Internasional

ISIS, Kelompok Militan Paling Kaya Sedunia dari Pemerasan

Sab, 30 Agustus 2014 | 21:00 WIB

Jakarta, NU Online
ISIS, yang kemudian merubah namanya menjadi Islamic State atau Daulah Islamiyah menggerakkan perekonomian secara mandiri di kawasan yang mereka kuasai di Suriah dan Irak. Caranya dengan membajak minyak sekaligus melakukan pemerasan terhadap sekitar delapan juta penduduk, demikian keterangan para pejabat Arab dan Barat. 
<>
Fakta tersebut menjadikan Daulah Islamiyah sebagai salah satu kelompok teror terkaya dunia dengan potensi ancaman besar. Demikian liputan yang ditulis oleh Wall Street Journal.

Sebelumnya, kelompok tersebut diduga mendapatkan sokongan dana dari sejumlah donatur Jazirah Arab dan pelbagai negara lain. Kini, Daulah Islamiyah telah dapat membiayai dirinya sendiri.

Dana dari donatur luar “kecil [jumlahnya] dibandingkan dengan yang mereka dapatkan dari aktivitas kriminal dan terorisme,” ujar seorang pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Menurutnya, aktivitas Daulah Islamiyah menghasilkan jutaan dolar AS per bulan.

Bagi negara Barat dan Arab yang berusaha menghentikan sepak terjang Daulah Islamiyah, sumber pendanaan domestik Daulah Islamiyah memunculkan dilema. Embargo ekonomi sumber-sumber pendanaan Daulah Islamiyah, ujar para pakar dan pejabat antiterorisme, dapat menyebabkan krisis kemanusiaan di kawasan yang mereka kuasai.

“Mungkinkah ISIS dihalang-halangi dari menyita aset? Tidak juga. Mereka telah banyak memiliki aset,” ujar seorang pejabat antiterorisme Barat. “Jadi, yang harus dilakukan adalah mengganggu jaringan perdagangannya. Namun, jika yang dibidik adalah komoditas pangan, contohnya, ribuan warga sipil terancam akan menderita kelaparan.”

Dari Raqqa di Suriah hingga Mosul di Irak, kelompok radikal Sunni Daulah Islamiyah mengelola sistem pemerasan terhadap dunia usaha, pertanian, dan transportasi publik. Mereka pun mengutip uang jago dari umat Kristiani serta minoritas agama lain yang memilih tinggal di bawah pemerintahan milisi ketimbang hengkang, demikian keterangan para penduduk, para analis, dan pejabat pemerintah.

Daulah Islamiyah juga berbisnis dengan sejumlah individu dari kawasan yang pemerintahannya berupaya menindak kelompok tersebut. Dari wilayah kekuasaannya, Daulah Islamiyah mengendalikan penjualan minyak, gandum, dan barang-barang antik. Mereka menciptakan pasar yang pembelinya berasal dari rezim Suriah serta pebisnis Kurdi dan Syiah dari Libanon dan Irak, ujar pejabat Barat serta sumber dari Suriah dan Irak.

“Mereka memiliki perekonomian yang, lebih kurang, stabil di seluruh wilayah kekuasaannya di Suriah dan Irak,” ujar Hasan Abu Hanieh, cendekiawan Yordania bidang radikalisme Sunni yang menjadi pakar masalah Al-Qaeda dan Daulah Islamiyah.

Uang tebusan menjadi sumber pendapatan besar bagi Daulah Islamiyah, tetapi alirannya tidak semantap pendapatan dari aktivitas domestik, ujar para pejabat Barat.

Al-Qaeda di Irak, dibentuk oleh warga Yordania, Abu Musab Al-Zarqawi, adalah tulang punggung kelompok yang meluaskan kekuasaan ke Suriah.

Pada Juni, setelah menduduki Mosul, kelompok itu menghilangkan rujukan geografis dan memproklamirkan kekhalifahan Islam dengan ambisi memperluas wilayah kekuasaan serta menunjuk Abu Bakar Al-Baghdadi, warga negara Irak, menjadi khalifah. Kelompok yang awalnya bernama ISIS atau ISIL itu kini menyebut dirinya Daulah Islamiyah, dengan klaim penguasaan Irak barat dan Suriah timur laut.

Dalam pergerakannya di Suriah tahun lalu serta serbuan ke Irak tahun ini—kelompok milisi merebut ladang minyak, pertanian, dan cabang-cabang bank sentral—Daulah Islamiyah mengejutkan para pemerhati dari dunia luar. Namun, para pakar Timur Tengah mengatakan kelompok itu adalah penerus Al-Qaeda Irak, yakni cabang terkaya Al-Qaeda yang menerapkan pemajakan dan pemerasan serupa.

“Tak seorang pun dapat melakukan transaksi harian atau usaha sederhana—truk tidak dapat melewati jalan—tanpa dipungut bayaran,” ujar Abu Hanieh menyinggung Al-Qaeda Irak pada puncak kejayaannya. “Strategi itu kini berlanjut,” ujarnya. Struktur Daulah Islamiyah pun serupa dengan pendahulunya, dan diyakini memiliki panitia keuangan yang dipimpin oleh “menteri keuangan” sebagai pengawas urusan finansial, ujarnya. (mukafi niam)