Tasawuf/Akhlak

4 Nasihat Bijak Ali bin Abi Thalib Pada Putranya Hasan dan Husein

Ahad, 30 Juli 2023 | 15:00 WIB

4 Nasihat Bijak Ali bin Abi Thalib Pada Putranya Hasan dan Husein

ILustrasi sayyidina Ali bin Abi Thalib. (Foto: NU Online)

Ali bin Abi Thalib sahabat terdekat Rasulullah. Ia memeluk Islam sejak kanak-kanak di usia 10 tahun. Ali sejak masih kecil tidak pernah menyembah berhala, hatinya mulia, budi pekertinya indah. Termasuk dalam 10 sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga dari Rasulullah SAW.

 

Jalaluddin Suyuthi dalam Tarikh Khulafa [Makkah, Maktabah Nizar Musthafa Al Baz, 2004, halaman 137]  menulis, Ali meriwayatkan hadis dari Rasulullah sebanyak, 586 hadis. Sementara itu, yang meriwayatkan hadits darinya ada tiga orang anaknya, Hasan, Husein, dan Muhammad Al Hanafiyah. Sosok Sayyidina Ali, dikenal sebagai ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, Hasan dan Husein. Dia memberikan perhatian penuh kepada mereka dan sangat mencintai keduanya. Ada banyak kisah tentang kasih sayang Ali terhadap Hasan dan Husein yang disampaikan dalam tradisi Islam.

 

Salah satu sifat terpuji Ali sebagai ayah adalah kesabaran dan kelemahlembutan dalam mendidik Hasan dan Husain. Di sisi lain, Ali senantiasa memberikan nasihat dan hikmah kepada putra-putranya, khususnya Hasan dan Husein. Nasihat ini bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan panduan hidup pada mereka berdua.

 

Di antara beragam nasihat Ali, ada beberapa yang direkam Profesor Quraish Shihab dalam buku berjudul Anakku, Pelihara Rantai Emas Itu, [Ciputat, Penerbit Lentera hati, 2014, halaman 56], terdapat banyak warisan dan nasihat Ali yang ditujukan pada putranya. Pada artikel ini akan memuat empat nasihat Ali dalam menghadapi kehidupan.

 

Pertama, Ali menasihati anaknya agar senantiasa bertakwa pada Allah. Ali berkata;

 

Wahai Anakku, bahwa yang paling kusukai untuk engkau amalkan dari wasiatku ini, adalah bertakwa kepada Allah dan membatasi diri mengamalkan apa yang diwajibkan atasmu, serta meneladani leluhurmu dan orang-orang yang saleh dari keluarga mu,”

 

Takwa pada Allah adalah lentera dan perahu bagi orang beriman. Takwa adalah penuntun manusia untuk selamat di dunia dan akhirat. Tanpa adanya takwa dalam hati, manusia akan tenggelam dalam dunia yang penuh dengan intrik, tipuan, dosa dan hawa nafsu. Takwa adalah kompas untuk menuntun manusia.

 

Ahmad bin Muhammad as-Shawi dalam kitab Hasyiah al-Shawi ala al-Jalalain [Beirut; Dar Kutub al Ilmiah, jilid IV, 2006, halaman 397], terdapat satu nasihat bijak dari Luqman al Hakim, tentang pentingnya takwa dalam kehidupan manusia dalam menempuh hidup dalam dunia ini. Ia berkata;

 

 يَا بُنَيَّ إِنَّ الدُّنْيَا بَحْرٌ عَمِيقٌ يَغْرَقُ فِيهِ نَاسٌ كَثِيرٌ، فَلْتَكُنْ سَفِينَتُكَ فِيهَا تَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، وَحَشْوُهَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَشِرَاعُهَا التَّوَكُّلُ عَلَى اللَّهِ لَعَلَّكَ تَنْجُو

 

Artinya: "Wahai anakku sesungguhnya dunia adalah lautan yang sangat dalam. Banyak manusia terjebak dan tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah iman sebagai sampan, takwa kepada Allah sebagai layar agar engkau tak tenggelam dalam gemerlap lautan dunia ini

 

Kedua, menolong orang yang berhutang. Dalam salah satu nasihatnya, Ali bin Abi Thalib juga senantiasa mewasiatkan sebelum wafat, untuk senantiasa meminjami uang kepada orang yang membutuhkan jika mereka datang untuk berhutang. Pasalnya, perbuatan itu tergolong mulia dan meringankan beban orang yang tengah kesusahan. Ali berkata;

 

Wahai anakku, gunakanlah kesempatan mengutangi siapa yang meminta diberi utang pada saat engkau mampu, agar dia dapat mengembalikan utangnya saat krisis menimpamu. Ketahuilah di hadapanmu terdapat jalan yang penuh pendakian dan kesulitan, siapa yang ringan bebannya ketika itu lebih baik keadaannya daripada yang berat, yang lambat jalannya lebih buruk dari yang cepat,”.

 

Dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan tentang keutamaan menolong dan membantu orang yang membutuhkan, bahwa pahalanya dibalas dengan 70  kebaikan. Tidak sebatas itu saja, orang yang menolong akan dihindarkan dari 70 kejelekan atau keburukan. Rasulullah bersabda;

 

مَنْ مَشٰی فِی حَاجَۃِ اَخِيْهِ الْمُسْلِمِ كَتَبَ اﷲ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَۃٍ سَبْعِينَ خَسَنَۃ وَكَفَرَ عَنْهْ سَبْعيْنَ سَيِّاءۃ

 

Artinya; "Siapa saja yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya yang muslim maka setiap satu langkah akan dibalas dengan tujuh puluh kebaikan dan dijauhkan dari tujuh puluh keburukan."

 

Ketiga, jangan putus asa dari rahmat Allah. Dalam hidup, ketika ditimpa kemalangan dan musibah, seyogianya seorang tidak berputus asa dan berprasangka buruk pada Allah. Pasalnya, Allah adalah pemberi rencana sempurna.

 

Di sisi lain, ketika doa dan pinta belum terpenuhi, tidak pula putus asa. Pasalnya, bisa jadi Allah tidak mengabulkan atau belum mengabulkan karena menunggu momen yang tepat. Sesuatu yang kita anggap baik, belum tentu itu yang terbaik bagi hidup, sebaliknya yang dianggap buruk, justru itu adalah hal yang terbaik dalam hidup.

 

Jangan sekali-kali engkau berputus asa terdorong oleh kelambatan pengabulan-Nya, karena anugerah sesuai dengan niat pemohonnya. Boleh jadi pengabulannya ditunda agar itu menjadikan ganjaran lebih agung bagi pemohon dan anugerah lebih besar buat si pengharap,”

 

Keempat, nasihat bijak Ali ialah dilarang memakan harta yang haram. Allah SWT telah menetapkan larangan untuk memakan harta yang haram dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. Larangan ini ditujukan untuk melindungi kehidupan ekonomi masyarakat dan menjaga keadilan dalam distribusi harta. Beberapa ayat dalam Al-Quran yang menegaskan larangan ini antara lain:

 

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

 

Artinya: “Dan janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil dan (dengan) membawanya kepada hakim dengan maksud supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa (yang nyata)." (QS. Al-Baqarah: 188)

 

Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan menghormati martabat setiap manusia. Tidak dibenarkan dalam Islam, merendahkan kemanusiaan, termasuk dalam hal ini merampas dan mencuri harta orang lain. Ali berkata;

 

Seburuk-buruk makanan, adalah yang haram. Seburuk-buruk penganiayaan adalah menganiaya yang lemah, penggunaan kelemahlembutan, jika bukan pada tempatnya, menambah kekerasan, sedang bersikap tegas pada tempatnya melahirkan kelemahlembutan,”.

 

Itulah nasihat bijak Ali bin Abi Thalib pada dua orang putranya, Hasan dan Husein bin Ali. Semoga bermanfaat.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.