Nikah/Keluarga

Hukum Menikah dengan Saudara Tiri menurut Fiqih Islam

Sen, 18 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Hukum Menikah dengan Saudara Tiri menurut Fiqih Islam

Hukum menikah dengan saudara tiri menurut fiqih Islam.

Bila mencermati berbagai kitab fiqih, kita akan mendapatkan satu pelajaran betapa Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan umat manusia. Kita juga akan mendapati betapa ulama terdahulu sangat teliti dan detail membahas hukum berbagai macam perilaku manusia. Di antaranya adalah hukum menikah dengan saudara tiri—yang sama sama anak bawaan—menurut fiqih Islam, yaitu dua anak bawaan dari orang tua masing-masing yang kemudian menikah menjadi pasangan suami istri.


Gambaran kasusnya, seorang laki-laki—duda atau juga yang beristri—memiliki anak perempuan misalnya, menikah dengan seorang janda yang memiliki anak laki-laki. Setelah sekian lama hidup bersama,  kedua anak bawaan itu saling jatuh cinta dan ingin mengabadikannya dalam ikatan pernikahan secara sah.

 


Pertanyaannya, apa hukum menikah dengan saudara tiri—yang sama-sama anak bawaan—menurut fiqih Islam? Boleh ataukah tidak? Mengenai hal ini Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmû’ menjelaskan secara gamblang:


وإن تزوج رجل له ابن بامرأة لها ابنة جاز لابن الزوج أن يتزوج بابنة الزوجة


Artinya: “Apabila seorang laki-laki (suami) yang punya anak laki-laki menikah dengan seorang perempuan (istri) yang punya anak perempuan, maka anak laki-laki suami tersebut boleh menikah dengan anak perempuan si istri (saudara tirinya).” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Darul Hadis: 2010], juz XVI, halaman 495).

 


Dari penjelasan Imam an-Nawawi di atas bisa diambil simpulan, tidak ada halangan bagi sesama anak tiri—yang sama-sama anak bawaan—untuk menikah menjadi pasangan suami istri. Meskipun kedua orang tuanya masih dalam ikatan pernikahan, hukum menikah dengan saudara tiri menurut fiqih Islam adalah boleh. Menurut Imam an-Nawawi, kebolehan ini dikarenakan tidak adanya hubungan nasab dan persusuan di antara kedua anak tiri tersebut.


Kasus hukum menikah dengan saudara tiri seperti ini pernah hampir terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra. 

 


Dikisahkan, ada seorang laki-laki yang punya anak laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang punya anak perempuan. Si anak laki-laki itu kemudian melakukan perbuatan “tak semestinya” dengan si anak perempuan. Kejadian ini diketahui oleh Umar ra. Saat bertanya tentang kebenaran hal itu dan diakui oleh keduanya, maka kemudian Umar ra menghukum keduanya dengan hukuman cambuk dan menawarkan untuk mengumpulkan keduanya dalam ikatan perkawinan. Namun si anak laki-laki menolaknya. Penawaran Umar bin Khathab ra untuk menikahkan kedua saudara tiri tersebut menunjukkan bahwa hukum menikah dengan saudara tiri—yang sama sama anak bawaan—menurut fiqih Islam adalah boleh. Wallâhu a’lam

 


Ustadz Yazid Muttaqin, Alumni Pondok Pesantren al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta, aktif sebagai Penghulu di Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.