Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 121: Perintah Membaca dengan Cermat dan Seksama

Sab, 18 Mei 2024 | 17:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 121: Perintah Membaca dengan Cermat dan Seksama

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 121. (Foto: NU Online/Freepik)

Dalam agama Islam, menuntut ilmu merupakan bagian dari kewajiban seluruh umat Islam. Pengetahuan menjadi dasar bagi setiap amal ibadah yang dilakukan. Sebab ibadah tanpa didasari ilmu pengetahuan tidak akan memiliki nilai karena ibadahnya tidak memenuhi kriteria dan syarat yang sesuai.


Salah satu anjuran dalam Islam untuk meningkatkan literasi bagi umatnya adalah dengan tekun membaca. Pasalnya, membaca merupakan jendela bagi dunia keilmuan. Dengan membaca, seseorang mendapatkan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak ia miliki. 


Ada banyak nash baik Al-Qur’an maupun hadits yang menjelaskan anjuran untuk tekun membaca. Salah satunya ialah surat Al-Baqarah ayat 121 yang tidak hanya memberikan makna tersirat berupa tekun membaca, namun juga anjuran untuk membaca dengan cermat dan seksama terhadap bacaan.


Allah Ta’ala berfirman:


اَلَّذِيْنَ اٰتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ يَتْلُوْنَهٗ حَقَّ تِلَاوَتِهٖۗ اُولٰۤىِٕكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهٖۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَࣖ ۝١٢١


Alladzîna âtainâhumul-kitâba yatlûnahû ḫaqqa tilâwatih, ulâ'ika yu'minûna bih, wa man yakfur bihî fa ulâ'ika humul-khâsirûn


Artinya: “Orang-orang yang telah Kami beri kitab suci, mereka membacanya sebagaimana mestinya, itulah orang-orang yang beriman padanya. Siapa yang ingkar padanya, merekalah orang-orang yang rugi”. (Qs. Al-Baqarah: 121)


Ragam Tafsir

Secara garis besar, surat Al-Baqarah ayat 121 menjelaskan dua kondisi orang-orang yang diberikan kitab sebagai pedoman. Sebagian dari mereka membacanya dengan sebagaimana mestinya, memahaminya sehingga kemudian mengimaninya. Sebagian yang lain mengufurinya dan mereka termasuk orang-orang yang merugi.


Dalam menafsiri ayat ini, Imam As-Suyuthi condong bahwa maksud dari lafaz al-kitab pada ayat ini ialah kitab sebelum Al-Qur’an. Ayat ini, menurut As-Suyuthi turun untuk golongan Nasrani dari Habasyah. Mereka membaca kitab mereka sebagaimana mestinya, sesuai dengan yang diturunkan. Mereka mengimaninya sehingga kemudian mereka masuk Islam serta beriman kepada Nabi Muhammad saw . 


Setelahnya Allah memberi penjelasan bahwa orang-orang yang mengufurinya dengan tidak membacanya sebagaimana mestinya, mengufuri isinya dengan merubah isi di dalamnya, mereka adalah orang-orang yang merugi dengan dimasukkan ke dalam neraka. (Imam As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain, [Kairo, Darul Hadits, tt], cet 1, hal 25).


Sedangkan, Imam Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa ayat ini turun untuk semua ahlul kitab seperti Abdullah bin Salam, Bahira Rahib, raja Najasyi dan pengikut-pengikut mereka. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1417 H], cet 1, juz I, hal 42)


Sementara itu, Imam At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli tafsir terkait maksud orang-orang yang diberi kitab pada ayat di atas. Sebagian ulama menjelaskan maksudnya ialah sahabat Nabi Muhammad saw. Mereka membaca Al-Qur’an dengan seksama dan mengimaninya.


Ulama lain menjelaskan bahwa maksudnya ialah ulama-ulama Bani Israil yang beriman kepada Allah dan membenarkan utusan-utusan-Nya. Mereka memutuskan dengan hukum Taurat dan mengamalkan yang ada di dalamnya yaitu perintah mengikuti Nabi Muhammad saw, mengimani serta membenarkan ajaran yang di bawanya. 


Dari kedua pendapat tersebut, Imam At-Thabari condong pada pendapat kedua yang menyatakan maksud dari ayat ini ialah orang-orang dari kalangan ahli kitab yang mengamalkan isi kandungan kitabnya sehingga mengimani Nabi Muhammad saw dan masuk Islam. Sebab pada ayat sebelumnya juga membahas ahli kitab. (Ibnu Jarir At-Thabari, Jamiul Bayan ‘an Takwili ayil Qu’ran, [Makkah, Darut Turabiyah wa At-Turats, tt], juz II, hal 565).


Dalam kaitannya dengan anjuran membaca dengan seksama, ayat ini jelas memberikan pelajaran dan anjuran untuk membaca seksama terhadap bacaan. Membaca bukan hanya sekedar membaca, namun memahami apa yang dibaca dengan baik sebelum kemudian mengamalkannya. Pembacaan sekilas tanpa disertai pemahaman yang baik berpotensi menjerumuskan diri terhadap salah dan gagal paham.


Sebagaimana hal ini diisyaratkan Imam Nawawi dalam penafsirannya terhadap makna ayat “yatlûnahû ḫaqqa tilâwatih”. Imam Nawawi menjelaskan bahwa membaca yang dimaksud pada ayat ini bukan hanya sekedar membaca, melainkan mentadabburi makna di dalamnya. 


يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أي يقرءونه كما أنزل لا يغيرونه ولا يبدلون ما فيه من نعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ويتدبرون في معانيه ويخضعون عند تلاوته ويبينون أمره ونهيه لمن سألهم


Artinya: “Membaca sebagaimana mestinya maksudnya ialah membacanya sebagaimana diturunkan, tidak merubah isinya, tidak mengganti yang tercantum di dalamnya meliputi sifat-sifat Nabi Muhammad saw. Mereka mentadabburi maknanya, menunduk ketika membacanya dan menjelaskan perintah serta larangan (di dalamnya) kepada siapa saja yang bertanya”. (Al-Bantani, hal 42).


Lebih lanjut, Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa “yatlûnahû ḫaqqa tilâwatih” memiliki dua makna: membaca dan mengikuti dalam perbuatan.


Dari dua makna tersebut, ulama yang menafsirinya dengan makna membaca berbeda pandangan dalam beberapa hal:

 
  1. Mereka mentadabburinya dan mengamalkan ketetapan di dalamnya, berpegangan dengan hukum-hukum yang ada di dalamnya.
  2. Mereka menunduk ketika membacanya, khusyuk baik membaca Al-Qur’an di dalam maupun di luar shalat
  3. Mereka mengamalkan ketetapan di dalamnya, mengimani yang mutasyabih, dan menyerahkan maknanya kepada Allah swt
  4. Mereka membacanya sesuai dengan yang diturunkan Allah, tidak merubah isinya dan tidak mengartikannya serampangan
  5. Keempat makna di atas masuk ke dalam ayat ini dan bertujuan sama yaitu mengagungkannya. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, 1420 H], cet 3, juz IV, hal 30).


Dari penjelasan ini, meski ayat di atas hanya menerangkan pembacaan terhadap Al-Qur’an atau kitab sebelumnya namun dapat diambil pembelajaran kepada kita bahwa dalam membaca perlu adanya memahami dengan baik bacaan, mentadabburinya, dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Wallahu a’lam


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek dan Mahad Aly Jakarta