Syariah

Pandangan Ibnu Taimiyah terkait Kiriman Doa kepada Ahli Kubur

Sel, 13 September 2022 | 19:00 WIB

Pandangan Ibnu Taimiyah terkait Kiriman Doa kepada Ahli Kubur

Ibnu Taimiyah memfatwakan bahwa doa arwah dari orang yang hidup akan sampai kepada ahli kubur yang dituju.

Tak syak lagi, kelompok Ahli Sunnah meyakini bahwa nikmat dan siksa kubur bagi mayit memang benar adanya. Namun, tak sedikit orang yang menolak dan meragukan sampainya amalan orang hidup yang dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal. Mereka yang menolak dan meragukan kebanyakan adalah pengikut Ibnu Taimiyah.


Tetapi herannya,  Ibnu Taimiyah sendiri, selaku ulama panutan mereka tidak menolak, bahkan membolehkan kiriman pahala kepada mayit. Hal itu seperti yang disebutkan dalam salah satu fatwanya.  


إنَّهُ يَجُوزُ إهْدَاءُ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ، وَالْبَدَنِيَّةِ إلَى مَوْتَى الْمُسْلِمِينَ. كَمَا هُوَ مَذْهَبُ أَحْمَدَ، وَأَبِي حَنِيفَةَ، وَطَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ.  فَإِذَا أُهْدِيَ لِمَيِّتٍ ثَوَابُ صِيَامٍ، أَوْ صَلَاةٍ، أَوْ قِرَاءَةٍ، جَازَ ذَلِكَ،    


Artinya, “Diperbolehkan menghadiahkan pahala ibadah harta dan ibadah badan kepada orang-orang muslim yang telah meninggal, sebagaimana yang dianut dalam mazhab Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, sekelompok ulama Malik dan Syafii. Kemudian, jika dihadiahkan pahala puasa, pahala shalat, atau pahala bacaan kepada satu mayit, maka hal itu boleh,” (Lihat: Ibnu Taimiyah, al-Fatwa al-Kubra, jilid III, halaman 38).


Meski demikian, penolakan atas sampainya pahala dari kelompok tertentu dapat dimaklumi. Sebab ulama sekelas Imam Ahmad bin Hanbal dan Syekh Izzuddin bin Abdus Salam juga awalnya sempat mengingkarinya, meski akhirnya kedua ulama tersebut yakin akan sampainya kiriman kebaikan orang hidup, bahkan mereka mencabut pernyataannya. 


Setelah mencabut pernyataannya, Imam Ahmad bin Hanbal justru berpesan, “Jika kalian memasuki komplek pekuburan, maka bacalah surat al-Fatihah, surat al-Falaq, surat an-Nas, dan surat al-Ikhlas. Kemudian, kalian khususkan pahalanya untuk para ahli kubur. Sebab, kebaikan itu sampai kepada mereka.”


Sementara pengingkarannya dilansir oleh Syekh Abdul Wahab asy-Sya’rani dalam kitabnya, Syarh Mukhtatshar Tadzkirah al-Qurthubi.


وكان رضي الله عنه ينكر قبل ذلك وصول الثواب من الأحياء للموتى فلما حدثه بعض الثقات أن عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه لأوصى إذا دفن أن يقرأ عند رأسه فاتحة الكتاب وخاتمة البقرة رجع عن ذلك


Artinya, “Sebelumnya Imam Ahmad pernah mengingkari sampainya pahala yang dikirimkan orang-orang hidup kepada orang yang sudah meninggal. Namun, ketika disampaikan oleh orang-orang terpercaya bahwa semasa hidup Umar bin al-Khathab pernah berpesan, jika dirinya dikuburkan, ingin dibacakan di atas kepalanya surat al-Fatihah dan penghujung surat al-Baqarah. Sejak itu, Imam Ahmad menarik kembali pernyataannya.” (Lihat halaman 25).   


Disebutkan pula bahwa sebelumnya Syekh ‘Izzuddin bin Abdus Salam juga mengingkari sampainya pahala bacaan kepada orang yang sudah meninggal. Dasar argumennya adalah firman Allah yang menyatakan, “Dan sesungguhnya, tidak ada yang diperoleh seseorang kecuali apa yang telah diusahakannya,” (QS. an-Najm [53]: 39).      


Namun, ketika meninggal dunia, Syekh Izzuddin termimpikan oleh seorang kawannya. Dalam mimpinya itu, sang kawan mempertanyakan pernyataan Syekh semasa hidup. Ia kemudian menjawab, “Aku mencabut pernyataanku tentang tidak sampainya pahala dari orang hidup kepada  orang yang sudah meninggal, setelah aku melihat sendiri sampainya hal tersebut dan aku sudah berada di alam kubur.”  


Hal itu diperkuat hadits Rasulullah saw., “Siapa saja yang melintas sejumlah kuburan, kemudian membaca, qulhuwallahu ahad, sebanyak 11 kali, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang yang sudah meninggal, maka ia akan diberi pahala sebanyak orang yang telah meninggal.”  


Ustadz Tatam Wijaya, alumnus PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.