Khutbah

Khutbah Idul Adha: Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Shalat Id, Kurban, dan Haji

Rab, 14 Juni 2023 | 13:00 WIB

Khutbah Idul Adha: Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Shalat Id, Kurban, dan Haji

Ilustrasi Hari Raya Idul Adha. (Foto: NU Online)

Khutbah Idul Adha ini mengangkat tentang nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal pada Allah swt yang termuat dalam tiga ibadah yang identik dengan hari Raya Idul Adha yakni Shalat Id, Kurban, dan Haji. Tiga ibadah ini tak bisa lepas dari momentum mulia Idul Adha dan bisa menjadikan kita hamba-hamba yang dicintai Allah asbab nilai-nilai tawakal yang terkandung di dalamnya.


Teks khutbah berikut ini berjudul "Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Shalat Id, Kurban, dan Haji". Untuk mencetak naskah khutbah Idul Adha ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ


اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ


الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,


Tiada ungkapan lain yang harus kita ucapkan selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin atas anugerah nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita semua. Di antara nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu ini adalah kasih sayang Allah pada kita berupa umur panjang dan kesehatan sehingga kita masih bisa bertemu dengan Hari Raya Idul Adha. Banyak saudara-saudara kita yang telah mendahului kita menghadap Allah swt dan juga mereka yang saat ini terbaring dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa bersama-sama dengan kita beribadah di tempat yang mulia ini.


Selain bersyukur, mari kita maksimalkan nikmat-nikmat ini untuk menjalankan misi utama kita diciptakan di dunia ini yakni beribadah, menyembah Allah swt. Langkah ini juga merupakan wujud syukur dalam tindakan yang akan menjadikan nikmat-nikmat ini akan tetap kita nikmati dan lebih dari itu, akan ditambah oleh Allah swt. semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa yang pandai bersyukur berupa syukur dalam ucapan, hati, dan tindakan kita atas semua nikmat ini.


Selain rasa syukur, wasiat takwa juga menjadi kewajiban untuk senantiasa khatib sampaikan kepada jamaah, wabil khusus kepada diri khatib pribadi, agar kehidupan kita di dunia ini menjadi semakin terarah. Mari kita tingkatkan dan kuatkan takwa kita dalam wujud menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kehidupan kita akan terarah karena takwa merupakan bekal yang paling penting dalam mengarungi kehidupan di dunia sehingga akan menjadikan kita sukses dalam kehidupan akhirat yang kekal dan abadi nanti.


Allah berfirman:


وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ


Artinya: “Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS Al-Baqarah: 197).


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,


Pada setiap Hari Raya Idul Adha, kita tidak akan bisa terlepas dari tiga ibadah yang mampu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. ibadah tersebut adalah Shalat Id, Kurban, dan Ibadah Haji. Selain memupuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah swt, tiga ibadah ini mengandung banyak nilai-nilai dan hikmah yang mampu menjadikan kita pribadi yang baik dan semakin dicintai oleh Allah. di antara nilai tersebut adalah kepasrahan diri atau tawakal secara totalitas kepada Allah swt. 


Tawakal adalah memasrahkan setiap perkara kepada Allah. Pasrah kepada Allah bermakna memilih menjadikan Allah sebagai Dzat yang memutuskan hasil dari setiap perkara yang dihadapi seorang hamba. Kepasrahan ini menjadi sebab dicintainya kita oleh Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al Imran, ayat 159:


فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ


Artinya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”


Pada kesempatan ini, mari kita resapi nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal kepada Allah dari tiga ibadah yang identik dengan Hari Raya Idul Adha.


Pertama adalah Shalat Id. Ibadah sunnah ini serasa harus dan wajib dilakukan oleh umat Islam pada momentum Idul Adha. Jamaah, mulai dari tua, muda, anak-anak, berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk melaksanakan shalat dua rakaat ini. Sejak awal melaksanakannya, kita sudah memasang komitmen kepasrahan diri serta menegaskan bahwa shalat yang kita lakukan semuanya hanya karena dan untuk Allah swt. Dalam shalat kita fokus dan menyerahkan shalat, hidup, dan mati kita hanya kepada Allah swt. Dalam Al-Qur’an disebutkan:


قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ


Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).


Nilai-nilai kepasrahan ini juga yang harus kita teruskan di luar shalat dan dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Tentunya kepasrahan ini juga harus tetap diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Bukan hanya pasrah begitu saja. Jika kita sudah berusaha dan pasrah pada Allah swt maka yakinlah Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ath-Thlaaq ayat 3:


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.”


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,


Kedua, adalah ibadah kurban. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai pengingat bahwa kita sudah diberikan nikmat yang banyak dalam kehidupan ini. Hal ini tertuang dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:


اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ


1. Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak.


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ 


2. Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!


Selain memiliki dimensi vertikal yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Dalam ibadah ini, kita harus mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan dibagi-bagikan kepada orang lain. Tentu tidak semua orang mau mengeluarkan hartanya untuk melakukan hal ini. Masih banyak orang yang tidak rela dan perhitungan dengan hartanya sehingga tidak mau berkurban di Hari Raya Idul Adha.


Padahal perhitungan seperti ini yang seharusnya kita kikis. Kita harus yakin bahwa dengan kepasrahan harta yang kita gunakan untuk berkurban di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih banyak lagi. Allah berfirman: 


مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ


Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)


Terlebih infak untuk ibadah kurban yang memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya:


مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا


Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (HR Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah).


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,


Ketiga, adalah Ibadah Haji. Dalam ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, kita juga diajarkan nilai-nilai kepasrahan kepada Allah. Bagaimana tidak? Saat menjalankan ibadah haji, kita harus jauh-jauh pergi ke tanah Suci Makkah meninggalkan orang-orang yang kita cintai dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Selain itu, kita juga harus merelakan diri untuk mengeluarkan banyak harta agar bisa pergi ke Baitullah menyempurnakan keislaman kita dengan berhaji. 


Bukan hanya dari sisi materi, saat ini kita juga mengetahui bersama, betapa panjangnya waktu antrean sampai dengan puluhan tahun agar kita bisa berangkat haji. Ini mengandung hikmah bahwa kita harus tetap berusaha untuk bisa berangkat ke tanah suci dengan upaya mendaftarkan diri lalu setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah swt.


Senada dengan kepasrahan untuk mengeluarkan harta dan lamanya waktu tunggu ini, Allah mengawali perintah haji dengan kata-kata “Lillah” (untuk Allah). hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 97:


وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ


Artinya: “(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,


Demikianlah nilai-nilai kepasrahan diri kepada Allah yang terkandung dalam tiga ibadah di hari Raya Idul Adha. Semoga kita senantiasa bisa mempraktikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ


الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ


أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ


اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ


عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ


H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung