Syariah

Sejarah Pensyariatan Wudhu

Rab, 14 September 2022 | 17:00 WIB

Sejarah Pensyariatan Wudhu

Setiap syariat memiliki sejarahnya sendiri. Hal yang sama berlaku pada wudhu. Artikel ini menerangkan sejarah pensyariatan wudhu.

Sebagai seorang muslim, kita tentu tahu bahwa berwudhu merupakan hal yang sangat penting. Terdapat banyak sekali ibadah yang mensyariatkan wudhu, seperti shalat, tawaf, memegang mushaf, dan lain sebagainya. Meski demikian, tidak banyak yang tahu kapan pertama kali wudhu disyariatkan dalam Islam. Oleh karena itu, tulisan ini akan mencoba memaparkannya.


Imam al-Qulyubi dalam kitab Hasyiyah Qulyubi wa ‘Umairah, j I, h. 51 menjelaskan tentang sejarah pensyariatan wudhu sebagai berikut:


وَفُرِضَ مَعَ فَرْضِ الصَّلَاةِ، وَقِيلَ بَعْدَ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ الْهِجْرَةِ وَلَعَلَّهُمْ عَلَى هَذَا كَانُوا لَا يُصَلُّونَ إلَّا بِهِ لَكِنْ عَلَى سَبِيلِ النَّدْبِ أَوْ النَّظَافَةِ لِأَنَّهُ مِنْ الشَّرَائِعِ الْقَدِيمَةِ،


Artinya: “(wudhu) difardukan besertaan dengan difardukannya shalat, ada juga yang berpendapat bahwa wudhu difardukan pada 16 bulan sesudah peristiwa hijrah. Jika mengacu pada pendapat ini, maka kemungkinan para sahabat selalu shalat dengan wudhu dan itu hukumnya sunnah, atau sekadar bersuci karena wudhu ini merupakan syariat umat terdahulu”.  


Dari penjelasan diatas kita bisa pahami bahwa ada dua pendapat terkait kapan pertama kali wudhu disyariatkan. Pendapat pertama menyatakan bahwa wudhu disyariatkan berbarengan dengan pensyariatan shalat, yakni peristiwa isra’ dan mi’raj. Hal ini bisa dimaklumi karena memang wudhu selalu identik dengan shalat. Peristiwa itu sendiri terjadi pada tahun ke-10 kenabian Muhammad saw, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Muin, halaman 36:


وفرضت ليلة الإسراء بعد النبوة بعشر سنين وثلاثة أشهر ليلة سبع وعشرين من رجب ولم تجب صبح يوم تلك الليلة لعدم العلم


Artinya: “(shalat) difardhukan pada malam peristiwa Isra’, yakni 10 tahun lebih 3 bulan sesudah kenabian, tepatnya pada tanggal 27 Rajab. Shalat subuh di hari tersebut belum difardhukan karena belum adanya pengetahuan terkait tatacara pengerjaan shalat”.


Mengaca pada teks di atas, berarti wudhu disyariatkan berbarengan dengan pensyariatan shalat, yakni pada saat shalat duhur tanggal 27 Rajab, yang merupakan pengerjaan shalat fardu pertama dalam sejarah Islam.


Kembali pada teks al-Qulyubi, pendapat kedua menyebutkan bahwa wudhu disyariatkan pada 16 bulan sesudah peristiwa hijrah sehingga shalat yang dijalankan sejak peristiwa isra’ mi’raj hingga 16 bulan sesudah peristiwa hijrah tersebut tetap menggunakan wudhu namun hanya sekadar kesunnahan belaka atau dalam rangka bersuci dan melestarikan syariat umat terdahulu. Al-Qulyubi juga menjelaskan bahwa pada awalnya, wudhu senantiasa dilaksanakan setiap kali akan melaksanakan shalat entah ia hadats atau tidak. Namun kemudian pada peristiwa perang khandaq dinyatakan bahwa umat Islam hanya wajib berwudhu ketika sudah hadats kecil.


Pendapat terakhir sebagaimana disebutkan oleh Dr. Jawwad Ali dalam kitab Tarikh al-Shalat menyebutkan bahwa wudhu disyariatkan jauh sebelum peristiwa Isra’ dan Mi’raj, yakni ketika malaikat Jibril memberikan pengajaran kepada Nabi tentang ibadah shalat. Terdapat hadits riwayat Imam al-Baihaqi yang menjelaskan kejadian ini:


عن محمد بن إسحاق قال وكانت خديجة أول من آمن بالله ورسوله وصدق بما جاء به قال ثم أن جبريل عليه السلام أتى رسول الله حين افترضت عليه الصلاة فهمز له بعقبه في ناحية الوادي فانفجرت له عين من ماء مزن فتوضأ جبريل ومحمد عليهما السلام ثم صليا ركعتين وسجدا أربع سجدات ثم رجع النبي قد أقر الله عينه وطابت نفسه وجاءه ما يحب من الله فأخذ بيد خديجة حتى أتى بها العين فتوضأ كما توضأ جبريل ثم ركع ركعتين وأربع سجدات هو وخديجة ثم كان هو وخديجة يصليان سرا


Artinya: “Dari Muhammad ibn Ishaq berkata: bahwa Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada Allah Swt. dan rasulnya dan meyakini kebenaran ajarannya. Kemudian, Jibril alaihi-s-salam mendatangi Rasulullah Saw. ketika sudah (diturunkan perintah) diwajibkan shalat. Lalu, Malaikat Jibril menekan tumitnya disalah satu sisi lembah, lalu memancurlah mata air dingin dan digunakan oleh malaikat Jibril dan Nabi Muhammad Saw. berwudhu, kemudian mereka berdua shalat dua rakaat dan empat sujud. Setelahnya, Rasulullah Saw. pulang dan mata airnya itu dijadikan oleh Allah tetap memancur, senanglah perasaan Rasulullah dan kembali kemata air itu bersama Khadijah untuk melakukan shalat. Keduanya berwudhu seperti yang dilakukan Jibril, kemudian shalat dua rakaat dan empat sujud secara sembunyi-sembunyi.” (HR. Al-Baihaqi)


Hadits di atas menyebutkan nama Ibunda Khadijah, berarti kejadian tersebut berlangsung pada saat sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj, karena sebagaimana kita ketahui, peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri menyimpan hikmah sebagai sebuah pelipur lara bagi Nabi yang sedang kehilangan dua penyokong utamanya, yakni Paman beliau Abu Thalib dan istri beliau, Khadijah. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes