Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 185: Perintah, Makna, dan Hukum Takbir Malam Idul Fitri

NU Online  ·  Sabtu, 29 Maret 2025 | 15:13 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 185: Perintah, Makna, dan Hukum Takbir Malam Idul Fitri

Bertakbir di malam Hari Raya Idul Fitri. (Foto: NU Online/Freepik)

Surat Al-Baqarah ayat 185 merupakan ayat yang membahas tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan serta anjuran untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir setelah menyempurnakan puasa. Bagian ayat ini adalah:


وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ۝١٨٥


Wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullâha ‘alâ mâ hadâkum wa la‘allakum tasykurûn


Artinya: "Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur."


Makna dan Hukum Bertakbir pada Malam Idul Fitri


Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menjelaskan bahwa disunahkan bagi umat Islam untuk menampakkan takbir pada malam hari raya, baik di masjid-masjid, rumah-rumah, maupun di jalan-jalan, baik bagi mereka yang sedang dalam perjalanan maupun yang menetap. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam Idul Fitri dengan mengumandangkan takbir, baik secara sendirian maupun bersama-sama, agar semarak hari raya semakin terasa dan nilai-nilai Islam semakin kuat tertanam dalam kehidupan umat.


Lebih jauh lagi, menurut Ibnu Qudamah, anjuran bertakbir ini lebih ditekankan pada malam Idul Fitri dibandingkan Idul Adha. Pasalnya, ini merupakan tanda syukur atas selesainya ibadah puasa selama sebulan penuh.  Simak penjelasan Ibnu Qudamah berikut:


مسألة : قال ( ويظهرون التكبير في ليالي العيدين ، وهو في الفطر آكد ، لقول الله تعالى { ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون } ) وجملته أنه يستحب للناس إظهار التكبير في ليلتي العيدين في مساجدهم ومنازلهم وطرقهم ، مسافرين كانوا أو مقيمين ، لظاهر الآية المذكورة . قال بعض أهل العلم في تفسيرها : لتكملوا عدة رمضان ، ولتكبروا الله عند إكماله على ما هداكم 


Artinya: "Masalah: Penulis berkata: "Dan mereka menampakkan takbir pada malam-malam dua hari raya, dan takbir pada Idul Fitri lebih ditekankan, berdasarkan firman Allah Ta’ala: {dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangan (puasa) dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur} (QS. Al-Baqarah: 185)."  Kesimpulannya, disunahkan bagi umat Islam untuk menampakkan takbir pada kedua malam hari raya, baik di masjid-masjid, rumah-rumah, maupun di jalan-jalan, baik mereka sedang dalam perjalanan atau menetap, berdasarkan keumuman makna ayat tersebut. Sebagian ulama menafsirkan ayat ini dengan mengatakan: "Menyempurnakan bilangan (puasa) bulan Ramadhan, dan mengagungkan Allah ketika telah menyempurnakannya sebagai bentuk syukur atas hidayah-Nya." [Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Lebanon: Dar Ihya al-Arabi, 1985 M], Jilid II, halaman 112].


Maksud "menampakkan" takbir, kata Ibnu Qudamah adalah dengan mengeraskannya sehingga terdengar oleh orang lain. Hal ini dilakukan agar syiar Islam semakin tampak dan dapat mengingatkan kaum Muslimin akan kebesaran Allah.  


Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abdullah bin Umar biasa bertakbir di dalam kemahnya di Mina, lalu orang-orang di masjid mendengarnya dan ikut bertakbir. Penduduk pasar pun turut mengumandangkan takbir hingga seluruh Mina bergemuruh dengan suara takbir.


ومعنى إظهار التكبير رفع الصوت به ، واستحب ذلك لما فيه من إظهار شعائر الإسلام ، وتذكير الغير ، وكان ابن عمر يكبر في قبته بمنى ، يسمعه أهل المسجد فيكبرون ، ويكبر أهل الأسواق ، حتى ترتج منى تكبيرا . قال أحمد : كان ابن عمر يكبر في العيدين جميعا ، ويعجبنا ذلك 


Artinya: "Dan makna menampakkan takbir adalah meninggikan suara saat mengucapkannya. Hal ini disunahkan karena di dalamnya terdapat syiar Islam yang tampak serta dapat mengingatkan orang lain. Ibnu Umar dahulu bertakbir di dalam kemahnya di Mina, sehingga orang-orang di masjid mendengarnya lalu ikut bertakbir, dan penduduk pasar pun ikut bertakbir, hingga Mina bergemuruh dengan suara takbir. Imam Ahmad berkata, "Ibnu Umar senantiasa bertakbir pada dua hari raya, dan kami menyukai hal itu." [Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Lebanon: Dar Ihya al-Arabi, 1985 M], Jilid II, halaman 112].


Begitu pula dengan Ibnu Katsir, dalam kitab Tafsir Al-Qur'an Al-Adzhim menjelaskan bahwa bertakbir pada malam Idul Fitri merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas selesainya bulan Ramadhan dan sebagai syiar Islam yang perlu disebarkan. Takbir ini juga menjadi bentuk pengagungan terhadap Allah serta pengingat bagi sesama Muslim untuk terus berpegang teguh pada Islam.


أي ولتذكروا الله عند انقضاء عبادتكم


Artinya: "Dan ingatlah Allah setelah kalian menyelesaikan ibadah kalian." [Ibnu Katsir, Al-Qur'an Al-Adzhim, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1998 M], Jilid I, halaman 371].


Takbir sebagai Syiar Islam


Sementara itu, Syekh Jamaluddin Al-Qasimi, dalam Tafsir Mahasinu Ta'wil, dengan mengutip pendapat Al-Harali menjelaskan dalam firman Allah wa li-tukabbirullāh (وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ) terdapat isyarat terhadap sunah dalam pelaksanaan shalat Id, yaitu menyerukan takbir dengan suara lantang. 


Takbir yang diulang-ulang secara terang-terangan sesuai dengan hakikat pengagungan Allah yang seharusnya dilakukan secara lantang dan terbuka. Untuk itu, shalat Ied dianjurkan untuk dilaksanakan di tempat luas, seperti lapangan, agar gema takbir terdengar lebih luas dan menambah kemeriahan serta kekhidmatan dalam mengagungkan Allah.


قال الحراليّ: وفي لفظ: وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ، إشعار لما أظهرته السنّة من صلاة العيد، وأعلن فيها بالتكبير. وكرر مع الجهر فيها لمقصد موافقة معنى التكبير الذي إنّما يكون علنا. وجعلت في براح من متسع الأرض لمقصد التكبير. لأن تكبير الله إنما هو بما جلّ من مخلوقاته. انتهى ملخصا.


Artinya: "Al-Harrali berkata: Dalam lafaz "وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ" terdapat isyarat terhadap apa yang ditunjukkan oleh sunah, yaitu pelaksanaan shalat Id, yang di dalamnya diumumkan takbir secara jelas. Takbir tersebut diulang dengan suara keras untuk mencapai tujuan kesesuaian dengan makna takbir, yang memang seharusnya dilakukan secara terang-terangan. Shalat Id juga disyariatkan untuk dilakukan di tempat terbuka yang luas sebagai tujuan untuk memperbesar takbir, karena mengagungkan Allah dilakukan dengan memperlihatkan keagungan ciptaan-Nya yang paling besar. Selesai." [Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasinu Ta’wil, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1418 H], Jilid II, halaman 27].


Takbir Sebagai Bentuk Syukur


Takbir merupakan bentuk pengagungan kepada Allah yang dianjurkan dalam Islam, terutama pada hari raya Idul Fitri. Abu Ja'far At-Thabari dalam Tafsir Jamiul Bayan, menjelaskan bahwa Allah memerintahkan umat Islam untuk mengagungkan-Nya dengan menyebut nama Allah atas nikmat yang telah diberikan, yaitu petunjuk dan taufik dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. 


Berbeda dengan kaum dari agama lain yang juga diwajibkan berpuasa tetapi tersesat dari ketetapan-Nya. Umat Islam diberi kemuliaan oleh Allah dengan hidayah untuk menunaikan ibadah tersebut dengan benar. Oleh karena itu, sebagai ungkapan syukur atas nikmat tersebut, Allah menganjurkan umat Islam untuk mengagungkan-Nya dengan bertakbir.


Lebih jauh lagi, Imam Thabari dalam Jamiul Bayan menjelaskan bahwa bentuk dzikir yang dianjurkan sebagai ungkapan syukur adalah bertakbir pada hari Idul Fitri.  Dengan bertakbir, seorang Muslim menyadari bahwa kemenangan dalam menahan hawa nafsu dan menjalankan ketaatan bukanlah hasil usaha pribadi semata, melainkan atas rahmat dan bimbingan Allah. Simak penjelasan berikut:


قال أبو جعفر: يعني تعالى ذكره: ولتعظِّموا الله بالذكر له بما أنعم عليكم به، من الهداية التي خذل عنها غيركم من أهل الملل الذين كتب عليهم من صوم شهر رمضان مثلَ الذي كتب عليكم فيه، فضلُّوا عنه بإضلال الله إياهم، وخصَّكم بكرامته فهداكم له، ووفقكم لأداء ما كتبَ الله عليكم من صومه، وتشكروه على ذلك بالعبادة لهُ. والذكر الذي حضهم الله على تعظيمه به، التكبير يوم الفطر


Artinya: "Abu Ja'far berkata: Allah Ta'ala berfirman, yang artinya: "Dan agar kalian mengagungkan Allah dengan menyebut-Nya atas nikmat yang telah Dia berikan kepada kalian, yaitu petunjuk yang tidak diberikan kepada selain kalian dari kalangan para penganut agama lain, yang telah diwajibkan kepada mereka puasa di bulan Ramadhan sebagaimana yang telah diwajibkan kepada kalian. Namun mereka tersesat darinya karena Allah menyesatkan mereka, sedangkan Allah mengkhususkan kalian dengan kemuliaan-Nya, lalu memberikan petunjuk kepada kalian dan memberi taufik kepada kalian untuk menunaikan kewajiban puasa yang telah Allah tetapkan bagi kalian. Maka, bersyukurlah kepada-Nya atas hal itu dengan beribadah kepada-Nya. Adapun bentuk dzikir yang Allah anjurkan untuk mengagungkan-Nya adalah bertakbir pada hari Idul Fitri."


Al-Mutsanna meriwayatkan kepadaku, ia berkata, "Suwaid bin Nashr telah menceritakan kepada kami," ia berkata, "Ibnu Al-Mubarak telah mengabarkan kepada kami dari Dawud bin Qais," ia berkata, "Aku mendengar Zaid bin Aslam berkata, ‘Dan agar kalian mengagungkan Allah atas petunjuk yang diberikan kepada kalian,’ yakni ketika melihat hilal (bulan sabit), maka bertakbirlah sejak melihat hilal hingga imam selesai (shalat Id), baik di jalan maupun di masjid. Hanya saja, ketika imam telah hadir, maka takbir dihentikan dan tidak bertakbir kecuali mengikuti takbirnya imam." [Imam Thabari, Jamiul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah wa Turats, tt], Jilid III, halaman 479].


Dengan demikian, takbir cerminan ketundukan dan penghormatan kepada Allah. Di hari raya Idul Fitri, takbir menggema sebagai simbol kemenangan spiritual seorang Muslim setelah sebulan penuh berpuasa. Syukur yang sejati atas nikmat Allah ketaatan kepada Allah sepanjang kehidupan.


Takbir Dimulai Sejak Melihat Hilal


Dalam tradisi Islam, takbir merupakan salah satu bentuk syiar yang dianjurkan, terutama saat memasuki hari raya. Berdasarkan pendapat Ibnu Abbas, sebagaimana dikutip oleh Imam Abu Thalib Al-Makki, Al- Hidayah Ila Bulughin Nihayah, bahwa umat Islam dianjurkan untuk bertakbir sejak melihat hilal bulan Syawal sebagai tanda masuknya Idul Fitri. 


Pendapat serupa juga dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Aslam, yang menyatakan bahwa takbir dilakukan ketika berangkat menuju tempat shalat Idul Fitri. Hal ini menunjukkan bahwa takbir bukan hanya dilakukan dalam shalat Idul Fitri, tetapi dimulai sejak tanda awal masuknya bulan Syawal terlihat.


قال ابن عباس: " حق على المسلمين أن يكبروا إذا نظروا إلى هلال شوا .وقيل: هو التكبير في العيد عند الغدو إلى المصلى. قاله علي بن أبي طالب، وزيد بن أسلم


Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Wajib bagi kaum Muslimin untuk bertakbir ketika melihat hilal bulan Syawal." Dikatakan pula bahwa yang dimaksud adalah takbir pada hari raya ketika berangkat menuju tempat shalat. Pendapat ini dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Aslam." [Imam Abu Thalib Al-Makki, Al- Hidayah Ila Bulughin Nihayah, [UEA: University City - Sharjah, 2008], Jilid I, halaman 509]. 


Sementara itu, Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, dalam kitab Fathul Qarib, takbir disunahkan bagi semua Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang bermukim maupun musafir. Takbir ini dapat dilakukan di berbagai tempat, seperti rumah, jalan, masjid, atau pasar. 


Waktu dimulainya takbir adalah sejak terbenam matahari pada malam hari raya dan berlanjut hingga imam memasuki shalat Idul Fitri. Namun, berbeda dengan takbir pada Idul Adha, takbir pada Idul Fitri tidak disyariatkan setelah shalat, meskipun menurut Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar, tetap dianjurkan sebagai sunah.


Simak penjelasan berikut:


 ويكبر ندبا كل من ذكر وأنثى  وحاضر ومسافر في المنازل والطرق والمساجد والأسواق، من غروب الشمس من ليلة العيد، أي: عيد الفطر، ويستمر هذا التكبير إلى أن يدخل الإمام في الصلاة  للعيد، ولا يسن التكبير ليلة عيد الفطر عقب الصلاة، ولكن النووي  في "الأذكار" اختار أنه سنة


Artinya: "Disunnahkan bertakbir bagi setiap laki-laki dan perempuan, baik yang menetap maupun yang sedang bepergian, di rumah-rumah, jalan-jalan, masjid-masjid, dan pasar-pasar, sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya, yaitu Hari Raya Idul Fitri. Takbir ini berlanjut hingga imam memasuki shalat Id. Tidak disunahkan bertakbir setelah shalat pada malam Idul Fitri, tetapi Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar memilih pendapat bahwa hal itu sunah." [Muhammad Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Lebanon: Darul Ibnu Hazam, 2005], halaman 103].


Dengan demikian, bertakbir pada malam Idul Fitri adalah syiar Islam, bentuk rasa syukur, dan wujud pengagungan kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan. Wallahu a'lam.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung