Syariah

Perawatan Bayi Prematur: Tajhiz, Aqiqah dan Memberi Nama

Rab, 14 Desember 2022 | 08:00 WIB

Perawatan Bayi Prematur: Tajhiz, Aqiqah dan Memberi Nama

Perawatan Bayi Prematur

Keguguran dalam dunia kedokteran didefinisikan sebagai kematian embrio atau janin secara tiba-tiba sebelum usia kehamilan 20 minggu. Sedang bayi prematur menurut standar WHO adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. 
 

Dalam Islam, janin atau bayi yang keguguran dikenal dengan nama siqth. Siqth sendiri didefinisikan dengan bayi yang lahir sebelum mencapai masa sempurna kehamilan yaitu enam bulan lebih sedikit. 
 

Terkait bayi keguguran, disampaikan Sayyid Abdullah Al-Jurdani dalam kitab Fathul Allam,hukumnya diperinci:
 

Pertama, bila saat lahir sudah meninggal dan sudah tampak ada bentuk organ manusia seperti kepala atau tangan, maka bayi wajib dimandikan, dikafani, dan dikubur, namun tidak boleh dishalati. Masa tampak organ manusia ini biasanya ketika kehamilan telah mencapai usia empat bulan.
 

Kedua, bila saat lahir telah ada tanda kehidupan, seperti sempat berteriak, menangis, bergerak, atau bernafas, maka hukumnya seperti orang dewasa. bayi tersebut wajib dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan. Hal ini di antaranya berdasar hadits riwayat Imam Ibnu Majah dari sahabat Jabir ra: 
 

إذَا اسْتَهَلَّ السِّقْطُ صُلِّيَ عَلَيْهِ وَوَرِثَ
 

Artinya, "Ketika siqth (bayi prematur) sempat berteriak, maka ia wajib dishalati dan mempunyai hak waris."
 

Ketiga, bila janin tersebut lahir sebelum tampak tanda organ manusia namun telah tampak sebagai embrio manusia, maka hanya sunah dikafani dan dikubur. (Abdullah Al-Jurdani, Fathul Allam, [Dar Ibn Hazm], Juz III, halaman 212-213. 
 

Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan, bahwa janin tersebut menurut Imam Ibnu Hajar juga sunah dimandikan. Syekh Nawawi juga menyebutkan, bahwa bila masih berupa gumpalan darah atau sekerat daging maka belum bisa disebut siqth sehingga cukup dikubur tanpa dibungkus. Nawawi Al Bantani, Nihayatuz Zain, halaman156.
 

Aqiqah Bayi Prematur

Janin yang keguguran menurut Imam Ibnu Hajar dan Imam As-Syarqawi tidak diaqiqahi dan tidak diberi nama, kecuali bila telah mencapai usia ditiupnya ruh yaitu empat bulan. Demikian disebutkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin. Abdurrahman Baalawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Surabaya, Al-Hidayah ], halaman 257).
 

Hal ini karena sebelum ditiupnya ruh, bayi tersebut tidak akan dibangkitkan di akhirat sehingga tidak bisa memberikan manfaat. Berbeda dengan bayi yang telah yang telah mencapai empat bulan. Ia dapat memberikan syafaat kepada orang tuanya. Dalam kitab Jamius Shaghir disebutkan hadits:
 

إنَّ السِّقْطَ لَيُرَاغِمُ رَبَّهُ إذَا أَدْخَلَ أَبَوَيْهِ النَّارَ فَيُقَالُ أَيُّهَا السِّقْطُ الْمَرَاغِمُ رَبَّهُ أَدْخِلْ أَبَوَيْك الْجَنَّةَ فَيَجُرُّهُمَا بِسُرَرِهِ حَتَّى يُدْخِلَهُمَا الْجَنَّةَ
 

Artinya, "Sesungguhnya bayi keguguran mengadu kepada Tuhannya ketika kedua orang tuanya hendak dimasukkan ke neraka. Kemudian dikatakan, "Wahai bayi keguguran yang mengadu kepada Tuhannya, masukkanlah kedua orangtuamu ke surga." Kemudian bayi tersebut menarik kedua orangtuanya dengan tali ari-arinya hingga memasukkan ke surga."
 

Memberi Nama Bayi Prematur

Terkait memberi nama bayi keguguran, Imam As-Suyuthi dalam Jamius Shaghir juga menyebutkan hadits:
 

سُمُّوا السِّقطَ، يُثقِّلِ اللَّهُ بهِ ميزانَكُم. فإنَّهُ يأتي يومَ القيامةِ يقولُ: أيْ ربِّ، أَضاعوني فَلَم يُسمُّوني
 

Artinya, "Berilah nama janin keguguran. Dengan memberi nama itu Allah akan memperberat timbangan kebaikan kalian. Sesungguhnya janin tersebut (bila tak diberi nama) akan datang di hari kiamat kemudian berkata: "Wahai Tuhanku. Mereka mengabaikanku sehingga tak memberiku nama." 
 

Sementara Imam Ibnu Allan menyebutkan hadits dha'if bahwa Sayyidah Aisyah pernah keguguran. Kemudian janin tersebut oleh Nabi saw diberi nama Abdullah, sehingga Sayyidah Aisyah memiliki nama panggilan (kunyah) Ummu Abdillah.  Ibnu Allan, Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah Syarh Al-Adzkar, [Jamiyatun Nasyr wat Ta'lif Al-Azhariyah], juz VI,  halaman 103. 

 

Ustadz Muhammad Masruhan, Pengajar di PP Al-Inayah Wareng Tempuran dan Pengurus LBM NU Kabupaten Magelang.