Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 21

Sab, 22 Agustus 2020 | 08:15 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 21

Imam At-Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, mengatakan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan kepada kelompok musyrik di Kota Makkah, kelompok munafik di Kota Madinah, dan kelompok selain keduanya. (Ilustrasi: sm3ny.com)

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 21:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Yā ayyuhan nāsu’budū rabbakumul ladzī khalaqakum wal ladzīna min qablikum la‘allakum tattaqūna.


Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakanmu dan menciptakan orang sebelum kamu agar kamu bertakwa atau menjaga diri (dari siksa-Nya),” (Surat Al-Baqarah ayat 21).


Ragam Tafsir

Tafsirul Jalalain menyebutkan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan kepada penduduk kota Makkah saat itu. Mereka diperintahkan untuk mengesakan Tuhan yang menciptakan mereka dari yang semula bukan apapun dan menciptakan orang-orang sebelum mereka.


Mereka diperintahkan untuk mengesakannya dengan harapan mereka dengan menyembah Allah dapat melindungi diri dari azab-Nya.

 

***


Imam At-Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, mengatakan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan kepada kelompok musyrik di Kota Makkah, kelompok munafik di Kota Madinah, dan semua kelompok sosial selain dua kelompok pertama.


Allah memerintahkan mereka untuk tunduh, patuh, merendahkan diri, dan mengesakan-Nya. Pada Surat Al-Baqarah ayat 21, Allah memerintahkan semua itu karena Dia adalah pencipta mereka, nenek moyang mereka, berhala mereka, dan semua yang dianggap tuhan oleh mereka.


Allah seakan mengatakan pada Surat Al-Baqarah ayat 21, “Tuhan yang menciptakan kamu, bapak kamu, kakek kamu, dan semua makhluk selain kamu adalah Zat yang sanggup memberikan mudharat dan manfaat kepada kamu. Dia lebih layak ditaati daripada zat yang tidak kuasa memberikan mudharat dan manfaat kepada kamu.”


Ibnu Jarir At-Thabari mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA yang mengartikan perintah penyembahan pada Surat Al-Baqarah ayat 21 sebagai perintah pengesaan Allah. Hanya saja kami telah menjelaskan ketundukan, kerendahan diri, dan kepatuhan sebagai makna penyembahan. Sedangkan yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah perintah untuk mengesakan ketaatan dan penyembahan kepada Allah, bukan kepada makhluk-Nya.


At-Thabari juga mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA bahwa Surat Al-Baqarah ayat 21 dimaksudkan untuk menjelaskan dua kelompok yang berbeda, yaitu kelompok orang kafir di Makkah dan kelompok orang munafik di Madinah.


Menurut At-Thabari, Surat Al-Baqarah ayat 21 ini dalil paling kuat atas runtuhnya pernyataan sekelompok teolog atau ahli kalam yang mengatakan, taklif ma la yuthaq atau pembebanan atas sesuatu yang tidak dapat dipikul tanpa pertolongan Allah itu tidak mungkin kecuali setelah Allah menganugerahkan pertolongan-Nya kepada mukallaf atas perintah yang dibebankan kepadanya.


Allah, kata At-Thabari, memerintahkan orang-orang kafir untuk menyembah-Nya dan bertobat atas kekafiran terhadap-Nya setelah mengabarkan kepada kita bahwa mereka tidak akan pernah beriman dan mereka tidak akan pernah kembali dari jalan kesesatan.

 

***


Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA yang membedakan audiens kalamullah berdasarkan pilihan diksinya.


Yā ayyuhan nās” ditujukan pada penduduk Makkah. Sedangkan “Yā ayyuhal ladzīna āmanū” ditujukan kepada penduduk Madinah. Sedangkan “Yā ayyuhan nās” pada Surat Al-Baqarah ayat 21 ditujukan untuk umum kecuali anak-anak dan orang disabilitas mental.


Imam Al-Baghowi kembali mengutip pendapat sahabat Ibnu Abbas RA perihal Surat Al-Baqarah ayat 21. Menurut Ibnu Abbas RA, “sembahlah” bermakna “esakanlah.” Semua turunan dari kata “sembah, menyembah, penyembahan atau ibadah” yang ada dalam Al-Qur’an bermakna pengesaan Allah atau tauhid.


Kata “khalaqa" atau "al-khalq”, kata Al-Baghowi, adalah penciptaan sesuatu dari asal mulanya tidak ada atau creatio ex nihilo tanpa model atau contoh sebelumnya “agar kalian bertakwa” yaitu agar kalian selamat dari siksa-Nya. Tetapi ada yang menafsirkan, “Hendaklah kalian berharap ketakwaan dengan tetap berada dalam tabir dan lindungan dari siksa Allah.”


Ketentuan Allah dari balik kamu adalah perbuatan-Nya atas apa yang dikehendaki-Nya sebagaimana perintah-Nya kepada Musa dan Harun, “Katakanlah kepadanya (Fir’aun) dengan perkataan yang lemah lembut. Semoga dia menjadi ingat atau takut,” (Surat Thaha ayat 22). Maksudnya, “hendaklah kalian berdua mengajaknya kepada kebenaran sambil terus mengharapkan keinsafan Fir’aun.”

 

***


Adapun Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, mengatakan bahwa pada Surat Al-Baqarah ayat 21, manusia diseru dengan “yā ayyhuhan nās.” Seruan semacam ini dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa Allah akan membicarakan hal penting yang diabaikan dan tidak masuk hitungan pikiran manusia.


Kata “khalaqa” atau “al-khalq,” kata Imam Baidhawi pada Surat Al-Baqarah ayat 21, merupakan sebuah penciptaan sesuatu dengan batasan dan ukuran tertentu. Sedangkan kata “alladīna min qablikum” mencakup barang apa saja yang mendahului manusia baik zat maupun waktunya.


Pada Surat Al-Baqarah ayat 21, Allah mengingatkan bahwa takwa adalah punck derajat para pesuluk atau para pejalan spiritual, yaitu terbebas dari segala selain Allah untuk bergantung kepada-Nya. Seorang hamba Allah, kata Baidhawi, tidak boleh terpedaya dengan ibadahnya. Ia harus selalu dalam keadaan takut dan berharap dalam menyembah Allah.


Menurut Al-Baidhawi, Surat Al-Baqarah ayat 21 menunjukkan bahwa jalan menuju mengenal Allah (makrifatullah), mengetahui keesaan-Nya, dan keharusan menyembah-Nya adalah menganalisa ciptaan-Nya dan membuktikan perbuatan-Nya.


Menurut Al-Baidhawi dari pemahamannya atas Surat Al-Baqarah ayat 21, seorang hamba Allah tidak berhak ganjaran pahala atas ibadah yang dilakukan. Pasalnya, ibadah seseorang merupakan sebuah keharusan sebagai bentuk syukur atas nikmat-nikmat sebelumnya, yaitu nikmat penciptaan. Seseorang yang mengharapkan ganjaran pahala atas ibadahnya seolah seorang buruh atau karyawan yang mengambil upah sebelum kerja.


Tafsir La’llakum

Tafsirul Jalalain pada Surat Al-Baqarah ayat 21 menerangkan bahwa kata “la’alla” menurut kaidah kebahasaan pada asalnya berarti “agar atau dengan harapan.” Tetapi dalam kalamullah, kata “la’alla” berarti tahqiq atau kepastian kebenaran atau proses perwujudan.


Imam At-Thabari menafsirkan “agar kamu bertakwa” pada Surat Al-Baqarah ayat 21 dengan “agar kalian terhindar dari kutukan dan murka-Nya dan agar kalian menjadi orang-orang bertakwa yang diridhai oleh-Nya.


Hal ini dapat terjadi dengan sebab penyembahan terhadap Allah yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian; kepatuhan pada perintah serta larangan-Nya; dan pengesaan kalian dalam menyembah-Nya.”


Imam At-Thabari mengutip Mujahid yang menafsirkan “la‘allakum tattaqūn” dengan “agar kamu mematuhi-Nya.” Menurut At-Thabari, mungkin yang dimaksud Mujahid adalah “agar kalian takut dengan cara mematuhi-Nya dan menarik diri dari jalan kesesatan.”


Al-Baghowi pada Surat Al-Baqarah ayat 21 mengutip pendapat Imam Sibawaih, kata “la’alla” dan kata “’asā” merupakan kata pengharapan. Tetapi dari sisi-Nya, kedua kata itu bermakna sebuah kepastian. Wallahu a'lam.


Penulis: Alhafiz Kurniawan

Editor: Abdullah Alawi