Ilmu Hadits

Kajian Hadits: Rasulullah sebagai Teladan Anti-Kekerasan

Sel, 7 Mei 2024 | 16:00 WIB

Kajian Hadits: Rasulullah sebagai Teladan Anti-Kekerasan

Ilustrasi Rasulullah. (Foto: NU Online)

Kekerasan atas nama agama terjadi melalui beragam faktor, di antaranya adalah kekeliruan dalam memahami teks-teks keagamaan karena ada poin yang hilang dari pembacaannya. Kekerasan sendiri dapat merusak citra Islam, seolah kekerasan dilegalkan dalam agama.

 

Apabila kita menelisik lebih dalam lagi, sebenarnya faktor terjadinya kekerasan dapat dilatarbelakangi dengan beragam sebab dan karakter. Misalnya kekerasan muncul sebab adanya naluri dominasi terhadap korban, sehingga agama dijadikan landasan yang melegalkan tindakan kekerasan.

 

Selain itu, kekerasan atas nama agama bagi pelaku juga kerap ditafsirkan sebagai ekspresi ketaatan dalam beragama. Pelaku meyakini dengan melakukan sebuah tindakan kekerasan, maka ia telah berada di jalan yang dikehendaki Tuhan untuk membenahi ketidaksesuaian yang terjadi (Umi Sumbulan, Agama, Kekerasan dan Perlawanan Ideologis, [Islamica, 2006], hal. 5).

 

Di sinilah pentingnya kita membaca beragam literatur yang boleh jadi memberikan pandangan yang komprehensif dan kompleks, sehingga kita memahami bahwa Islam merupakan agama yang anti terhadap kekerasan.

 

Dalam hadits sendiri, kita menemukan penjelasan Rasulullah saw bahwa tindakan kasar atau kekerasan tidak akan membawa kebaikan sama sekali. Justru berlaku baik, sikap ramah dan lemah lembutlah yang membawa banyak kebaikan. Beliau bersabda dalam sebuah hadits:

 

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

 

Artinya, ‘Diriwayatkan dari 'Aisyah, istri Nabi saw, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyantun yang menyukai sikap lembut. Dia memberikan kepada pada sikap lembut, sesuatu yang tidak diberikan pada sikap kasar dan juga sikap-sikap lainnya.” (HR Muslim)

 

Ahmad bin ‘Umar al-Qurthubi dalam al-Mufhim menjelaskan, konteks berlaku ramah dan lemah lembut bisa ditujukan ke siapapun, bahkan kepada hewan sekalipun. Dengan karakter lemah lembut dan penyayang terhadap siapapun, maka otomatis dirinya telah meneladani sifat Allah yang Maha Penyantun terhadap para hamba-Nya (Ahmad bin ‘Umar al-Qurthubi, Al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim, [Beirut: Dar Ibn Katsir, 1996], jilid VI, hal. 577).

 

‘Abdul Haq ad-Dahlawi menambahkan keterangan terkait hadits di atas, bahwa untuk mencapai suatu tujuan setiap orang bisa menggunakan dua sikap, pertama bertindak dengan ramah dan penuh sopan santun, dan yang kedua melakukannya dengan kekerasan.

 

Mesikpun cara setiap orang beragam, di antara mereka ada yang menggunakan kekerasan sebagai sarana untuk mencapai sesuatu, namun sebagian lainnya bersikap penuh etika serta ramah, maka dalam pandangan hadits ini, tindakan ramah dan sopan santun lebih memudahkan seseorang mencapai tujuannya, serta menjaga martabat dan wibawanya (‘Abdul Haq ad-Dahlawi, Lam’atut Tanqih fi Syarh Misykatil Mashabih, [Suriah, Darun Nawadir, 2014], jilid VIII, hal. 322).

 

Kemudian dalam hadits yang memiliki pesan serupa, diriwayatkan oleh Abud Darda, Rasulullah saw bersabda:

 

مَن أُعطِىَ حَظَّه منَ الرِّفقِ فقَد أُعطِىَ حَظَّه مِنَ الخَيرِ، ومَن حُرِمَ حَظَّه مِنَ الرِّفقِ فقَد حُرِمَ حَظَّه مِنَ الخَيرِ

Artinya, "Siapapun yang dianugerahi keberuntungan baginya dari lemah lembut, sungguh dia telah diberikan kebaikan. Siapapun yang tidak mendapat anugerah berupa sifat lemah lembut, maka dia sungguh telah dihalangi dari kebaikan." (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra).

 

Selain itu, dalam hadits yang serupa, Rasulullah saw bersabda:

 

اِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لَيُعْطِى عَلَى الرّفْقِ مَا لاَ يُعْطَى عَلَى اْلخُرْقِ. وَ اِذَا اَحَبَّ اللهُ عَبْدًا اَعْطَاهُ الرّفْقَ. مَا مِنْ اَهْلِ بَيْتٍ يُحَرَّمُوْنَ الرّفْقَ اِلاَّ حُرِمُوْا. الطبرانى و ابو داود

Artinya, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahi orang yang penyantun, sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bodoh. Apabila Allah mencintai seorang hamba, ia memberinya kasih sayang. Tidaklah suatu keluarga terhalang dari kasih sayang melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan.” (HR Abu Dawud).

 

Dengan landasan hadits di atas, tentu tindakan kekerasan tidak sama sekali membawa kebaikan. Anak yang dididik dengan kekerasan hanya akan membekalinya dengan rasa dendam dan tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri. Pelajar yang dididik dengan kekerasan hanya akan membenci materi yang disampaikan. Sementara kekerasan dalam rumah tangga hanya akan berujung pada kriminalitas dan perceraian.

 

Selanjutnya, Rasulullah sebagai sosok teladan bagi kita pernah mencontohkan bagaimana tindakan beliau yang anti-kekerasan namun solutif ketika beliau dan para sahabatnya sedang berada di masjid, tiba-tiba saja ada Arab Badui yang datang dan buang air kecil di tembok masjid.

 

Seketika para sahabat murka dan bereaksi dengan keras terhadap tindakan Arab Badui tersebut. Namun, Nabi menegur mereka dengan lemah lembut dan sopan santun, bukannya dengan marah atau kekerasan.

 

Sikap beliau yang penuh kasih sayang, penuh maaf dan anti-kekerasan tercermin dalam tindakannya yang efektif untuk menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan rasa malu atau kemarahan pada orang yang melakukan kesalahan tersebut. 

 

Alih-alih menghukum atau mengecam si pelaku, Rasulullah memilih untuk dibawakan air agar bekas kencingnya disiram dengan air. Riwayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah sosok yang mengutamakan penegakan nilai-nilai moral dan etika, dibanding emosional disertai kekerasan.

 

Lenny Herlina dalam bukunya menyatakan, di antara 9 nilai moderasi yang dicontohkan Rasulullah adalah sikap anti-kekerasan. Sikap anti-kekerasan ditampakkan oleh Rasulullah saat berpidato di Fathu Mekkah, di mana pesan beliau tegas bahwa perang hanya boleh dideklarasikan atas Allah. 

 

Pada momen tersebut, bahkan beliau melarang segala bentuk tindak kekerasan di kota Mekkah, mulai dari kekerasan terhadap hewan, tumbuhan hingga saling berperang dan membunuh satu sama lainnya (Lenny Herlina, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner Bermuatan Beragama Untuk Disiplin Ilmu Dokter Dan Kesehatan, [Jakarta: Prenada Media, 2022], hal. 34).

 

Dari semua paparan di atas, jelaslah bahwa hadits-hadits yang memuat pesan anti-kekerasan sangatlah relevan dan penting untuk dipahami dalam konteks agama dan kehidupan sosial di masa sekarang. Wallahu a’lam

 

Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences