6 Tips Menjadi Pasangan Harmonis dalam Islam, Jauh dari Sikap Membandingkan
Selasa, 12 Agustus 2025 | 13:00 WIB
Dalam aplikasi Tiktok beredar berbagai macam konten video yang berisi bagaimana suami-istri memperlakukan pasangannya. Captionnya menggelitik, “inilah caraku diratukan oleh suami” atau caption lainnya yang isinya ialah memamerkan kehidupan hubungan rumah tangga. Alih-alih bersyukur dengan pasangan, beredarnya konten-konten tersebut seringkali membuat pasangan suami-istri, terutama pihak istri membanding-bandingkan kehidupan rumah tangganya dengan konten yang ada sehingga membuat pasangannya jengah.
Lalu bagaimanakah pandangan Islam menyikapi suami-istri yang suka membandingkan pasangannya? Bagaimanakah tips menjadi suami-istri yang selalu bersyukur terhadap pasangannya?
Perlu dipahami, dalam kehidupan berumah tangga, tidak ada pasangan yang sempurna. Setiap pasangan pasti memiliki kekurangan masing-masing yang seharusnya disikapi dengan bijak bukan malah membandingkannya dengan orang lain. Sebab dalam Islam, ikatan pernikahan merupakan ikatan perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha) yang tidak boleh dibuat main-main. Ada ikrar suci di antara kedua mempelai dan janji-janji suci yang sejak awal dijadikan komitmen untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Tentunya, pernikahan yang dilangsungkan seharusnya sudah melalui perkenalan dari masing-masing pihak sehingga tidak selayaknya kehidupan rumah tangganya kemudian dibanding-bandingkan dengan kehidupan rumah tangga orang lain.
Dalam hal ini, berikut adalah tips-tips yang penulis hadirkan agar menjadi pasangan yang harmonis dalam Islam:
1. Fokus pada Kebaikan, Bukan Kekurangan
Dalam kehidupan suami-istri, ikatan pernikahan merupakan ikatan suci antara dua manusia yang telah memilih untuk berkomitmen membangun rumah tangga bersama. Maka selayaknya bagi setiap pasangan untuk memperlakukan pasangannya dengan baik dengan cara fokus terhadap kebaikan yang dimiliki oleh pasangannya dan melengkapi kekurangannya.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ
Artinya: “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut”. (QS An-Nisa: 19).
Baca Juga
Cemburu Buta pada Pasangan Menurut Islam
Imam At-Thabari menjelaskan, maksud dari petikan ayat di atas ialah perintah untuk fokus terhadap pasangan masing-masing dengan saling menyertai dan melengkapi satu sama lain. At-Thabari berkata:
وعاشروهن بالمعروف، وخالقوا، أيها الرجال، نساءكم وصاحبوهن "بالمعروف"، يعني بما أمرتكم به من المصاحبة
Artinya: “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut, maksudnya ialah pergauliah istri-istri kalian dan sertailah mereka dengan cara yang patut, yakni sebagaimana yang telah Aku (Allah) perintahkan kepada kalian”. (Jami'ul Bayan, [Mekkah, Dar At-Turabiyah At-Turats: tt], juz VIII, halaman 121).
Meski khitab ayat ditujukan kepada suami, namun redaksi yang digunakan ialah mu’asyarah yang memiliki makna ketersalingan. Dalam artian penting bagi istri untuk memperlakukan suaminya dengan baik sebagaimana suami diperintahkan untuk memperlakukan istrinya dengan baik pula.
2. Beri Apresiasi
Agar hubungan rumah tangga tetap harmonis, selayaknya bagi pasangan suami-istri untuk belajar saling mengapreasi setiap kerja yang dilakukan oleh pasangannya. Meski terlihat remeh, namun hal kecil tersebut bisa menjadikan pasangan bahagia. Memberikan kebahagiaan terhadap pasangan adalah termasuk perbuatan baik yang dianjurkan dalam Islam.
Nabi Muhammad saw bersabda:
خيركم خيركم لأهله
Artinya: “Sebaik-baiknya kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya”. (HR At-Tirmidzi).
3. Jangan Membanding-bandingkan
Untuk menguatkan ikatan cinta dan menjaga keharmonisan rumah tangga perlu adanya sifat bersyukur di antara dua pihak. Menjadi pasangan yang bersyukur bukan hanya membawa kebahagiaan pribadi tapi juga merupakan bentuk ibadah kepada Allah swt.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim: 07).
4. Latih Kesabaran
Dalam kehidupan rumah tangga, pasti ada yang namanya permasalahan. Permasalahan yang muncul hendaknya diselesaikan dengan baik dan kepala dingin. Terlebih bagi pihak suami yang seharusnya memiliki kendali atas rumah tangga. Selayaknya menanamkan sifat welas asih dan sabar terhadap pasangannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Al-Ghazali menjelaskan:
واعلم أنه ليس حسن الخلق معها كف الأذى عنها, بل احتمال الأذى منها, والحلم عند طيشها وغضبها, اقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Ketahuilah, pekerti yang baik terhadap pasangan bukanlah hanya tidak menyakiti pasangan saja, namun juga menanggung rasa sakit darinya, bersikap welas asih terhadapnya saat ia marah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. (Ihya طUlumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj: 2011], juz III, halaman 175).
5. Perbanyak Doa dan Dzikir untuk Pasangan
Agar menjadi pasangan yang harmonis ialah sering-sering mendoakan pasangan agar menjadi pasangan yang baik, baik untuk dirinya keluarga serta anak-anaknya. Sebab doa adalah senjata utama umat Islam dan dengan berdoa, seseorang mengakui bahwa ia adalah hamba-Nya yang tidak memiliki kuasa atas segala usaha untuk membangun rumah tangga yang harmonis.
Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Artinya: “Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan: 74).
6. Menjalankan Hak dan Kewajiban dengan Ikhlas
Tips terakhir agar menjadi pasangan yang harmonis ialah melaksanakan hak dan kewajiban suami-istri dengan baik dan disertai dengan keikhlasan. Jangan sampai menyia-nyiakan tanggung jawab sebagai pasangan apalagi lari dari tanggung jawab. Sebab semuanya akan dimintai pertanggung jawaban kelak.
Al-Ghazali berkata:
وفي هذا أيضاً خطر لأنه راع ومسئول عن رعيته وقال صلى الله عليه وسلم كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول وروي أن الهارب من عياله بمنزلة العبد الهارب الآبق لا تقبل له صلاة ولا صيام حتى يرجع إليهم ومن يقصر عن القيام بحقهن وإن كان حاضراً فهو بمنزلة هارب
Artinya: “Dalam hal ini terdapat bahaya, sebab setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang ia pimpin. Rasulullah saw bersabda: "orang yang menyia-nyiakan keluarganya adalah orang yang berdosa."
Diriwayatkan bahwa orang yang lari dari tanggung jawabnya terhadap keluarganya diibaratkan seorang budak yang kabur dari majikannya. Shalat dan puasanya tidak akan diterima hingga ia kembali menjalankan kewajibannya. Orang yang tidak bertanggung jawab terhadap hak-hak pasangannya meski ia nampak dan memiliki wujud maka ia diibaratkan seorang budak yang lari dari majikannya. (Al-Ghazali, 141).
Kesimpulannya, mencari pasangan yang sempurna, membanding-bandingkannya dengan orang lain adalah bentuk penghianatan terhadap janji suci pernikahan yang telah terpatri. Seyogyanya umat Islam untuk selalu fokus terhadap pasangannya yang telah berikrar menjalani kehidupan rumah tangga bersama.
Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek dan Mahad Aly Jakarta