Nominal Mahar Lebih Sedikit dari Kesepakatan Awal, Apakah Akad Nikah Sah?
Kamis, 2 Januari 2025 | 09:00 WIB
Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Perkenalkan, saya Moko dari Kebumen. Mohon izin ingin bertanya. Saya berencana menikah tahun depan dan ingin menjadikan mahar sesuai dengan tanggal ijab kabul, yaitu 8 April 2025. Rencananya, mahar berupa uang sejumlah Rp 842.025. Namun, di depan penghulu, saya berencana memberikan uang Rp 842.100 karena pecahan Rp 25 sudah tidak berlaku di Indonesia.
Pertanyaannya, apakah mahar tersebut tetap sah meskipun ada selisih antara nominal mahar yang disebutkan dengan jumlah uang yang diberikan saat akad? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jawaban:
Baca Juga
Berapa Batas Minimal Mahar?
Waalaikum salam wr wb. Penanya yang terhormat sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih karena telah berkenan bertanya kepada kami Redaksi Keislaman NU Online. Kami turut berbahagia dan mendoakan semoga rencana pernikahan berjalan lancar tanpa hambatan apa pun. Semoga pernikahan yang dilangsungkan diberkahi oleh Allah SWT, sehingga kedepannya menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Penanya dan pembaca setia NU Online yang dirahmati Allah SWT, sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa dalam Al-Qur'an, mahar pernikahan disebut dengan berbagai istilah, yaitu shadaq, nihlah, faridhah, dan ajr. Semua istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, yaitu harta yang wajib diberikan oleh seorang suami kepada istrinya sebagai konsekuensi dari akad nikah. Dalil kewajiban memberikan mahar adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya, "Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan." (An-Nisā':4)
Adapun hikmah disyariatkannya mahar adalah untuk menunjukkan kesungguhan niat seorang suami dalam menjalin hubungan yang mulia dengan istrinya, serta mendasarkan pernikahan pada kehidupan rumah tangga yang terhormat. Selain itu, mahar juga memberikan kesempatan kepada wanita untuk mempersiapkan pernikahannya dengan memenuhi kebutuhan seperti pakaian dan biaya lainnya.
Islam mewajibkan mahar kepada suami untuk menjaga kehormatan wanita, agar ia tidak sampai mengorbankan martabatnya demi mengumpulkan harta yang akan diberikan sebagai mahar kepada laki-laki, sebagaimana dijelaskan oleh Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha dan Ali As-Syharbiji dalam Al-Fiqhul Manhaji Jilid IV (Damaskus, Darul Qalam, cetakan ke-III, 1992: 75).
Penanya dan pembaca setia NU Online, penting juga untuk diketahui bahwa Mahar pernikahan wajib diberikan oleh suami setelah akad, baik disebutkan dalam akad atau tidak. Namun, mahar bukan rukun atau syarat sah nikah. Karena itu, kekurangan, ketidaksesuaian, atau cacat pada mahar tidak memengaruhi keabsahan akad nikah. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu Jilid IX (Damaskus, Darul Fikr: 1418 H: 6071) menjelaskan:
وقال الجمهور: لا يفسد العقد بالزواج بدون مهر، أو باشتراط عدم المهر، أو بتسمية شيء لا يصلح مهراً؛ لأن المهر ليس ركناً في العقد ولا شرطاً له، بل هو حكم من أحكامه، فالخلل فيه لا تأثير له على العقد. وهذا هو الراجح، إذ لو كان المهر شرطاً في العقد لوجب ذكره حين العقد، وهو لا يجب أن يذكر حين العقد لكن يجب مهر المثل
Artinya, "Mayoritas ulama berpendapat bahwa akad nikah tidak menjadi batal jika dilakukan tanpa mahar, dengan syarat tidak adanya mahar, atau dengan menyebut sesuatu yang tidak layak dijadikan mahar. Hal ini karena mahar bukan merupakan rukun dalam akad, juga bukan syaratnya, melainkan salah satu konsekuensi hukum dari akad tersebut. Oleh karena itu, kekurangan atau cacat dalam hal mahar tidak mempengaruhi keabsahan akad. Pendapat ini lebih kuat, sebab jika mahar merupakan syarat dalam akad, maka ia harus disebutkan saat akad. Namun, pada kenyataannya, penyebutan mahar saat akad tidak diwajibkan, tetapi yang diwajibkan adalah mahar mitsil (mahar yang sepadan) jika mahar tidak disebutkan."
Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya perbedaan atau selisih antara nominal mahar yang disebutkan saat akad (Rp 842.025) dengan kenyataan nominal mahar yang diberikan (Rp. 842.100), yang mempunyai selisih Rp. 75, tidak sama sekali mempengaruhi keabsahan akad nikah. Artinya akad nikahnya tetap sah.
Adapun selisih Rp. 75 menurut pandangan Mazhab Syafi'i tidak termasuk dari mahar, melainkan hibah, sedangkan nominal maharnya adalah sebagaimana mahar musamma-nya, yakni Rp. 842.025. Syekh Wahbah menjelaskan dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu Jilid IX (hlm. 6796):
وقال الشافعي: لا تلحق الزيادة بالعقد، فإن زادها فهي هبة تفتقر إلى شروط الهبة، وإن طلقها بعد هبتها لم يرجع بشيء من الزيادة؛ لأن الزوج ملك البضع بالمسمى في العقد، فلم يحصل بالزيادة شيء من المعقود عليه، فلا تكون عوضاً في النكاح، كما لو وهبها شيئاً
Artinya, "Imam Syafi'i berpendapat bahwa tambahan mahar tidak terkait dengan akad. Sehingga jika seorang suami menambah mahar setelah akad, maka tambahan tersebut dianggap sebagai hibah yang memerlukan syarat-syarat hibah. Apabila suami menceraikan istrinya setelah memberikan tambahan mahar, ia tidak berhak menarik kembali tambahan tersebut."
"Hal ini karena suami telah memiliki hak atas hubungan suami-istri (budhu') berdasarkan mahar yang disebutkan dalam akad, sehingga tambahan mahar tidak termasuk dalam hal yang menjadi objek akad. Oleh karena itu, tambahan tersebut tidak dapat dianggap sebagai kompensasi dalam pernikahan, sebagaimana jika ia memberikan sesuatu kepada istrinya sebagai hibah."
Dari paparan penjelasan dapat disimpulkan bahwa selisih nominal mahar antara yang disebutkan dalam akad (mahar musamma) dengan yang diberikan di mana yang diberikan melebihi dari mahar musamma tidak mempengaruhi keabsahan akad.
Adapun kelebihan dari nominal mahar musamma bukan termasuk mahar melainkan hibah dari suami kepada istri. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat dan dapat dipahami dengan baik. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua