Nasional

Ngaji Ramadhan, Gus Ulil Ungkap Kritik Imam Al-Ghazali kepada Orang yang Terlalu Fokus Urusan Dunia

Ahad, 17 Maret 2024 | 11:00 WIB

Ngaji Ramadhan, Gus Ulil Ungkap Kritik Imam Al-Ghazali kepada Orang yang Terlalu Fokus Urusan Dunia

Gus Ulil dalam ngaji Ramadhan kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali tentang kritik atas dunia, Sabtu (16/3/2024). (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) mengungkap kritik Imam Al-Ghazali kepada kecenderungan seorang manusia yang terlalu fokus dengan urusan dunia, terutama dalam aspek psikologi, mental, dan fisik.


Hubungan manusia dengan dunia, kata Gus Ulil, terkadang membuat mereka lupa akan tujuan pokok hidupnya yaitu asal-usul dan tempat kembali manusia: akhirat.


Hal ini disampaikan Gus Ulil dalam pengajian Ramadhan yang mengulas bab kritik atas dunia dalam kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali, disiarkan melalui kanal Youtube Ghazalia College pada Sabtu (16/3/2024) malam. 


Di kitab Ihya, Imam Al-Ghazali mengumpamakan hidup di dunia seperti orang yang melakukan perjalanan haji. Jika tekad seseorang sudah kuat untuk menunaikan ibadah haji, maka orang tersebut akan berusaha mencari sarana agar perjalanannya lancar sampai ke Makkah.


"Orang yang niat haji akan menyiapkan hewan kendaraan, zaman dahulu kendaraan berupa unta. Unta ini akan mengantarkan mereka sampai ke Makkah, untuk itu unta tersebut harus diberi makan agar tidak kelaparan, kehausan, dan kuat badannya," jelas Gus Ulil.


Perjalanan menuju akhirat, kata Gus Ulil mengutip Imam Ghazali, sama dengan menunaikan ibadah haji yaitu ketika badan manusia menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan tersebut. 


"Anda hidup di dunia seperti melakukan perjalanan yang panjang, very long trip. Perjalanan yang begitu jauh menuju ke akhirat," ujar Pendiri Ghazalia College itu. 


Menurut Imam Al-Ghazali, lanjut Gus Ulil, manusia harus merawat badan sebagai kendaraan untuk menuju akhirat, sama seperti seseorang merawat unta sebagai sarana perjalanan haji.


"Jadi, badan manusia itu kendaraan kita. Kendaraan yang ditumpangi, dikendarai oleh jiwa, oleh ruh, nafsu kita untuk menuju tujuan akhir," bebernya.


Karena itu, Gus Ulil menegaskan bahwa penting untuk merawat tubuh agar tetap kuat. Ketika sakit, harus diobati dan memiliki asuransi, serta membayar BPJS dengan rutin tanpa menunggak yang bahkan dapat merugikan negara.


"Badan ini adalah pesawatnya manusia untuk menuju ke tujuan akhir yaitu akhirat. Jadi, dunia kita butuhkan sekadar bisa mengantarkan kita ke sana. Badan manusia hanya instrumen jiwa kita, ruh kita untuk membawa kita ke akhirat nanti," jelasnya.


Penyelewengan manusia terhadap badan

Gus Ulil menjelaskan pandangan Imam Ghazali yang menyatakan bahwa kesalahan terjadi ketika manusia terlalu fokus pada urusan dunia sehingga melupakan tujuan akhirnya. 


Gus Ulil mencontohkan orang pergi haji berhenti di rest area, kemudian mencari makanan untuk unta secara berlebihan hingga tertinggal rombongan. Akhirnya orang tersebut lupa terhadap ujuan utamanya, yaitu pergi haji.


Contoh lain, ada orang yang gemar melakukan perjalanan jauh hanya untuk menikmati kuliner dan menggunakan produk perawatan badan yang mahal. Perawatan badan saat ini merupakan industri tersendiri, angkanya bahkan mencapai triliun. 


"Kita harus melakukan autokritik," jelasnya.


Gus Ulil menenkankan pentingnya bagi setiap orang untuk memahami tujuan hidupnya secara komprehensif dan seimbang antara urusan dunia dan akhirat.


"Pandangan ini harus dilihat secara komprehensif, bukan semata dari sudut ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi. Iya semua (urusan dunia) itu penting tapi harus seimbang dengan akhirat," kata Gus Ulil.


Ia menekankan betapa pentingnya ilmu tasawuf sebagai sudut pandang alternatif dalam menelaah kehidupan dunia yang disoroti oleh Imam Al-Ghazali. Hal ini memungkinkan manusia untuk melihat esensi dari segala sesuatu, bukan hanya yang tampak di permukaan saja.


"Jadi kita menelaah bukan karena faktor lahir saja tapi kita lihat esensinya atau batinnya apa dibalik yang tampak itu? Inilah pentingnya ilmu tasawuf sebagai perspektif tandingan atau alternatif lensa yang kita pakai untuk menelaah sesuatu," tandasnya.