Syariah

Apakah Makan Membatalkan Wudhu?

Sen, 18 Desember 2023 | 12:00 WIB

Apakah Makan Membatalkan Wudhu?

Ilustrasi: wudhu (freepik).

Pertanyaan tentang apakah makan membatalkan wudhu menjadi salah satu masalah fiqih yang sering ditanyakan oleh masyarakat. Hal ini karena makan dan minum merupakan aktivitas yang sering dilakukan, sehingga wajar jika ada keraguan tentang apakah aktivitas tersebut membatalkan wudhu atau tidak.

 

Menurut Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab makan dan minum bukan termasuk perbuatan yang membatalkan wudhu, baik makan makanan yang dimasak di atas api (listrik), seperti gulai ikan, rendang, tengkleng dan semisalnya, ataupun makanan yang tidak memerlukan api untuk memasaknya, seperti apel, jeruk, salak, dan buah-buahan lainnya. 

 

Untuk itu, orang yang sudah berwudhu, sebelum shalat kemudian makan, maka makanan tersebut tidak membatalkan wudhunya, terlepas dari jenis makanan atau bagaimana cara memasaknya. Simak penjelasan Imam An-Nawawi berikut:

 

ومذهبنا أنه لا ينتقض الوضوء بشيء من المأكولات، سواء ما مسته النار وغيره غير لحم الجزور وفي لحم الجزور بفتح الجيم وهو لحم الإبل قولان، الجديد المشهور لا ينتقض، وهو الصحيح عند الأصحاب والقديم أنه ينتقض

 

Artinya, "Menurut mazhab kami, wudhu tidak batal dengan sesuatu yang dimakan, baik yang dimasak maupun tidak, kecuali daging jazur (onta). Dalam hal daging jazur (dengan dibaca fathah huruf jim-nya, yaitu daging unta), terdapat dua pendapat. Pendapat qaul jadid yang masyhur adalah tidak batal, dan ini adalah pendapat sahih menurut para ulama Ashab. Sementara qaul qadim menyatakan makan daging jazur membatalkan batal. (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, jilid II, halaman 65).

 

Hal ini selaras dengan hadits yang bersumber dari riwayat Jabir bin Abdullah, bahwa pada masa Rasulullah saw, beliau dan para sahabat setelah wudhu sering sekali makan terlebih dahulu, kemudian baru melaksanakan shalat, tanpa wudhu kembali. Artinya, makan bukanlah perkara yang membatalkan wudhu seseorang. 

 

أنَّهُ سَأَلَهُ عَنِ الوُضُوءِ ممَّا مَسَّتِ النَّارُ، فَقالَ: لَا، قدْ كُنَّا زَمَانَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا نَجِدُ مِثْلَ ذلكَ مِنَ الطَّعَامِ إلَّا قَلِيلًا، فَإِذَا نَحْنُ وجَدْنَاهُ لَمْ يَكُنْ لَنَا مَنَادِيلُ إلَّا أكُفُّنَا وسَوَاعِدُنَا وأَقْدَامُنَا، ثُمَّ نُصَلِّي ولَا نَتَوَضَّأُ

 

Artinya; "Bahwa Sa'id bin Al-Harits bertanya kepada Jabir bin Abdillah tentang wudhu dari makanan yang terkena api, lalu ia menjawab: "Tidak. Dahulu pada masa Nabi saw kami tidak menemukan makanan seperti itu kecuali sedikit. Jika kami menemukannya, kami tidak memiliki sapu tangan kecuali telapak tangan, lengan, dan kaki kami. Kemudian kami shalat dan tidak berwudhu." (HR Al-Bukhari).

 

Sementara itu, Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawil Kabir, Jilid I, halaman 205 bahwa mayoritas ulama, termasuk Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan seluruh tabi'in, menyatakan bahwa makan makanan yang terkena api, termasuk makan daging unta tidak akan membatalkan wudhu. 

 

فأما الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ: فِي أَكْلِ مَا مَسَّتِ النَّارُ فلا ينقض الوضوء بحال، وبه قال في الصَّحَابَةِ الْخُلَفَاءُ الْأَرْبَعَةُ، وَابْنُ مَسْعُودٍ وَكَافَّةُ التَّابِعِينَ، وَجُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ، وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ بِوُجُوبِ الْوُضُوءِ بِهِ مِنْ أَكْلِ لَحْمِ الْجَزُورِ دُونَ غَيْرِهِ

 

Artinya, "Adapun masalah kedua, yaitu tentang makan makanan yang terkena api, maka tidak membatalkan wudhu dalam keadaan apapun. Pendapat ini dipegang oleh para sahabat, yaitu empat khalifah, Ibnu Mas'ud, seluruh tabi'in, dan mayoritas ulama. Sementara Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa makan daging unta mewajibkan wudhu (membatalkannya), tetapi tidak untuk daging lainnya. (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, jilid I, halaman 205).

 

Penjelasan serupa tentang tidak batalnya wudhu karena memakan makanan yang dimasak dengan api atau listrik juga diungkapkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi 'ala Muslim. Ia mengatakan kendatipun ada ulama yang mengatakan bahwa seharusnya berwudhu setelah makan makanan yang dipanaskan di api, namun menurut jumhur ulama dari salaf dan khalaf pendapat yang masyhur adalah tidak wajib wudhu setelah makan.    

 

Lihat penjelasan Imam An-Nawawi berikut:

 

وقد اختلف العلماء في قوله صلى الله عليه وسلم: توضئوا مما مست النار. فذهب جماهير العلماء من السلف والخلف إلى أنه لا ينتقض الوضوء بأكل ما مسته النار. ممن ذهب إليه أبو بكر الصديق رضى الله عنه، وعمر بن الخطاب، وعثمان بن عفان، وعلي بن أبي طالب، وعبد الله بن مسعود، وأبو الدرداء، وابن عباس، وعبد الله بن عمر وأنس بن مالك، وجابر بن سمرة، وزيد بن ثابت، وأبو موسى، وأبو هريرة، وأبي بن كعب، وأبو طلحة، وعامر بن ربيعة، وأبو أمامة وعائشة رضى الله عنهم أجمعين. وهؤلاء كلهم صحابة. وذهب إليه جماهير التابعين وهو مذهب مالك، وأبي حنيفة، والشافعي، وأحمد، وإسحاق بن راهويه، ويحي بن يحي، وأبي ثور، وأبي خيثمة رحمه الله

 

Artinya, "Para ulama berbeda pendapat mengenai sabda Nabi Muhammad saw: "Berwudhulah dari sesuatu yang terkena api." Mayoritas ulama dari kalangan Salaf dan Khalaf berpendapat bahwa wudhu tidak batal dengan memakan sesuatu yang terkena api. 

 

Di antara mereka yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Abu Darda', Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Samurah, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy'ari, Abu Hurairah, Abu Bakar bin Ka'ab, Abu Thalhah, Amir bin Rabi'ah, Abu Umamah, dan Aisyah. Mereka semua adalah para sahabat Nabi Muhammad saw. 

 

Mayoritas tabi'in juga berpendapat demikian, dan ini adalah mazhab Malik, Abu Hanifah, As-Syafi'i, Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, Yahya bin Yahya, Abu Tsaur, dan Abu Khaitsamah. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi 'ala Muslim, jilid II, halaman 66).

 

Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan apakah makan membatalkan wudhu, adalah tidak. Jadi makan dan minum pada dasarnya tidak membatalkan wudhu. Kendatipun ada beberapa ulama yang mengatakan batal, namun yang kuat adalah tidak membatalkan wudhu. 

 

Pada sisi lain, meskipun tidak membatalkan wudhu, sebaiknya seseorang yang ingin shalat setelah makan, seyogianya berkumur-kumur atau minum, agar sisa makan yang tersangkut di giginya bisa dihilangkan. Hal ini penting untuk menjaga  agar shalat tidak batal, sebab makan sisa makanan yang ada di mulut termasuk perkara yang membatalkan shalat. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Ciputat Jakarta