
Festival lingkungan REACT Day 2025 yang digelar oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/8/2025). (Foto: PPIM)
Jakarta, NU Online
Ratusan anak muda dari berbagai latar belakang berkumpul di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, untuk mengikuti festival lingkungan REACT Day 2025 yang digelar oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Sabtu (23/8/2025). Mengusung tema “Rise in Belief, Act for Relief” , kegiatan ini bertujuan mendorong keterlibatan generasi muda dalam aksi penyelamatan lingkungan hidup yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan spiritualitas.
Festival yang terselenggara atas kerja sama PPIM UIN Jakarta dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda ini menghadirkan serangkaian diskusi dan lokakarya yang diisi oleh sejumlah tokoh nasional dan internasional. Para pembicara menekankan urgensi kolaborasi lintas sektor untuk menjawab krisis lingkungan yang semakin nyata.
Dalam kesempatan tersebut, Kreator konten keislaman Habib Husein Ja’far Al Hadar menjelaskan bahwa merusak alam sama dengan merusak ayat-ayat Tuhan yang nyata. Ia menyampaikan perlunya perlindungan lingkungan (hifzhul bi’ah) menjadi bagian dari tujuan keenam dalam hukum Islam (maqasid syariah) untuk melahirkan fatwa-fatwa yang lebih progresif.
Praktik nyata integrasi nilai agama dan aksi lingkungan dipaparkan oleh Silvie Fauziah dari Pesantren Al-Ittifaq, Bandung. Ia menjelaskan bagaimana pesantrennya berhasil mengembangkan sistem agribisnis berkelanjutan sebagai bagian dari pendidikan spiritual dan ekonomi. “Santri itu bukan hanya pandai mengaji, tapi juga bisa menjaga bumi dan menghidupi umat,” kata Silvie.
Dari perspektif kearifan lokal, Dellysape menyoroti hubungan masyarakat adat Dayak dengan hutan yang melampaui logika pemanfaatan. Baginya, hutan adalah rumah, ruang hidup, sekaligus identitas kultural.
“Jika hutan hilang, maka rumah orang Dayak juga ikut hilang,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa jauh sebelum isu lingkungan menjadi wacana global, masyarakat Dayak telah hidup lestari secara turun-temurun.
Sementara itu, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) RI, Mugiyanto, menegaskan bahwa hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan hak asasi manusia yang diakui secara global, merujuk pada resolusi Majelis Umum PBB pada Juli 2022.
“Hak ini setara dengan hak hidup, dan menjadi landasan hukum serta moral bagi masyarakat untuk menuntut tanggung jawab negara dalam menjaga lingkungan,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi REACT Day sebagai inspirasi untuk mengintegrasikan isu lingkungan dalam perayaan Hari Hak Asasi Manusia di masa depan.
Dukungan internasional disampaikan oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Marc Gerritsen. Ia menyatakan dukungan penuh Pemerintah Kerajaan Belanda terhadap inisiatif lingkungan yang melibatkan pemuda dan komunitas keagamaan di Indonesia. Gerritsen menekankan bahwa aksi lingkungan tidak harus formal, melainkan bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan melalui seni dan budaya untuk menjangkau lebih banyak anak muda.
“Memperbaiki gadget lama, mengenakan kembali pakaian bekas, dan menghindari kebiasaan konsumtif adalah langkah kecil yang dapat berdampak besar,” tambahnya.
Pemerintah Indonesia menyadari tantangan ekologis yang kompleks. Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Agus Rusly, memaparkan tentang triple planetary crisis yang mencakup peningkatan suhu bumi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penumpukan sampah plastik. Ia menyebutkan bahwa sekitar 60 persen sampah di Indonesia belum tertangani secara layak.
“Menjaga bumi itu amanah. Dan amanah itu bisa dijalankan melalui langkah-langkah kecil yang berkelanjutan,” ujar Agus.
Sejalan dengan itu, Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Kehutanan RI Muh Ahdiyar Syahrony, menyoroti pentingnya peran Gen Z dalam mengawal kebijakan publik. Menurutnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
“Gen Z punya potensi besar untuk menjadi pengawal arah kebijakan publik yang ramah lingkungan,” ujarnya, merujuk pada sensitivitas tinggi generasi ini terhadap isu keadilan lingkungan dan sosial.
Di tingkat daerah, Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo mengajak Gen Z untuk terlibat aktif dalam membangun Jakarta yang berkeadilan ekologis. Ia menekankan bahwa kebiasaan sederhana seperti memilah sampah dapat membentuk habitus peduli lingkungan dan menciptakan tekanan positif bagi korporasi serta pemerintah untuk bertindak lebih serius.
Secara keseluruhan, REACT Day 2025 menjadi platform konsolidasi gerakan lingkungan berbasis anak muda yang menegaskan bahwa menjaga bumi adalah amanah moral, proyek kebudayaan , dan perwujudan iman yang sejati.