Ada Dugaan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Pati, LBH Sarbumusi Kecam Tindakan Represif Polisi
Jumat, 15 Agustus 2025 | 17:45 WIB

Gas air mata membumbung di udara saat aksi rakyat di Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025). (Foto: dok. LBH Sarbumusi)
Jakarta, NU Online
Lembaga Bantuan Hukum Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (LBH Sarbumusi) menyampaikan keprihatinan mendalam atas pola pengamanan aparat kepolisian dalam aksi massa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada 13 Agustus 2025. Pengurus LBH Sarbumusi, Jul Hanafi, menilai aparat tidak mengedepankan pendekatan dialogis dan humanis.
Menurutnya, tindakan represif tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998.
"Negara seharusnya hadir melindungi hak rakyat, bukan malah menakut-nakuti dengan kekuatan berlebihan," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online, Jumat (15/8/2025).
Jul Hanafi mencatat, meski Kapolresta Pati mengklaim pengamanan dilakukan secara humanis dengan mengerahkan 2.684 personel, kenyataannya aparat lebih mengedepankan kekuatan fisik dan pembubaran paksa ketimbang mediasi.
Bahkan, lanjutnya, tembakan gas air mata dilepaskan ke arah kerumunan tanpa membedakan peserta aksi damai dengan pihak provokator.
"Penggunaan kekuatan secara membabi buta telah menyebabkan luka fisik dan trauma psikologis, termasuk kepada perempuan dan anak-anak yang berada di sekitar lokasi," tegasnya.
Lebih mengkhawatirkan, kata Jul, muncul dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa yang dapat menimbulkan dampak kesehatan serius.
Ia mengutip hasil penelitian Monica Krauter, ahli kimia dari Simon Bolivar University, Venezuela, yang menyebutkan bahwa gas air mata yang telah melewati masa pakai dapat terurai menjadi zat beracun seperti sianida, fosgen, dan nitrogen.
Jul menekankan bahwa aparat kepolisian harus bertindak sesuai prinsip necessitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Protap Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarki.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran prosedur, tetapi sudah masuk ke dalam dugaan pelanggaran HAM,” jelasnya.
Atas dugaan tersebut, LBH Sarbumusi menegaskan empat poin. Pertama, audit dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengamanan Polri agar sejalan dengan prinsip HAM dan standar keamanan internasional.
Kedua, penindakan hukum dan etik terhadap oknum provokator maupun aparat yang melakukan kekerasan.
Ketiga, pemulihan medis dan psikologis bagi korban, termasuk pemulihan nama baik mereka yang dirugikan.
Keempat, pelibatan Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.
Kepada masyarakat, LBH Sarbumusi mengimbau untuk tetap tenang dan menjaga kondusivitas bersama. Meski demikian, Jul Hanafi memastikan pihaknya akan terus mengawal kasus ini.
“Kami akan segera melaporkan catatan kekerasan aparat ini kepada Komnas HAM dan Kompolnas sebagai bentuk komitmen penegakan hak-hak sipil,” terangnya.