Sirah Nabawiyah

Istri dan Anak Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq

Kam, 1 Oktober 2020 | 00:00 WIB

Istri dan Anak Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq

Ilustrasi.

Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq termasuk generasi pertama yang masuk Islam (assabiqunal awwalun). Ia bahkan menjadi laki-laki pertama yang mengucapkan dua kalimat syahadat—setelah Nabi Muhammad tentunya.

 

Abu Bakar merupakan sahabat yang paling setia menemani Nabi Muhammad berdakwah. Dia percaya—tanpa sedikit pun ragu- Apa pun yang dikatakan Nabi Muhammad. Dia merelakan seluruh hartanya digunakan untuk kepentingan dakwah Islam. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Selama hidupnya, Abu Bakar as-Shiddiq pernah menikahi empat perempuan, baik ketika zaman jahiliyah maupun pada masa Islam. Berikut uraiannya:

 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

Istri-istri Abu Bakar as-Shiddiq

 

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Pertama, Qutailah binti Abdul Uzza. Disebutkan Muhammad Husain Haekal dalam Abu Bakar As-Siddiq (2004), Abu Bakar menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza ketika usianya masih muda. Dari istrinya yang pertama ini, Abu Bakar memiliki dua anak yaitu Abdullah dan Asma. Pernikahan Abu Bakar dan Qutailah diriwayatkan tidak berlangsung lama. Keduanya memutuskan untuk bercerai pada masa Jahiliyah. 


Terjadi perselisihan pendapat tentang apakah Qutailah masuk Islam atau tidak. Namun dari beberapa riwayat disebutkan kalau Qutailah masih tetap musyrik ketika Abu Bakar dan kedua anaknya (Abdullah dan Asma) menerima seruan Nabi Muhammad untuk memeluk Islam. 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Dalam 150 Kisah Abu Bakar Al-Shiddiq (Ahmad Abdul Al Al-Thahthawi, 2016) dikisahkan bahwa pada saat terjadi gencatan senjata antara pasukan Muslim dan pasukan musyrik, Qutailah pernah datang ke Madinah dan memberi hadiah putrinya, Asma, keju dan minyak samin.

 

Akan tetapi, Asma tidak bersedia menerimanya karena ibunya masih seorang musyrik. Setelah mendapatkan nasihat dari Nabi Muhammad, Asma akhirnya tetap menghormati dan menerima pemberian ibunya yang belum menjadi Muslimah itu.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


“Sambung lah tali silaturahim dengan ibumu,” kata Nabi Muhammad kepada Asma binti Abu Bakar.  


Kedua, Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir. Nama aslinya adalah Zainab binti Abd dari Bani Kinanah. Sebelum dengan Abu Bakar, sebagaimana riwayat Al-Waqidi, Ummu Ruman pernah menikah dengan Abdullah bin Haris. Setelah melahirkan seorang putra yang diberi nama Tufail bin Abdullah, suami Ummu Rumah (Abdullah bin Haris) meninggal dunia. 


Setelah itu, Abu Bakar kemudian menikahi dengan Ummu Ruman binti Amir. Mereka juga menikah pada zaman jahiliyah. Namun berbeda dengan istri sebelumnya, Ummu Ruman kemudian memeluk Islam dan ikut hijrah bersama dengan Abu Bakar ke Madinah. Abu Bakar dan Ummu Rumah memiliki dua orang anak, yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Ummu Rumahn wafat pada tahun ke-6 hijriah.


Ketiga, Habibah binti Kharijah. Salah satu langkah Nabi Muhammad untuk mempererat solidaritas kaum Muhajirin dan Anshar adalah dengan mempersaudarakan kedua kaum tersebut. Pada saat itu, Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair dari kaum Anshar Bani Khazraj. Dari situ, Abu Bakar kemudian mempersunting anak perempuan Kharijah, yaitu Habibah.  


Rumah Habibah terletak di daerah Sunhi. Abu Bakar tengah berada di rumah Habibah ketika Nabi Muhammad menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tahun ke-11 Hijriyah. 


Bersama dengan Habibah, Abu Bakar memiliki seorang putri bernama Ummu Kultsum. Ummu Kultsum lahir pada saat sang ayahanda (Abu Bakar) telah wafat. Habibah diriwayatkan menikah lagi dengan Khabib bin Asaf setelah Abu Bakar wafat.

 

Keempat, Asma binti Umais. Asma adalah seorang muhajirat dari Bani Khats’am. Sebelumnya, Asma binti Umais adalah istri dari Ja’far bin Abu Thalib. Ja’far gugur dalam Perang Mu’tah pada tahun ke-8 Hijriyah.  Kemudian pada awal tahun 10 H, Abu Bakar mempersunting Asma binti Umais.


Abu Bakar dan Asma memiliki seorang anak bernama Muhammad. Setelah Abu Bakar wafat, Asma menikah lagi dengan Ali bin Abi Thalib.


Anak-anak Abu Bakar as-Shiddiq

 

Dari hasil pernikahannya dengan empat orang perempuan tersebut, Abu Bakar memiliki enam orang anak; tiga laki-laki dan tiga perempuan. Berikut uraiannya:


Pertama, Abdurrahman adalah anak tertua Abu Bakar. Dia tidak langsung masuk Islam ketika sang ayahanda, Abu Bakar, menerima seruan Nabi Muhammad. Bahkan, ia ikut bertempur di pihak pasukan Musyrik ketika Perang Badar dan Uhud. Pada saat Perang Badar, dia hampir saja terbunuh oleh Abu Hurairah.


Abdurrahman baru masuk Islam ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah. Dia dikenal sebagai orang yang berani. Setelah masuk Islam, dia ikut dalam beberapa pertempuran bersama dengan pasukan umat Islam. Pada Perang Yamamah, dia berhasil membunuh panglima Musailamah al-Kadzdzab, Mahkam bin Thufail.


Kedua, Abdullah bin Abu Bakar. Abdullah masuk Islam pada masa-masa awal kenabian. Dia memiliki peranan penting pada saat Nabi Muhammad dan Abu Bakar hijrah ke Madinah. Dia ikut menemani Nabi dan ayahanya hingga sampai Gua Tsur.

 

Sesampainya di Gua Tsur, Abu Bakar menugaskan Abdullah untuk kembali ke Makkah dan menghimpun informasi tentang apa rencana dan strategi Musyrik Quraisy setelah mengetahui bahwa Nabi Muhammad telah meninggalkan Makkah. Abdullah wafat ketika Abu Bakar menjadi khalifah. Riwayat lain, dia gugur setelah terkena anak panah dalam pengepungan wilayah Thaif.

 
Ketiga, Muhammad bin Abu Bakar. Pada saat sang ayahanda, Abu Bakar, wafat, Muhammad baru berusia dua atau tiga tahun. Sang ibunda, Asma binti Umais, menikah dengan Ali bin Abi Thalib usai Abu Bakar wafat. Dengan demikian, Muhammad dibesarkan di bawah asuhan Ali bib Abi Thalib. Muhammad menjadi Gubernur Mesir ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah.  


Keempat, Asma binti Abu Bakar. Asma mendapatkan julukan Dzatu al-Nithaqain (yang memiliki dua selendang). Julukan itu didapat setelah Asma memotong dua selendangnya menjadi dua bagian untuk membawa makanan yang akan diberikan kepada Nabi Muhammad dan Abu Bakar ketika keduanya bersembunyi di Gua Tsur. 

 

Asma menikah dengan Zubair bin Awwam. Dari pernikahan itu lahir Abdullah bin Zubair—sahabat pertama yang lahir di Madinah setelah peristiwa hijrah.

  
Kelima, Aisyah binti Abu Bakar. Sayyidah Aisyah adalah istri ketiga Nabi Muhammad. Ia hidup sebagai pasangan suami-istri bersama Nabi Muhammad selama sembilan bulan. Aisyah dikenal sebagai orang sangat cerdas, berwawasan luas, memiliki daya tangkap dan daya ingat yang kuat.

 

Dia menimba banyak ilmu langsung dari Nabi sehingga memiliki 2.210 sanad hadits. Hadits-hadits riwayat Aisyah banyak berkaitan dengan hukum Islam sehingga para ulama menjadikannya sebagai rujukan.


Aisyah dikenal sebagai orang yang otoritatif dalam hal keagamaan. Dia bertugas memberi fatwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan seterusnya hingga ia wafat. 


Aisyah wafat pada malam Selasa, 17 Ramadhan tahun 58 H—riwayat lain 57 H- dalam usia 63 tahun—riwayat lain 66 atau 70 tahun. Abu Hurairah adalah sahabat yang ditugasi untuk memimpin shalat jenazah Aisyah. Sesuai dengan wasiatnya, Aisyah dimakamkan di Baqi.  


Keenam, Ummu Kultsum. Ummu Kultsum tidak pernah bertemu dengan Abu Bakar karena dia lahir setelah sang ayahanda wafat. Dia menikah dengan Thalhah bin Ubaidillah—yang gugur pada saat Perang Jamal. Sepeninggal Thalhah, Ummu Kultsum menikah dengan Abdurrahman bin Ubaidillah.  


Penulis: Muchlishon Rochmat

Editor: Fathoni Ahmad

ADVERTISEMENT BY ANYMIND