Syariah

Hukum Menjadikan Asmaul Husna sebagai Jimat

Ahad, 21 Agustus 2022 | 16:00 WIB

Hukum Menjadikan Asmaul Husna sebagai Jimat

Asmaul Husna dibuat jimat.

Asmaul Husna merupakan nama-nama Allah swt yang jumlahnya ada 99. Salah satu keutamaan nama-nama tersebut adalah bisa menjadi perantara agar doa mudah dikabulkan. Sebab itu, saat berdoa kita dianjurkan untuk menyertakannya. Semisal agar diberi kelancaran rezeki maka perbanyak dzikir lafal ar-Razzâq (الرَّزَّاق), agar diberi diberi ampunan perbanyak baca lafal at-Tawwâb (التَّوَّاب), dan sebagainya. Allah swt berfirman:
 

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ 


Artinya, “Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” QS. Al-A’raf: 180).
 

Dalam Beberapa hadits juga menegaskan keutamaan Asmaul Husna. Salah satunya sabda Nabi saw berikut: 
 

عن ابنِ مَسعودٍ رضي الله عنه عَنْ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم؛ أنَّهُ قَالَ: "مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌ ولا حَزَنٌ، فَقَالَ: اللهُمَّ إِني عَبْدُك، ابْنُ عَبْدِك، ابْنُ أَمَتِك، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِك، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ القُرْآنَ العَظِيمَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَحَزَنَهُ وأَبْدَلَ مَكَانَه فَرَحًا. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ الله، أَفَلَا نَتَعَلَّمُها؟ فَقَالَ: بَلَى يَنْبَغِي لِكُلِّ مَنْ سَمِعَها أَنْ يَتَعَلَّمَها 


Artinya, "Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, dari Rasulullah saw, ia bersab​​​​​​da, ‘Tidak sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kesedihan, lalu ia mengucapkan doa berikut: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki dan hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu, keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku.


Aku memohonkan kepada Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur hatiku, cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku,’ 


Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya dalam dirinya, dan menggantikannya dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya: 'Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (Asmaul Husna) mempelajarinya'.’" (HR Ahmad).


Jimat Asmaul Husna 

Dalam praktiknya, penggunaan Asmaul Husna dalam doa juga dibuat dalam bentuk jimat. Misalkan seseorang menulis kata ar-Razzâq (الرزاق) dengan jumlah bilangan tertentu di kain, kemudian membawanya kemana pun pergi, maka ia akan diberi kelancaran rezeki. Atau menulis kata al-Ḫâfidz (الحافظ) agar selalu diberi penjagaan oleh Allah swt. Kebanyakan orang menyebut praktik demikian sebagai pembuatan jimat. Bagaimana pandangan Islam dengan hal seperti ini?

Sebelumnya perlu diketahui, kata ‘jimat’ dalam bahasa Arab adalah ‘tamimah’. Syekh Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq al-Adzim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud menjelaskan: 
 

وَالتَّمِيمَة يُقَال إِنَّهَا خَرَزَة كَانُوا يُعَلِّقُونَهَا يَرَوْنَ أَنَّهَا تَدْفَع عَنْهُمْ الْآفَات وَاعْتِقَاد هَذَا الرَّأْي جَهْل وَضَلَال إِذْ لَا مَانِع وَلَا دَافِع غَيْر اللَّه سُبْحَانه، وَلَا يَدْخُل فِي هَذَا: التَّعَوُّذ بِالْقُرْآنِ وَالتَّبَرُّك وَالِاسْتِشْفَاء بِهِ لِأَنَّهُ كَلَام اللَّه سُبْحَانه وَالِاسْتِعَاذَة بِهِ تَرْجِع إِلَى الِاسْتِعَاذَة بِاَللَّهِ ، إِذْ هُوَ صِفَة مِنْ صِفَات ذَاته 

 

Artinya, “Tamimah merupakan sebutan untuk tulang yang dikalungkan oleh seseorang yang diyakini bisa mencegahnya dari mara bahaya. Keyakinan demikian adalah bodoh dan sesat. Sebab, hanya yang bisa mencegah dan menolak bahaya. Namun, berlindung, bertabarruk (berharap keberkahan) dan berobat dengan perantara Al-Qur’an tidak masuk dalam hal ini, karena merupakan bagian dari kalam Allah. Maka berharap perlindungan dengan kalam Allah adalah berharap perlindungan kepada-Nya, sebab itu adalah sebagian dari beberapa sifat-Nya.” (Muhammad Syamsul Haq al-Adzim Abadi, ‘Aunul Ma’bud, 2017, juz XI, halaman 92).


Dari penjelasan Syekh Abu Thayyib di atas dapat disimpulkan bahwa jimat yang menggunakan Asmaul Husna berbeda dengan praktik yang dilakukan pada zaman jahiliyah. Masyarakat jahiliyah tidak menggunakan asma Allah, melainkan benda yang diyakini memiliki kekuatan tertentu. Karena konteksnya berbeda, maka penggunaan Asmaul Husna sebagai jimat tidak masuk dalam larangan Nabi dalam hadits berikut:

 

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ 

 

Artinya, “Sesungguhnya ruqyah, tamimah (jimat) dan tiwalah (pengasihan) adalah syirik.” (HR Abu Dawud). 


Hanya yang perlu diperhatikan, karena Asmaul Husna merupakan lafal-lafal yang dimuliakan dalam Islam, maka dalam membawa benda yang bertuliskan lafal tersebut juga harus bisa menjaganya, seperti tidak membawanya ke kamar mandi, tidak memasukannya ke dalam saku celana, dan upaya-upaya lain untuk menjaga kemuliaannya. Rasulullah saw sendiri ketika hendak masuk ke kamar kecil (WC) akan melepaskan cincinnya karena tertulis ‘Muhamadur Rasulullah’ . Diriwayatkan:

 

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ 

 

Artinya, “Dari Anas bin Malik, ia berkata, ‘Jika ingin masuk ke WC, Nabi saw selalu melepas cincinnya.” (HR Ibnu Majah).


Penulis menyarankan agar dalam pembuatan jimat menggunakan Asmaul Husna memiliki sumber yang dapat dipertanggungjawabkan atau guru yang jelas. Jangan hanya, misalkan, asal comot dari internet tanpa mengetahui dari mana pengambilannya. 


Simpulan kami, menggunakan Asmaul Husna untuk dibuat jimat diperbolehkan, dengan catatan meyakini hanya Allah yang bisa memberi manfaat dan menolak keburukan, tetap menjaga kemuliaan Asmaul Husna dengan tidak meletakkan benda yang bertuliskan lafal tersebut di tempat sembarangan, dan pembuatan jimat tersebut harus memiliki sumber serta guru yang jelas. Wallahu a’lam. 

 


Ustadz Muhamad Abror, Penulis Keislaman NU Online, Alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta