Syariah

Hukum Zakat Produktif untuk Pendayagunaan Mustahik

Sen, 10 Juni 2019 | 14:30 WIB

Zakat adalah ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan kemasyarakatan) dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syariat Islam.

Perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi. Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan.

Zakat mal adalah zakat harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat badan atau jiwa yang wajib ditunaikan setiap muslim pada bulan Ramadhan.

Pada umumnya zakat yang ditunaikan bersifat konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menutupi kebutuhan maknan dan sandang. Namun jika dipikir lebih panjang hal ini kurang membantu untuk jangka panjang. Karena zakat yang diberikan itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari yang akan segera habis, dan kemudian si penerima akan kembali hidup dalam keadaan fakir dan miskin. Oleh itulah maka muncul istilah zakat produktif.

Zakat produktif bukan istilah jenis zakat seperti halnya zakat mal dan zakat fitrah. Zakat produktif adalah bentuk pendayagunaan zakat. Jadi, pendistribusiannya bersifat produktif yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mustahiq. Bahwa mustahik harus mengembalikan modal usaha, itu sifatnya sebagai strategi untuk mengedukasi mereka agar bekerja keras sehingga usahanya berhasil. Sesungguhnya pengembalian itu menjadi infaq dari hasil usaha mereka, kemudian digulirkan lagi kepada mustahik lain. Dengan demikian, pemetik manfaat zakat itu semakin bertambah.

Imam Nawawi berkata dalam Kitab Al-Majmu’: “Masalah kedua adalah dalam menentukan bagian zakat untuk orang fakir dan miskin. Sahabat-sahabat kami orang-orang Irak dan Khurasan telah berkata: Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaklah dapat mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak. Ini berarti ia mesti menerima sejumlah barang atau uang tunai yang dapat memenuhi semua kebutuhannya”.

Untuk melepaskan mereka dari kemiskinan dan ketergantungan mereka dengan bantuan orang lain. Untuk itu perlunya pendayagunaan zakat produktif.Bahtsul Masail Diniyah Maudhuiyyah (pembahasan masalah keagamaan penting) dalam Muktamar NU ke-28, memberikan arahan bahwa dua hal di atas diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan ekonomi para mustahiq zakat. Namun ada persyaratan penting bahwa calon mustahiq itu sendiri sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang seandainya mereka terima akan disalurkan secara produktif atau didayagunakan dan mereka memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara seperti itu. Wallahu a’lam bish-shawab. (Sumber: Konsultasi Zakat LAZIZNU dalam Nucare yang diasuh oleh KH. Syaifuddin Amsir / Red. Ulil H

Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Senin, 05 Agustus 2013 pukul 09:00  Redaksi mengunggahnya ulang dengan melakukan perbaikan minor.

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua