Zuhud ala Syekh Said Ramadhan Al-Buthi: Atasi Stres di Masa Kini
Sabtu, 24 Mei 2025 | 20:00 WIB
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh tekanan, di mana tuntutan zaman sering kali mengguncang keseimbangan batin, pola hidup zuhud dapat menawarkan oase ketenangan. Zuhud bukan soal kaya dan miskin. Kedua kondisi tersebut meniscayakan zuhud, begitu juga sebaliknya.
Zuhud sendiri berasal dari kata Arab zahada (زهد), yang berarti menjauh atau meninggalkan sesuatu. Dalam Islam, zuhud bukan berarti menolak dunia, tetapi tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Imam Al-Ghazali mengatakan:
الزهد تفريغ القلب من الدنيا لتلقي الآخرة
Artinya, “Zuhud adalah mengosongkan hati dari dunia agar dapat menerima akhirat dengan lapang.” (Ihya’ Ulumuddin, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah], 2008, Jilid III, halaman 198).
Menurut beliau, zuhud bukan berarti tidak memiliki harta, tetapi kondisi hati yang tidak terikat secara emosional terhadap hal-hal duniawi.
Imam Al-Ghazali menjadikan zuhud sebagai salah satu jalan utama dalam proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Dalam bab zuhud, beliau menekankan bahwa cinta dunia adalah akar dari segala dosa, sehingga membersihkan hati dari dunia (melalui zuhud) adalah langkah awal dalam penyucian jiwa. (Ihya’ Ulumuddin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah], Jilid 3, halaman 198).
Dengan zuhud, seseorang mampu menjalani kehidupan dengan menjauhkan diri dari godaan nafsu yang dapat mengotori hati. Itulah kenapa di surat Asy-Syu’ara’ ayat 89, Allah berfirman:
اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
Artinya, “Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Hati harus disterilkan dari segala bentuk penyakit hati seperti riya’, sombong, hasud dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk beribadah dan menghadap Allah, diperlukan hati yang bersih.
Zuhud ala Syekh Said Ramadhan Al-Buthi
Dalam karya monumentalnya Al-Hubb fil Qur’an wa Zuhd fid Dunya, Syekh Sa’id Ramadhan Al-Buthi memaparkan zuhud sebagai berikut:
Baca Juga
Susah Mengikuti Zuhudnya Gus Dur
الزهد ليس ترك الدنيا بالكلية، وإنما هو ألا تكون هي المقصد الأكبر، بحيث لا يتعلق بها القلب
Artinya, “Zuhud bukanlah meninggalkan dunia secara total, melainkan tidak menjadikannya sebagai tujuan utama, sehingga hati tidak terikat kepadanya,” (Al-Hubb fil Qur’an wa Zuhd fid Dunya, [Suriah, Darul Fikr, t.t.], 2008, halaman 123).
Dengan penjelasan di atas, zuhud bukan soal kaya dan miskin. Namun lebih kepada ketiadaan ikatan hati terhadap dunia. Lebih lanjut, beliau menunjukkan tanda-tanda orang zuhud:
من علامة الزهد أن لا يفرح الإنسان بموجود ولا يحزن على مفقود، لأن القلب لا يتعلق إلا بالله
Artinya, “Di antara tanda-tanda zuhud adalah seseorang tidak terlalu bergembira dengan apa yang ia miliki dan tidak terlalu bersedih atas apa yang hilang darinya, sebab hatinya hanya bergantung kepada Allah.” (Al-Hubb fil Qur’an wa Zuhd fid Dunya, halaman 130).
Syekh Said Ramadhan Al-Buthi mengajarkan bahwa zuhud adalah pola pikir untuk melepaskan ketergantungan pada duniawi. Dengan menempatkan dunia di akal sebagai sarana, bukan di hati sebagai tujuan akhir, seseorang dapat menjalani hidup dengan ketenangan batin sekaligus tetap produktif dalam urusan dunia. Hati yang hanya bergantung pada Allah akan menemukan kedamaian sejati, bebas dari belenggu materialisme.
Sebagai contoh, seseorang yang mengalami kegagalan dalam kontestasi politik tidak akan terpuruk jika hatinya telah terlatih dalam zuhud. Ia mampu bangkit kembali, menjadikan kegagalan sebagai pelajaran untuk introspeksi dan perbaikan diri. Sebaliknya, jika hati telah terikat oleh dunia, kegagalan dapat memicu keputusasaan, depresi, bahkan gangguan jiwa, karena hilangnya duniawi dirasakan sebagai kehilangan segalanya.
Zuhud bagi seorang karyawan misalnya, yang bekerja keras untuk mencapai promosi jabatan, tentu akan menghadapi tekanan dan persaingan. Jika ia menerapkan zuhud, ia akan bekerja dengan penuh dedikasi sebagai bentuk ibadah, namun tidak menjadikan jabatan sebagai tujuan utama hidupnya. Ketika promosi tidak tercapai, ia tetap tenang, menerima hasil dengan ikhlas, dan terus berusaha tanpa dikuasai kekecewaan.
Di tengah kehidupan masa kini dengan berbagai masalah yang dihadapi, seseorang begitu akrab dengan kecemasan. Banyak orang merasa tertekan oleh tuntutan sosial, beban finansial, dan ekspektasi yang tidak kunjung usai. Ketenangan batin menjadi hal langka.
Dalam situasi seperti ini, ajaran zuhud dalam pandangan Syekh Ramadhan Al-Buthi menawarkan jalan keluar untuk menyembuhkan luka batin manusia di masa kini. Wallahu a’lam.
Shokhibul Liwa' Adnan, Peserta Kelas Menulis Keislaman NU Online Batch 2, Alumni Ma'had Aly Raudhatul Muhibbin Bogor, dan Pengajar di PP. Bumi Shalawat Sidoarjo, PP. Al-Hidayah Ketegan