Zahro Wardi
Kolomnis
Hampir tiga tahun kita disuguhi polemik antara Ba'alawi (Rabithah Alawiyah) yang diyakini mayoritas masyarakat Indonesia sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dengan kelompok orang-orang yang menolaknya.
Menurut pengakuan yang kontra, penolakan ini bermula dari banyaknya oknum Ba'alawi yang dianggap keterlaluan dalam memposisikan dia sebagai orang yang harus paling dihormati, melebihi siapa pun warga pribumi. Hal ini diperparah dengan kelakuan beberapa oknum yang bertindak "semau gue" karena mengandalkan dan membanggakan nasabnya, yang ternyata belakangan banyak yang meragukannya setelah ada beberapa orang yang meneliti keabsahan nasabnya.
Akhirnya merasa tidak terima, terjadilah saling hina, caci maki, pelecehan, dan tindakan tidak patut lainnya selalu terjadi setiap hari baik langsung maupun lewat media sosial. Gebyah uyah ora karu-karuan.
Kelompok kontra Ba'alawi ini akhirnya membuat wadah organisasi yang bernama PWI-LS (Perjuangan Wali Songo-Laskar Sabililah).
Polemik ini sampai sekarang tidak kunjung selesai, bahkan semakin menjadi-jadi, sering terjadi gesekan fisik berakibat banyaknya jatuh korban. Peristiwa terakhir terjadi saat ormas Perwakilan Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) dan Front Persaudaraan Islam (FPI) terlibat bentrok dalam pengajian Habib Rizieq Shihab (HRS) di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Rabu (23/7/2025) malam. Akibatnya 15 orang mengalami luka, 4 di antaranya merupakan anggota kepolisian.
Sesungguhnya dalam syariat Islam, penyelesaian polemik saling tuduh dan konflik itu sangat jelas dan terukur, yakni pertama bisa lewat aqad shuluh (perjanjian damai) non-pengadilan, yang kedua; diputuskan lewat pengadilan. Tidak ada yang lain.
Oleh karenanya, polemik nasab Ba'alawi dan efek negatifnya sampai hari kiamat pun tidak akan selesai bila tidak ada kehadiran pemerintah dalam memutuskannya.
Pertanyaannya? Instrumen apa yang digunakan? Kalau lewat pengadilan, pengadilan apa yang berhak mengadili?
Sesungguhnya ada beberapa kasus yang mirip โsekalipun tidak identikโ yang pernah ditangani pemerintah.
Sebagai contoh: mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Selasa (13/12/2016) dalam kasus dugaan penistaan agama saat menyitir Surat Al Maidah Ayat 51.
Contoh lain, Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, pernah diproses hukum dalam kasus dugaan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Nahdlatul Ulama (NU) pada Oktober 2020.
Contoh lain lagi, pembubaran ormas FPI (Front Pembela Islam). Lewat Keputusan NOMOR 220-4780 Tahun 2020, bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung RI, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Begitu pula kasus Ahmadiyah. Pada Juni 2008, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 3/2008, Nomor Kep-03/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 tahun 2008 tanggal 9 Juni 2008 oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung yang berisi tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan masyarakat yang melarang para anggota Jemaat Ahmadiyah untuk menyebarkan penafsiran mereka yang tidak sesuai dengan pokok-pokok agama Islam.
Contoh terkini, yang lagi viral dan masih berjalan adalah polemik tuduhan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Kasus hukum ini sudah terjadi berkali-kali dengan varian kasus yang mengiringinya, misal pencemaran nama baik, penghasutan, berita bohong, dan lain-lain.
Banyak yang bertanya, kenapa MUI yang selama ini selalu reaktif dengan masalah-masalah sosial keagamaan tidak mengeluarkan fatwa? Kenapa pula pondok pesantren dan/atau forum bahtsulย masail tidak berani membahas tentang itu?
Jawabnya adalah, apapun fatwa yang dikeluarkan ataupun hasil bahtsul masail yang dirumuskan tidak akan membawa dampak yang lebih baik dibanding dampak negatif di tengah masyarakat. Alias tidak menyelesaikan masalah, tapi justru memperkeruh masalah. Fatwa maupun hasil bahtsul masail di Indonesia secara yuridis tidak mengikat, ia hanya bernilai saran, mauidlah, dan tuntunan. Tidak lebih.
Di samping itu, masalah nasab Ba'alawi tidak sesederhana masalah polemik nasab anak Machica Mochtar misalnya. Juga tidak sekecil masalah sound horeg. Ini masalah besar dan berdampak besar yang berhubungan dengan hal-hal dunia-akhirat yang besar juga. Efek terhadap potensi gangguan kamtibmas sangat besar apapun hasilnya.
Sebenarnya upaya-upaya ilmiah sudah sering dilakukan lewat diskusi dan halaqah mempertemukan kedua belah pihak. Hasilnya? Mauquf! Masing-masing merasa benar dan lawannya kalah. Beberapa tokoh di negeri ini juga sudah ada yang menyampaikan pendapat pribadinya. Lalu apa tanggapan dan dampaknya? Semua tanpa kecuali baik yang pro Ba'alawi maupun yang kontra jadi bulan-bulanan di medsos dan di tengah masyarakat.
Oleh karenanya, kedua belah pihak harus ada upaya mengakhiri konflik ini lewat pihak ketiga sebagai wasit yang legitimate secara undang-undang maupun syar'i. Dan itu adalah ulil amri, pemerintah. Tidak ada ikhtiar yang lebih baik dan konstitusional dibanding negara harus segera hadir untuk memutus sumber konflik ini. Tidak hanya menghilangkan asapnya, tapi memadamkan apinya.
Tinggal masing-masing yang pro maupun kontra men-tashawur-kan, menelaah, dan menganalisis kasusnya.ย
Sebagai contoh, pihak yang kontra Ba'alawi menuduh nasab Ba'alawi tidak sambung kepada Nabi SAW, mendakwa suka ndawir, banyak memalsukan makam, membelokkan sejarah, dan lain-lain.
Baca Juga
Kiai Nasab, Nusub dan Nasib
Perkara ini masuk kategori apa? Pidana atau perdata? Delik aduan atau delik umum? Kerugiannya apa? Pelakunya siapa? Buktinya apa? Tempat perkara di mana? Yang diadukan organisasi atau perorangan? Tuntutannya apa? Dan seterusnya...
Begitu pula pihak Ba'alawi bila merasa benar, kerugian apa yang selama ini dialami dengan tuduhan-tuduhan itu? Pencemaran nama baik? Berita bohong? Penghasutan? Tuntutannya kalau tuduhan-tuduhan itu tidak terbukti apa? Dan seterusnya...
Sebaliknya, pemerintah dalam hal ini kepolisian atau pengadilan, wajib menangani dan menyelesaikan kasus ini bila termasuk perkara delik aduan, dan tentu ada yang melapor.
Dan jika polemik ini delik umum, pemerintah wajib menyelesaikan tanpa harus ada pengaduan demi terjaganya kamtibmas. Pemerintah bisa mengajak duduk bersama para pakar dan para saksi ahli yang kompeten di bidangnya yang netral, serta melibatkan institusi yang lain. Sehingga keputusan yang diambil betul-betul adil, berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif, cepat, dan maslahah.
Inilah salah satu kewajiban pemerintah dalam bidang keamanan, politik, dan hukum. Penulis berharap dan percaya, bila pemerintah sudah mengambil peran untuk menyelesaikan masalah ini, pro-kontra ini akan berakhir atau paling tidak sangat mengurangi konflik dan gejolak di tengah-tengah masyarakat yang semakin mengkhawatirkan.
ููุงูู ุฃูุจูู ุงููููููุงุกู ุงุจููู ุนูููููู: ุงูุณููููุงุณูุฉู ู
ูุง ููุงูู ู
ููู ุงููุฃูููุนูุงูู ุจูุญูููุซู ููููููู ุงููููุงุณู ู
ูุนููู ุฃูููุฑูุจู ุฅูููู ุงูุตููููุงุญู ููุฃูุจูุนูุฏู ุนููู ุงููููุณูุงุฏูุ ููุฅููู ููู
ู ููุดูุฑูุนููู ุงูุฑููุณูููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู
ู ููููุง ููุฒููู ุจููู ููุญููู.
"Abul Wafa Ibn Aqil berkata: siyasah (syar'iyah) adalah sebuah kebijakan di mana dengan kebijakan itu mampu mendorong masyarakat ke arah yang lebih baik, dan menjauhkannya dari kerusakan. Sekalipun hal itu belum pernah dilakukan dan diajarkan Nabi Muhammad SAW, dan tidak ada dalil dari Al-Qurโan."
KH Zahro Wardi, Dosen Fiqh Kebangsaan Program S2 Ma'had Ali Lirboyo dan Dosen Fiqh Al-Muwathonah, Program Studi Doktor (S3) Pendidikan Agama Islam, Universitas Kiai Abdul Faqih (UNKAFA) Gresik.
Terpopuler
1
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
2
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
3
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
4
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
5
Israel Tarik Kapal Bantuan Handala Menuju Gaza ke Pelabuhan Ashdod
6
Advokat: PT Garuda dan Pertamina adalah Contoh Buruk Jika Wamen Boleh Rangkap Jabatan
Terkini
Lihat Semua