Tasawuf/Akhlak

Kufur Nikmat dalam Al-Quran

Sel, 16 Juni 2020 | 06:30 WIB

Kufur Nikmat dalam Al-Quran

Orang yang beriman sekalipun dapat terjerembab ke dalam sikap kufur nikmat

Kufur nikmat berbeda dengan empat jenis kufur yang terkandung dalam Surat Al-Baqarah ayat 6. Kufur nikmat sebagaimana keterangan Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya Ma’alimut Tanzil tidak termasuk ke dalam empat kekufuran secara akidah: kufur ingkar, kufur juhud, kufur inad, dan kufur nifaq.


Dengan kata lain, orang yang beriman sekalipun dapat terjerembab ke dalam sikap kufur nikmat. Orang yang beriman sekalipun dapat mengingkari pemberian Allah SWT dengan meremehkan berbagai anugerah yang ia terima misalnya.


Meski pun tidak tergolong ke dalam kufur secara aqidah, kufur nikmat tidak dapat dianggap kecil. Kufur nikmat merupakan tindakan tercela yang dapat mendatangkan azab yang hebat sebagaimana keterangan pada Surat Ibrahim ayat 7:


وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ


Artinya, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan maklumat, ‘Sungguh jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat,’” (Surat Ibrahim ayat 7).


Kufur nikmat merupakan perbuatan tercela dan nista. Secara moral, pengingkaran atas kebaikan orang lain merupakan perbuatan buruk secara etis. Kufur nikmat hanya dilakukan oleh orang yang memiliki standar moral yang rendah.


كفران النعمة لؤم أي عدم الشكر للنعمة دليل على دناءة النفس


Artinya, “Kufur nikmat adalah hina, maksudnya tidak mensyukuri nikmat merupakan tanda kerendahan diri seseorang.” (Syekh M Nawawi Banten, Nashaihul Ibad, [Indonesia, Daru Ihayil Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 7).


Adapun syukur atau pengakuan atas pemberian orang lain dalam hal ini nikmat Allah adalah sebuah kebijaksanaan yang lahir dari kesadaran dan kerendahan hati. Mensyukuri nikmat Allah sejatinya adalah kebutuhan makhluk karena kebaikan itu tidak berpulang kepada Allah tetapi kepada dirinya sendiri sebagai bentuk adab kepada Sang Maha Pemberi:


وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ


Artinya, “Sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu ‘Bersyukurlah kepada Allah. Siapa saja yang bersyukur, maka sungguh ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Tetapi siapa saja yang tidak bersyukur (kufur nikmat), maka sungguh Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”. (Surat Luqman ayat 12).


Syukur atas nikmat Allah dapat diwujudkan dengan pengakuan atas pemberian Allah dan penggunaan nikmat dan kesempatan yang Allah berikan untuk kepentingan yang berguna dan bermanfaat, terlebih untuk beribadah. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)