Nasional

Pementasan Tikungan Iblis Tampilkan Kesombongan yang Ditiru Manusia

NU Online  ยท  Kamis, 22 Mei 2025 | 15:45 WIB

Pementasan Tikungan Iblis Tampilkan Kesombongan yang Ditiru Manusia

Pementasan Tikungan Iblis karya Emha Ainun Nadjib oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Gelanggang Bulungan, Jakarta, Rabu (22/5/2025). (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online

Kesombongan begitu nampak ditunjukkan para pemeran Iblis dengan menyebut dirinya sebagai makhluk mujtabid dan abid, pun zuhud nan gemar sujud. Betapa sikap demikian begitu ditiru manusia.


Hal demikian yang ditampilkan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pementasan Tikungan Iblis karya Emha Ainun Nadjib yang di Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta, Rabu (21/5/2025).


Pemeran Iblis menegaskan bahwa manusia kerap kali mengutuk dan melaknatnya dengan sumpah serapah.


"Iblis terkutuk. Terkutuklah Iblis. Iblis terlaknat. Terlaknatlah iblis," demikian katanya meniru ucapan manusia.


Namun, justru mereka jugalah yang kerap meniru dan mengikuti tindak-tanduk Iblis. Padahal, Iblis mengaku tidak membutuhkan pengikut.


Kesombongan itu justru diikuti manusia dengan segala tingkah lakunya. Orang pintar, misalnya, yang haus akan validasi akan kepintarannya sehingga butuh orang bodoh untuk mereka bodoh-bodohi. Padahal orang bodoh sendiri tidak butuh akan orang pintar.


"Yang kami butuhkan adalah pendidikan tanpa biaya sehingga setiap orang punya kesempatan berkembang secara setara," kata pemeran tapel.


Kesombongan manusia itu ditunjukkan dengan sikapnya yang merusak.


"Langit dibolongi, rakyat dibohongi. Pohon ditebangi, anggaran dipotongi. Es kutub dicairkan, S3 dipalsukan. Tanah dikerdilkan, harta negara dijual eceran," kata para pemain Iblis menyindir manusia.


Padahal, manusia terus berjalan tanpa tahu tujuan, tanpa memahami ke arah mana ia akan berlabuh, tak mengerti arah utara dan selatan. ย 


"Tujuan dijadikan jalan. Jalan dijadikan tujuan," katanya.


Jika sudah ke depan, lupa ke belakang. Sementara jika sudah menengok ke belakang, lupa ke depan. Melaju kencang, tapi rem blong. Sopir hanya memikirkan lekas sampai tujuan tanpa mengindahkan para penumpang.
ย 

Pementasan ini juga menampilkan kontekstualisasi sehingga pembicaraan terasa aktual dan dekat dengan penonton. Sebut saja gerakan velocity hingga penyebutan Fufu Fafa. Pun gaya kocak sejumlah pemain dengan lagu-lagu yang erat berhubungan dengan alur ceritanya menambah kekuatan pesan drama tersebut.


Tak pelak, Dosen PBSI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hindun mengapresiasi penampilan apik itu. Suguhan permainan peran para mahasiswanya bukan saja tak mengecewakan, tetapi bahkan membanggakan.


"Satu kata, keren!" seru perempuan yang menamatkan doktornya di Universitas Negeri Jakarta itu.

ย 
Senada, Dosen Kajian Sastra Atiqotul Fitriyah juga tampak semringah melihat penampilan tersebut. Baginya, pementasan "Tikungan Iblis" ini membawa pesan-pesan yang penting, tetapi dikemas dengan santai sehingga masuk diterima penonton.


"Pesan-pesan berat dibawa dengan ringan," ujarnya.


Sementara itu, Pembimbing Abdi menyampaikan bahwa proses selama enam bulan berlatih itu diawali dengan mengkaji pemikiran penulis naskahnya, yakni Emha Ainun Nadjib. Meskipun naskahnya serius, tetapi terbuka sehingga ia dapat mengarahkan sutradara dan para pemain untuk mengontekstualisasikannya.


"Naskah terbuka dan eksploratif. Enak untuk dimain-mainkan," kata aktor Teater Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Sebelumnya, mahasiswa PBSI UIN Jakarta ini menampilkan naskah Masyitoh karya Ajip Rosidi pada Selasa (20/5/2025). Mereka juga akan menampilkan satu pementasan lagi, yakni "Iblis" karya Muhammad Diponegoro pada Kamis (22/5/2025).