Ramadhan

Kultum Ramadhan: Mengoptimalkan Kekuatan Akal Manusia

Jum, 7 April 2023 | 12:00 WIB

Kultum Ramadhan: Mengoptimalkan Kekuatan Akal Manusia

Akal manusia (Ilustrasi: via linkedin)

Di antara nikmat besar yang harus disyukuri dan dikembangkan oleh manusia adalah kekuatan akal. Dengan akal manusia mampu memilih kebaikan dari keburukan, mampu berjuang untuk semakin maju daripada terus berada dalam keterbelakangan, dan mampu merawat jagat daripada membiarkannya rusak di tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.


Kekuatan akal inilah yang tidak dilihat oleh para malaikat saat Allah hendak menciptakan makhluk untuk memakmurkan bumi. Malaikat hanya melihat kekuatan syahwat dan kekuatan amarah yang ada pada makhluk junior yang didesain Allah untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya di bumi.


Secara apik Al-Qur'an mengisahkan keraguan malaikat terhadap kemampuan manusia untuk menerima amanah mengurus alam raya ini dalam surat Al-Baqarah ayat 30:


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ


Artinya, “(Ingat) ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, ‘Aku ingin menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka bertanya, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana? Padahal, kami bertasbih memuji dan menyucikan nama-Mu.’ Dia berkata, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui'.”


Malaikat meragukan kemampuan manusia untuk mengurus bumi karena hanya melihat kekuatan syahwat dan kekuatan amarah yang ada pada diri manusia, sementara kekuatan akal manusia tidak diperhatikan oleh mereka. Para malaikat masih menganggap mereka lebih unggul daripada manusia, karena mereka terus-menerus beribadah kepada-Nya.


Namun demikian Allah lebih tahu potensi manusia daripada malaikat sehingga melanjutkan kehendaknya untuk menjadikan manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Di titik ini Allah berfirman, innii a'lamu maa laa ta'lamuun, 'Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui'.


Beda dengan malaikat, Allah yang menciptakan manusia tahu detail potensinya, baik potensi dari sisi kekuatan syahwat, kekuatan amarah, maupun kekuatan akal yang ada pada manusia.


Di waktu berikutnya, setelah manusia bernama Adam tercipta, terbukti malaikat harus mengakui keunggulannya. Adam sebagai makhluk junior dibandingkan dengan malaikat, tapi ternyata lebih berpengetahuan luas dibandingkan mereka.


Adam tahu segala nama makhluk baik yang fisik maupun non fisik yang ada di alam raya, sekaligus masing-masing hikmahnya. Sementara malaikat hanya tahu wujudnya, tanpa mengetahui nama dan hikmah dari setiap makhluk yang ada.


Hal ini dikisahkan oleh Al-Qur'an dalam surat Al-Baqarah ayat 31:


وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ


Artinya, “Allah mengajarkan Adam semua nama-nama (benda), kemudian menampilkan semuanya di hadapan malaikat. Lalu Allah mengatakan, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kalian para malaikat memang benar orang-orang yang benar.’”


Namun ternyata malaikat tidak mampu menyebutkan satu persatu nama makhluk yang ada di bumi. Mereka pun segera mengakui ketidakmampuannya sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 32:


قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ


Artinya, “Para malaikat berkata, ‘Mahasuci Engkau, tiada ilmu pada kami kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkau Mengetahui tahu lagi Maha Bijaksana.”


Lain halnya dengan Adam. Ia mampu menyebutkan satu persatu nama makhluk yang ada di jagat raya sekaligus hikmah penciptaannya. Tak lain hal ini karena Adam mampu mengoptimalkan kekuatan akal yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.


Kekuatan akal inilah yang diketahui oleh Allah yang akan menopang manusia dalam tugasnya memakmurkan bumi di kemudian hari. Allah tidak meragukan sama sekali manusia sama sekali, tidak seperti malaikat yang meragukannya.


Dalam hal inilah Al-Qur'an menuturkan surat Al-Baqarah ayat 33:


قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ


Artinya, “Allah berkata, ‘Hai Adam, beritakan kepada mereka nama-nama benda ini.’ Setelah Adam memberitakan semua nama itu kepada mereka, Allah berkata, ‘Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, sungguh Aku mengetahui rahasia langit dan bumi; dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan.”


Demikianlah Adam mampu menjawab keraguan para malaikat kepada yang direncanakan Tuhan untuk menjadi khalifah atau 'kepanjangan tangan' Allah untuk memakmurkan bumi. Dengan kekuatan akalnya, Adam telah membuktikan kemampuannya.


Demikian pula dengan kita, manusia-manusia generasi penerus Adam. Dengan mengoptimalkan kekuatan akal---serta pertolongan Allah---, semestinya kita mampu memilih kebaikan dari keburukan, mampu berjuang untuk semakin maju daripada terus berada dalam keterbelakangan, dan mampu merawat jagat daripada membiarkannya rusak di tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.