Tasawuf/Akhlak

Imam Al-Ghazali Sebut Faktor Penghalang Orang untuk Bersyukur

Rab, 16 Juni 2021 | 11:15 WIB

Imam Al-Ghazali Sebut Faktor Penghalang Orang untuk Bersyukur

Keseringan kita lebih banyak membandingkan nikmat Allah pada orang lain dengan nikmat-Nya yang ada pada kita sehingga kita lupa bersyukur atas nikmat kita sendiri.

Imam Al-Ghazali menyebut beberapa hal yang menghalangi orang untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikat kepadanya. Faktor-faktor ini, kata Imam Al-Ghazali, menyebabkan orang masuk ke dalam kategori kufur nikmat.


اعلم أنه لم يقصر بالخلق عن شكر النعمة إلا الجهل والغفلة فإنهم منعوا بالجهل والغفلة عن معرفة النعم ولا يتصور شكر النعمة إلا بعد معرفتها 


Artinya, “Perlu diketahui, tidak ada hal yang membuat manusia lalai untuk bersyukur atas nikmat kecuali ketidaktahuan dan kelalaian. Sebagian manusia tercegah untuk menyadari nikmat karena ketidaktahuan dan kelalaian. Syukur atas nikmat Allah juga tidak dapat dibayangkan kecuali setelah menyadari nikmat tersebut,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Kairo, Darus Syi’bi: tanpa tahun], juz XII, halaman 2275).


Dengan kata lain, seseorang harus paham atau mengidentifikasi terlebih dahulu nikmat yang dia terima. Setelah menyadari sebuah nikmat, ia  harus mengerti cara mensyukuri nikmat tersebut, bukan sekadar tahmid kosong “Alhamdulillah.”


“Kalau mereka menyadari bahwa itu nikmat dan mereka mengira cara mensyukurinya cukup mengucapkan, ‘alhamdu lillah’ atau ‘as-syukru lillah,’ tetapi mereka tidak mengetahui bahwa makna syukur adalah menggunakan nikmat tersebut dalam menyempurnakan hikmah untuk apa nikmat itu (diciptakan), yaitu ketaatan (dalam arti luas) kepada Allah,” (Al-Ghazali, tanpa tahun: 2275).


Setelah menyadari telah menerima nikmat dan mengerti cara bersyukur atas nikmat tersebut, tetapi juga belum bersyukur, niscaya ada faktor lain yang berkuasa atas diri orang tersebut. secara umum Imam Al-Ghazali menyebut penyebab orang abai untuk bersyukur (kufur nikmat):


1. Tidak tahu bahwa itu (misalnya kesehatan, kesempatan/masa senggang, masa muda, kelengkapan organ tubuh, nikmat kehidupan) adalah nikmat dan juga lalai atas kenikmatan.


2. Tidak mengerti makna bersyukur atas suatu nikmat tertentu (penyalahgunaan atas suatu nikmat) karena syukur hanya tahmid kosong “alhamdulillah” atau “as-syukru lillah.”


3. Dominasi syahwat/hawa nafsu.


4. Kuasa setan atas diri seseorang.


Dominasi syahwat dan kuasa setan atas diri seseorang dapat menghalangi orang untuk bersyukur. Orang yang dianugerahkan organ tubuh dengan lengkap dan menyadarinya sebagai nikmat Allah bisa jadi menyalahgunakan nikmat tersebut karena pengaruh hawa nafsu yang begitu kuat.


Orang yang berada di bawah bisikan setan juga tidak dapat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Banyak orang yang sadar mendapatkan anugerah harta, jabatan, pengaruh, keelokan fisik, kesehatan, kesempatan, tidak dapat menahan diri sehingga berbuat zalim (penyalahgunaan atas nikmat tersebut) karena pengaruh nafsu dan bujuk rayu setan.


فلا يمنع من الشكر بعد حصول هاتين المعرفتين إلا غلبة الشهوة واستيلاء الشيطان


Artinya, “Tetapi tidak ada yang menghalangi orang untuk bersyukur setelah mengerti keduanya kecuali dominasi pengaruh syahwat dan kuasa setan,” (Imam Al-Ghazali, tanpa tahun: XII/2275).


Adapun Al-Qur’an dan hadits mengingatkan manusia untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Salah satunya dapat ditemukan pada Surat Al-Baqarah ayat 152


فَاذۡكُرُوۡنِىۡٓ اَذۡكُرۡكُمۡ وَاشۡکُرُوۡا لِىۡ وَلَا تَكۡفُرُوۡنِ


Artinya, “Ingatlah Aku, Aku pun akan ingat kepada kalian. Bersyukurlah kepada-Ku. Janganlah kalian ingkar kepada-Ku,” (Surat Al-Baqarah ayat 152).


Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Muslim agar umat Islam melihat ke bawah sebagai peringatan kepada diri sendiri untuk menjaga syukur kepada Allah.


عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنظروا الى من أسفل منكم ولا تنظروا الى من هو فوقكم فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله


Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah bersabda, ‘Lihatlah orang di bawah kalian. Jangan melihat orang di atas kalian. Itu lebih baik agar kalian tidak mengingkari nikmat Allah,’” (HR Muslim).


Faktor paling banyak yang membuat orang abai bersyukur adalah faktor yang disebut hadits riwayat Muslim. Keseringan kita lebih banyak membandingkan nikmat Allah pada orang lain dengan nikmat-Nya yang ada pada kita sehingga kita lupa bersyukur atas nikmat kita sendiri. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)