Tasawuf/Akhlak

Kekuatan Pertolongan Orang Lain Menurut Imam Al-Ghazali

Sen, 15 Februari 2021 | 11:00 WIB

Kekuatan Pertolongan Orang Lain Menurut Imam Al-Ghazali

Ilustrasi Imam Al-Ghazali. (NU Online)

Imam Al-Ghazali mengamati respons banyak orang atas kebaikan orang lain (ihsan atau budi baik) terhadap mereka. Imam Al-Ghazali menemukan simpulan di mana uluran tangan, budi baik, atau jasa seseorang dapat melahirkan simpati atau cinta di hati penerimanya.


Imam Al-Ghazali mengatakan, secara tabiat, watak, "alamiah," atau naluri ternyata simpati atau rasa cinta tumbuh secara alamiah di hati manusia terhadap orang yang berjasa atau berbudi baik kepadanya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena hati seseorang cenderung bersimpati kepada orang yang mengulurkan tangan kepadanya.


الإحسان فان الإنسان عبد الإحسان وقد جبلت القلوب على حب من أحسن إليها وبغض من أساء إليها وقال رسول الله صلى الله عليه و سلم اللهم لا تجعل لفاجر على يدا فيحبه قلبي


Artinya, “(Salah satu sebab tumbuhnya cinta) ihsan atau budi baik karena manusia adalah hamba kebaikan. Hati manusia secara watak tercipta untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat jahat kepadanya. Rasulullah SAW berdoa, ‘Ya Allah, jangan Kauberikan kesempatan orang berdosa mengulurkan tangan kebaikannya padaku sehingga hatiku bersimpati kepadanya,’” (Lihat Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 309).


Kecenderungan itu didukung oleh doa Nabi Muhammad SAW yang berlindung kepada Allah dari budi baik, jasa, atau uluran tangan orang yang durjana. Rasulullah SAW jelas tidak ingin berhutang budi kepada orang lain, terlebih lagi orang durjana.


Rasulullah SAW berdoa kepada Allah agar jangan sampai ia berhutang budi atau menerima kebaikan jasa orang durjana karena risikonya akan timbul simpati kepada orang tersebut. Sedikit demi sedikit atau dikhawatirkan, hati itu akan bergeser dari bersimpati dengan orang durjana kepada perilaku kedurjanaannya.


Simpati terhadap orang yang berjasa, berbudi baik, atau mengulurkan tangannya bersifat alamiah dan fitrah manusia belaka. Rasa simpati ini sulit ditampik. Bagaimana pun keseharian orang yang berbudi baik atau mengulurkan tangan saat kita kesulitan, rasa simpati itu mesti tumbuh.


إشارة إلى ان حب القلب للمحسن اضطرارا لا يستطاع دفعه وهو جبلة وفطرة لا سبيل إلى تغييرها وبهذا السبب قد يحب الإنسان الأجنبي الذي لا قرابة بينه وبينه ولا علاقة


Artinya, “Doa ini menjadi isyarat bahwa simpati terhadap orang yang berbuat baik (meski ia jahat) bersifat dharuri yang tidak dapat ditolak karena ia merupakan watak dan fitrah yang tidak dapat diubah. Sebab budi baik tersebut, seseorang dapat mencintai orang lain tanpa hubungan kerabat dan hubungan lainnya,” (Lihat Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: IV/309).


Imam Al-Ghazali memberikan isyarat bahwa jasa, budi baik, pertolongan saat kita membutuhkan uluran tangan dapat melahirkan rasa simpati terhadap mereka yang mengulurkan tangan kebaikannya. Rasa simpati atau cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya meski keduanya tidak memiliki hubungan kekerabatan atau pertalian dalam bentuk apapun. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)