Tasawuf/Akhlak

Tiga Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina Ali tentang Akhlak

Jum, 12 Maret 2021 | 02:45 WIB

Tiga Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina Ali tentang Akhlak

Rasulullah merawat Ali di rumahnya, bukan sekedar merawat namun juga memberi pengajaran secara langsung.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang berasal dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya bernama Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, sedangkan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. 


Sejak kecil, Ali sudah dirawat Rasulullah SAW, karena membantu Abu Thalib yang mendapat nikmat besar berupa banyaknya keturunan. Rasulullah merawat Ali di rumahnya, bukan sekedar merawat namun juga memberi pengajaran secara langsung.


Ketika menginjak sepuluh tahun, ia juga bagian dari golongan pertama yang meyakini bahwa Rasulullah menerima wahyu. Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin jilid kesatu karya Syekh Umar Abdul Jabbar, Ali adalah orang pertama yang beriman dari kalangan anak-anak (shibyan), artinya ia termasuk dari golongan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang beriman di masa awal kenabian).


Pada masa mudanya, Ali dikenal sebagai sahabat Nabi yang pemberani, cerdas, dan berwawasan kritis. Tidak hanya itu, ia juga memiliki hati yang lembut, akhlak yang mulia, serta sopan dalam bertutur kata. Hal itu menjadikan Sayyidina Ali sebagai sosok figur teladan yang dikenal masyarakat Arab ketika dewasanya.


Kedekatan Ali dengan Rasulullah bisa dianggap sebagai faktor penting, karena ada banyak pelajaran dan nasihat Rasulullah yang dapat membentuk identitas kesalehan pada diri Sayyidina Ali.


Salah satunya adalah wasiat-wasiat yang Rasulullah SAW sampaikan kepada sayyidina Ali antara lain tentang akhlak. Dalam Kitab Washiyatul Musthofa Lil Imam Ali Karramallahu Wajhah karya Sayyid Abdul Wahab Asy-Sya’rani, setidaknya ada tiga wasiat Rasulullah tentang akhlak yang penulis himpun, yaitu:


Pertama, berbuat baik kepada sesama manusia tanpa melihat status sosial, pangkat, serta jabatannya,


يا عليّ اصنع المعروف ولو مع السفلة  قال عليّ وما السفلة يا رسول الله  قال الذي اذا وعظ لم يتّعظ واذا زجر لم ينزجر ولا يبالي بما قال وما قيل له


Artinya, “Wahai Ali, berbuat baiklah kamu, meskipun kepada kalangan orang rendah (shuflah). Ali berkata, apa itu orang rendah wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, yaitu seseorang yang apabila dinasihati maka ia terima nasihat itu dan apabila diperingatkan maka ia akan menjauhinya. Ia tidak memperhatikan siapa yang berkata melainkan melihat apa yang dikatakannya.”


Kedua, berbuat jujur meskipun hal itu membuat celaka,


يا عليّ اصدق وان ضرّك في العاجل فإنه ينفعك في الآجل ولا تكذب وان نفعك في العاجل فإنه يضرّك في الآجل


Artinya “Wahai Ali, berbuat jujurlah kamu, meskipun hal itu membahayakanmu di dunia, karena sesungguhnya perbuatan jujur akan menguntungkanmu di akhirat. Dan janganlah kamu berdusta, meskipun hal itu menguntungkanmu di dunia, karena sesungguhnya berdusta akan membahayakanmu di akhirat.”


Ketiga, menjaga lisan untuk tidak sembarang menghina apalagi melaknat kepada sesama makhluk Allah,


يا عليّ لا تلعن مسلما ولا دابّة فترجع اللعنة عليك


Artinya, “Wahai Ali, jangan sekali-kali kamu melaknat sesama muslim maupun kepada binatang. Karena ucapan melaknat itu akan kembali kepadamu.”


Tiga pesan yang disampaikan Rasulullah SAW ini tentu tidak terkhusus untuk sayyidina Ali semata. Kendati wasiat ini disampaikan kepadanya, namun makna hadits ini berlaku umum. Siapa saja dianjurkan untuk menjaga akhlak, baik kepada sesama muslim maupun nonmuslim, baik kepada sesama manusia maupun makhluk Allah lainnya.


Dengan membentuk kepribadian yang berakhlak terpuji, bangsa ini akan semakin menjaga persaudaraan, melestarikan budaya, serta menjauhi perbuatan yang melanggar norma-norma agama dan kemanusiaan. Semoga kita dapat mengamalkan tiga wasiat ini. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Ahmad Rifaldi, alumnus Pondok Pesantren Al-Awwabin, Depok.