya untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, sesuai kemampuannya.

 

Apalagi di bulan Ramadhan ini, kebaikan dilipatgandakan pahalanya, maka sudah sepatutnya kita banyak melakukan kebaikan di bulan suci ini, seperti shalat berjamaah, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, membantu terhadap yang membutuhkan, peduli sosial, berbagi takjil, menebarkan rahmah dan kasih sayang, serta kebaikan lainnya.   

 

Mengapa kita perlu bertaqwa? Orang yang bertaqwa akan mendapatkan dua keberuntungan, yaitu keberuntungan dunia dan keberuntungan akhirat. Keberuntungan di dunia maksudnya adalah ia akan mendapat kemuliaan yang tinggi, nama baik, dan dicintai masyarakatnya.

 

Orang yang bertaqwa akan dimuliakan masyarakat umum, orang yang bertaqwa juga akan dihormati oleh pemimpin, dan setiap orang menilainya sebagai orang yang pantas diberikan kebaikan dan kehormatan. Sedangkan keberuntungan akhirat maksudnya adalah keselamatan dari api neraka dan keberuntungan masuk surga Allah. Wallahu a'lam.

 

Rustam Ibrahim, Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.