Jihad Sunyi di Dapur: Menyelamatkan Anak dari Stunting
NU Online ยท Rabu, 23 Juli 2025 | 19:11 WIB
Anty Husnawati
Kontributor
Hari ini, 23 Juli 2025 bangsa kita memperingati Hari Anak Nasional. Sebuah momentum yang mestinya bukan sekadar seremonial, tetapi pengingat bahwa masa depan Indonesia bergantung pada anak-anak yang sedang kita rawat hari ini. Dalam setiap tawa mereka, ada harapan. Dalam setiap tangisan mereka, ada tanggung jawab yang tidak ringan.
Sebagai seorang ibu dari balita bernama Kanisya Sayyidatus Siera yang kini berusia dua tahun tiga bulan, saya merasakan betul bahwa membesarkan anak bukan hanya soal cinta, tapi juga seperti jihad sunyi, sehari-hari, tanpa sorak-sorai, tapi menentukan arah hidup seseorang, bahkan arah bangsa. Salah satu jihad itu adalah melawan stunting, sebuah ancaman yang kerap kita anggap jauh, padahal bisa dimulai dari hal sederhana di rumah kita sendiri.
Tumbuh Kembang Siera: Tak Selalu Mulus
Sejak hamil, saya dan suami berkomitmen penuh untuk membersamai tumbuh kembang Siera. Meski kami sama-sama bekerja, kami sepakat untuk berbagi peran, bukan sekadar โmembantuโ. Saya berusaha memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, sesuatu yang ternyata tidak mudah dijalani oleh ibu bekerja. Dukungan suami menjadi kunci, mulai dari memastikan saya cukup istirahat, hingga menemani setiap sesi konsultasi laktasi.
Namun perjuangan itu tidak selalu mulus. Di usia empat bulan, berat badan Siera sempat melambat dan berada di bawah kurva pertumbuhan normal. Kami lalu berkonsultasi dengan dr. Asti Praborini, Sp.A, IBCLC, seorang dokter spesialis anak dan konsultan laktasi internasional dengan pengalaman lebih dari 25 tahun. Beliau adalah ketua Tim Konsultan Laktasi Internasional, aktif memberikan edukasi menyusui, dan dikenal luas sebagai pendukung ASI eksklusif hingga minimal dua tahun . Konsultasi ke dr. Asti memang memerlukan biaya lebih, tetapi bagi yang menggunakan BPJS dengan kesabaran antre layanan ini tetap dapat diakses.
Standar WHO menunjukkan bahwa bayi perempuan usia empat bulan idealnya memiliki berat badan sekitar 5,9โ6,9โฏkg (kuartil 25โ75), dengan median (persentil 50) di kisaran ยฑ6,4โฏkg. Karena berat badan Siera berada di bawah kurva ini, dokter mengatakan ini bukan masalah mengerikan, tetapi sinyal untuk memperbaiki nutrisinya. Konsistensi pola asuh dan gizi tepat harus segera dijalankan.
Ketika Siera berusia satu tahun, berat badannya masih berada di batas bawah grafik WHO masih di bawah persentil 25. Lagi-lagi kami kembali memeriksakan ke dokter anak, dan jawabannya sama: โPerbaiki pola asuh dan nutrisi.โ Tidak ada resep instan, melainkan panggilan untuk lebih telaten: memastikan menu tepat, porsi optimal, dan pemantauan rutin agar tumbuh kembangnya optimal secara fisik dan kognitif.
Stunting Bukan Sekadar soal Ekonomi
Saat itu saya baru benar-benar memahami bahwa stunting tidak hanya soal kemiskinan. Ia juga soal kesadaran dan komitmen orang tua. Banyak orang berpikir bahwa memberi makan anak adalah sekadar mengenyangkan. Padahal yang menentukan masa depan otak dan fisik anak adalah apa yang kita berikan, bukan seberapa banyak.
Kami mulai belajar lebih banyak tentang gizi seimbang. Setiap hari saya menyiapkan makanan untuk Siera: telur omega, ayam kampung, hati ayam, teri basah, ikan kembung, telur bebek sumber protein hewani yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang optimal. Kami mengurangi makanan instan, meski praktis. Kami memastikan jadwal makan teratur, meski harus mengatur ulang ritme kerja kami.
Baca Juga
Bisakah Indonesia Bebas Pekerja Anak?
Tentu ada biaya, ada waktu, ada tenaga yang dikorbankan. Tapi saya sadar, ini bukan pengorbanan, ini investasi.
Dari Piring Siera untuk Masa Depan Indonesia
Setiap kali menyiapkan makanan untuk Siera, saya sering berpikir: apa yang ada di piring anak-anak kita hari ini, menentukan masa depan Indonesia esok hari. Anak yang tidak cukup gizi di usia emasnya, akan tumbuh dengan potensi yang tidak optimal. Sebaliknya, anak yang diasuh dengan penuh perhatian, nutrisi yang baik, dan kasih sayang yang cukup, akan tumbuh menjadi generasi yang kuat baik fisik, mental, maupun akhlaknya.
Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah dari Allah. Rasulullah saw bersabda, โSetiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.โ Maka merawat tumbuh kembang anak bukan hanya kewajiban biologis, tapi juga kewajiban moral dan spiritual.
Hari Anak Nasional seharusnya tidak hanya diisi dengan balon dan panggung hiburan. Ia mestinya menjadi momentum refleksi nasional: sudahkah kita, sebagai orang tua, sebagai masyarakat, dan sebagai negara, benar-benar menjaga hak anak untuk tumbuh sehat dan bahagia?
Jihad Melawan Stunting dari Rumah
Stunting memang masalah struktural, tapi juga dimulai dari rumah. Negara wajib hadir dengan kebijakan, layanan kesehatan, dan edukasi. Namun orang tua tetap garda terdepan.
Melawan stunting adalah jihad kecil tapi bermakna. Jihad yang dimulai dari piring sederhana di rumah kita, dari waktu yang kita sisihkan untuk memahami kebutuhan anak, dari kesadaran bahwa generasi emas tidak lahir begitu saja.
Karena stunting bukan sekadar angka statistik, ia adalah wajah dari kegagalan kita bersama. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Indonesia masih 21,5 persen, artinya 1 dari 5 anak Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan. Padahal pemerintah menargetkan stunting turun ke 14 persen pada 2024โ2025.
Pemerintah memang terus menggulirkan program percepatan penurunan stunting, mulai dari BKKBN dengan Program Bangga Kencana, Kementerian Kesehatan dengan intervensi gizi spesifik, hingga dukungan pangan bergizi dari berbagai kementerian. Namun, program di atas kertas tidak akan berarti tanpa implementasi yang merata, pengawasan yang ketat, dan dukungan yang nyata di tingkat akar rumput.
Faktanya, masih banyak keluarga yang tidak terjangkau edukasi gizi, kesulitan mengakses layanan kesehatan, bahkan tidak mampu membeli makanan bergizi karena harga pangan terus naik. Selama masalah kemiskinan, kesenjangan layanan kesehatan, dan minimnya literasi gizi tidak diselesaikan secara sistemik, penurunan angka stunting akan berjalan lambat dan tidak merata.
Karena itu, jangan hanya membebankan tanggung jawab ini pada keluarga, seolah semua selesai di dapur ibu. Negara harus benar-benar hadir, memastikan pangan bergizi terjangkau, layanan kesehatan mudah diakses tanpa birokrasi rumit, edukasi gizi menyeluruh, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran.
Tetap, melawan stunting adalah jihad kecil yang bermakna. Jihad yang dimulai dari piring sederhana di rumah kita, dari waktu yang kita sisihkan untuk memahami kebutuhan anak. Namun jihad ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa sokongan kebijakan yang berpihak dan aksi nyata pemerintah, karena generasi emas tidak lahir begitu saja, ia harus diciptakan bersama.
Maka di Hari Anak Nasional ini, saya ingin mengajak para orang tua untuk bersama-sama belajar, berkomitmen, dan tidak menyerah. Karena anak-anak kita bukan hanya anak kita, mereka adalah masa depan bangsa ini.
Dan jihad itu, ternyata bisa dimulai dari piring seorang anak bernama Siera.
Anty Husnawati,ย Anggota Bidang Litbang dan Media Pimpinan Pusatย Fatayat NU
ย
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
3
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
4
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
5
PCNU Kota Bandung Luncurkan Business Center, Bangun Kemandirian Ekonomi Umat
6
Rezeki dari Cara yang Haram, Masihkah Disebut Pemberian Allah?
Terkini
Lihat Semua